Jl. KS Tubun, Gang Srinayan No. 3 Kel. Mojokampung Kota Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Mengoptimalkan Fungsi Masjid

blokbojonegoro.com | Wednesday, 28 March 2018 19:00

Mengoptimalkan Fungsi Masjid

Oleh: Usman Roin*

Membaca buku karya Supardi dan Teuku Amiruddin yang berjudul "Konsep Manajemen Masjid: Optimalisasi Peran Masjid" (2001), menarik sekali sisi uraian pendahuluannya setelah penulis baca. Kritik pedas –penulis buku– alamatkan kepada segenap Takmir Masjid yang mengabaikan bagaimana mengelola masjid agar berfungsi secara optimal. Tujuannya tidak lain, ingin menggugah para Takmir Masjid agar keberadaan masjid bisa difungsikan perannya sebagaimana masa Rasulullah Saw. Terlebih, jumlah Masjid di Provinsi Jawa Timur saja sudah ada 50.222 buah, pada Tahun 2013 bila mengutip http://simbi.kemenag.go.id pada laman Bimas Islam dalam Angka (BIDA), Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag RI.

Nalar sederhana penulis, bila menginginkan keberadaan masjid bisa optimal sebagaimana masa Rasul, maka belajar sejarah peradaban Islam –utamanya masjid– tidak boleh dilupakan oleh masing-masing takmir masjid. Baik dengan membaca sendiri atau melalui kajian strategis tentang kemasjidan dalam prespektif historis-sosiologis. Tujuannya, agar Takmir Masjid semakin yakin, bahwa mengoptimalkan peran dan fungsi masjid tidak hanya sekedar untuk ibadah mahdhah  belaka. Melainkan, perlu dimengerti, mempelajari uraian demi uraian perkembangan sejarah masjid yang di zaman Rasul, yang menurut Supardi dan Teuku Amiruddin (2001:x) sebagai "Pusat Pengembangan Umat". Jika demikian adanya, itu artinya nyaris dihampir seluruh bidang strategis mulai dari ekonomi, sosial politik, budaya dan pendidikan hal itu bisa dilakukan dari masjid.

Secara historis kekinian, mungkin akan sulit dicerna bagaimana prektek sesungguhnya pengembangan umat dari masjid. Tanpa diberikan ulasan mendasar dan kontekstual bagaimana konsep pembangunan masjid yang dahulu dipraktekkan zaman rasul. Celakanya, banyak takmir masjid hari ini yang tidak tahu dan gagal paham tentang sejarah kemasjidan zaman old (lalu). Alhasil, hal itu justru membuat kebutaan parsial peran historis masjid zaman now (sekarang). Jadilah kemudian kebingungan saat didaulat sebagai takmir, tentang bagaimana hakekat sebenarnya mengelola masjid yang kontekstual secara historis dan implementatif untuk zaman now.

Guna menjembatani agar peran masjid zaman now bisa optimal,  maka kiranya ada beberapa hal yang bagi penulis perlu dilakukan:

Pertama, pencerdasan fungsi masjid. Ini memberi maksud, keberadaan masjid perlu mendapat pencerahan dari sisi optimalisasi peran sesungguhnya. Mengutip dmi.or.id, bagi penulis bisa dilakukan oleh Dewan Perwakilan Masjid (DMI) sebagai organisasi tingkat nasional dengan tujuan untuk mewujudkan fungsi masjid sebagai pusat ibadah, pengembangan masyarakat dan persatuan umat. Ini artinya, peran DMI besar dalam hal memberikan pencerdasan terkait bagaimana mengoptimalkan peran masjid. Apalagi, kepengurusan DMI sudah terbentuk mulai dari Pusat, Provinsi,  Kota/Kabupaten, hingga Kecamatan. Bahkan saat penulis terlibat di DMI Kota Semarang, kepengurusan ditingkat Ranting pun akan dibentuk setelah tingkat Kecamatan selesai. Ini artinya, upanya penyempurnaan peran masjid yang kontekstual perlu digelorakan agar fungsi keberadaan masjid bisa dirasakan manfaat keumatannya.

Kedua, Kemenag (Bimas), akademisi atau pegiat dalam bidang kemasjidan perlu turun gunung untuk memberikan penyempurnaan dalam hal pembinaan manajemen masjid. Karena dari sisi fisik hampir bisa dilihat, bahwa kemegahan terasa, baik dari sisi kemegahan arsitekturnya, kelengkapan fasilitasnya, hingga kemoderenannya. Semua bisa ditemuai saat kita bersinggah di masjid zaman now. Hanya saja, secara non fisik ternyata perlu dipertanyakan lagi bagaimana bentuk kegiatannya. Maka disinilah, akademisi atau pegiat dalam kemasjidan perlu melakukan sosialisasi terkait tata manajeman kemasjidan. Tujuannya, agar hakekat memakmurkan masjid melalui berbagai ragam kegiatan tercipta, sehingga keberadaan masjid menjadi berimbang antara keberadaan fisik dan non fisik.

Ketiga, menyediakan ruang kaderisasi keilmuan. Ini memberi maksud, keberadaan masjid akan menjadi ramai oleh kegiatan dan keilmuan, bila secara non materiil ada ragam aktifitas yang dipersiapkan oleh takmir. Mulai dari majelis taklim untuk Bapak/Ibu yang seminggu sekali diadakan di masjid dengan tujuan, agar pemahaman kelimuan –utamanya agama– menjadi komprehensif. Lalu menyediakan wadah untuk remaja dengan membentuk remaja masjid untuk mengakomodir jenis kegiatan-kegiatan khas anak muda. Tujuannya, membentuk pemuda berakhlak yang cerdas berorganisasi sebagai penerus estafet kepengurusan Takmir Masjid. Hingga yang tidak boleh dilupakan juga memberikan ruang kegiatan kesenian Islam untuk anak-anak mulai dari diba’, musik rebana, hingga Taman Pendidikan Alquran (TPQ) sebagai sarana mendekatkan anak sejak dini kepada masjid.

Akhirnya, semua berpulang kepada Takmir Masjid untuk menyemarakkan masjidnya agar optimal dari sisi fungsinya setelah ada bimbingan dalam hal manajemen masjid. Sebab kedepan, tentu pembangunan masjid (rumah ibadah) akan semakin bertambah dan itu membutuhkan pengelolaan yang optimal baik dari sisi fisik dan non fisiknya. Semoga!

*Penulis adalah Koord. Devisi Komunikasi & Hubungan Media Majelis Alumni IPNU Bojonegoro asal Kecamatan Balen, serta Mantan Ketua Umum Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (RISMA JT).

Tag : kolom, usman roin, opini, usman, kang usman



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini