Jl. KS Tubun, Gang Srinayan No. 3 Kel. Mojokampung Kota Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Serpihan Agresi Militer Belanda II di Tuban-Bojonegoro (4)

Gempuran Belanda Memburu Pemerintah Tuban

blokbojonegoro.com | Saturday, 05 August 2017 12:00

Gempuran Belanda Memburu Pemerintah Tuban

Sejak mendarat di pantai Glondonggede, Tambakboyo, 18 Desember 1948, pasukan Belanda terus menerus melakukan gempuran dan mengejar pusat kepemerintahan Tuban yang berpindah-pindah tempat.

Reporter: Edy Purnomo, Tim Investigasi


blokBojonegoro.com –
Belanda mulai merangsek ke pusat kota Tuban pada 20 Desember 1948 tanpa perlawanan berarti. Mereka tidak menemukan satu pejabat pentingpun yang masih tinggal. R.E Soeharto dan staf, orang yang terakhir tinggal di kota Tuban pun sudah mundur ke arah selatan, mengatur komandonya dari Desa Prunggahan Wetan, yang bersebelahan dengan Desa Prunggahan Kulon, Kecamatan Semanding, tempat Bupati Tuban KH Mustain.

Agar kedudukan di Tuban semakin kuat, Belanda pertama-tama membuat beberapa pos pasukan. Selain pos yang ada di dekat alun-alun Tuban, kompeni juga membuat pos di Kepet, Tunah dan juga satu pos lagi di Gesing, Kecamatan Semanding.

[Baca juga:  Tuban Dikuasai Musuh Kepemerintahan Diserahkan Militer ]

"Mereka menduduki lokasi-lokasi strategis, termasuk kawasan kota. Belanda mendirikan pos di Alun-Alun Tuban,’’ mengutip wawancara wartawan Radar Bojonegoro, Sriwiyono dengan Alm. Yon Mudijono, Sekretaris Dewan Harian Cabang (DHC) Angkatan 45 Tuban, 22 Agustus 2016 lalu.

Belanda mulai berusaha membersihkan kantong-kantong gerilya, termasuk tempat di mana Bupati Tuban dan komandan KDM berada. Karena posisi Belanda semakin kuat dan pusat pemerintahan Tuban diserahkan ke militer, merekapun berpindah-pindah tempat agar tidak tertangkap Belanda dan bisa terus menjalankan garis komando.

Suatu pagi, 10 Januari 1949, ketika Komandan KDM berada di Dusun Tlogo Nongko, sementara Bupati Tuban di Gesikan dan Kepala Polisi di Grabagan, Belanda melakukan serangan fajar.

“Komandan KDM dihujani tembakan mortir dari arah Rengel,” (Panitia Penyusunan Sejarah Brigade Ronggolawe, Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe, 1985;236)

Kejadian penyerangan Belanda terjadi kedua kalinya ketika komandan KDM masih berada di markas darurat Dusun Tlogo Nongko. Pertengahan Januari 1949, ketika dia tengah menggelar rapat bersama seluruh Komandan ODM se-Tuban, bersama dengan perwira-perwira dan staf di seluruh kawedanan-kawedanan terjadi peristiwa yang mengejutkan malam hari.

“Baru setengah jam rapat berlangsung dengan tiba-tiba pesawat terbang tempur tipe Mustang P51 dengan gemuruh menembaki Tlogonongko, terutama satu rumah yang difungsikan sebagai tempat rapat.” kesaksian kolonel Purn. R.E Suharto, mantan KDM Tuban.

peta-belanda4


 

Dia melanjutkan:

“Atas lindungan Tuhan Yang Maha Esa, tidak sebutir pelurupun melukai peserta rapat. Padahal jatuhnya peluru ada yang hanya setengah meter dari meja pimpinan,” ([naskah tulisan kolonel Purn. R.E Suharto dan wawancara simultan dengan beberapa orang bekas anggota ODM dan eks staf KDM], Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe, 1985;237).

Catatan DHC 45 menyebut ketika serangan terjadi ada perlawanan dari pasukan pengawal pemerintahan, yakni pasukan Combat di bawah komando Serma Moestadjab dengan pasukan Belanda yang ikut menyerang selama 1,5 jam. Keesokan harinya warga setempat menemukan dua mayat pasukan Belanda.

Karena merasa tidak aman, para tokoh-tokoh Tuban kembali berpindah tempat untuk menyusun dan mengatur operasi teritorial. KDM Tuban dan staf bertolak ke Montong dengan menempati rumah Dinas Kehutanan (catatan: penelusuran DHC 45 menyebut rumah sinder/asisten kehutunan Montong). Sementara pemerintahan sipil dan juga pasukan kepolisian berpindah ke Desa Tingkis, Singgahan.

Selama berada di Montong, Belanda juga terus melakukan gempuran. Hanya saja, pasukan pejuang dari tentara dan rakyat terus menerus melakukan perlawanan. Hampir di setiap desa, ada pagar desa yang bertugas memberikan informasi dan membantu gerak pasukan gerilya.

"Selain pertempuran, warga sipil juga banyak menyokong perjuangan. Misalnya dengan menyediakan logistik makanan, mencurikan senjata dan bahan makanan dari gudang Belanda atau menjadi mata-mata pemerintah,’’ ungkap Sekretaris DHC 45, Yon Mudijono, yang tak lain adalah anak dari Ajun Brigadir Soekiman, ajudan dan pengawal Kapolres Tuban (saat itu) AKP R.Soesito. Brigadir Soekiman selalu berada di samping Kapolres Tuban selama masa pertahanan kemerdekaan Indonesia.

Usaha Belanda mendesak pusat pemerintahan pribumi dan memperluas kekuasaan di Tuban terus dilakukan. 7 Januari 1949, ketika mereka berupaya menuju ke wilayah Montong dihadang pasukan pimpinan Letda Soetjipto di wilayah Desa Mondokan, Tuban.

Upaya Letda Soetjipto menahan laju pasukan menuju kecamatan Montong berhasil dilakukan. Belanda harus menelan kerugian materi cukup besar dan kehilangan nyawa beberapa prajuritnya. Atas keberhasilan Letda Soetjipto menggagalkan konvoi pasukan Belanda, jalan ditempat itu kini dinamakan Jalan Letda Soetjipto dengan monumen patung Letda Soetjipto.

Keinginan Belanda semakin menguat, tanggal 21 April 1949 wilayah Kecamatan Montong yang menjadi pusat pemerintahan di bombardir pasukan Belanda dengan peralatan lengkap, dan dibantu dengan pemboman lewat udara. Terjadi pertempuran selama dua hari, dan gerilyawan segera mengirim informasi ke Bojonegoro.

Hari pertama, pasukan gerilya dibantu rakyat terdesak mundur sampai ke Desa Talangkembar, Montong. Satu pejuang gugur, yakni Kalil, salah satu agen polisi.

Saat situasi terdesak di hari kedua, datang bantuan pasukan satu kompi dari Brigade Ronggolawe yang dipimpin langsung Letkol Soedirman (Ayah Basofi Soedirman, Exs Gubernur Jawa Timur). Satu kompi pasukan bantuan sangat membantu pertempuran hingga Belanda bisa dipukul mundur.

Selanjutnya untuk mengecoh Belanda, pasukan membagi dua. Pusat kepemerintahan segera di pindah menuju ke Jatirogo dan satu regu gabungan TNI dan dua regu perintis Kepolisian Negara bertahan di Kecamatan Montong. Siasat itu terbukti berhasil, terbukti dengan beberapa kali upaya pasukan Belanda menyerang Montong yang mengira pusat pemerintahan belum dipindah. Bersambung...

Sumber:
1. wawancara wartawan Radar Bojonegoro, Sriwiyono dengan Alm. Yon Mudijono, Sekretaris Dewan Harian Cabang (DHC) Angkatan 45 Tuban, 22 Agustus 2016 lalu.
2. (Panitia Penyusunan Sejarah Brigade Ronggolawe, Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe, 1985)

Keterangan foto:

1. Pasukan Belanda berusaha melewati jalan yang dirusak gerilyawan Indonesia di Tuban. Sumber foto veteran Belanda yang ikut misi operasi 'Zeemeeuw', 18 Desember 1948.

2. Peta Perjuangan Melawan Belanda, sumber: Catatan DHC 45, Peristiwa Perjuangan Dalam Agresi II di Kabupaten Tuban dan Pembudayaan Nilai Kejuangan Melalui Napak Tilas.

Tag : agresi, militer, belanda



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini