Jl. KS Tubun, Gang Srinayan No. 3 Kel. Mojokampung Kota Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Bertahan dari Provokasi Kemewahan

blokbojonegoro.com | Sunday, 02 December 2018 13:00

Bertahan dari Provokasi Kemewahan

Oleh: MK Rosyid

Tujuan hidup semua orang adalah mendapatkan kebahagiaan. Tidak hanya dunia. Manusia beriman juga menginginkan hidup bahagia setelah dunia. Namun, apakah kebahagiaan itu adalah kemewahan? Mari kita urai bersama.

Kebahagiaan hidup selalu dibarengi dengan ketentraman, kenyamanan dan kedamaian. Bukan lantas bebas dari segela beban. Karena hidup sendiri adalah beban. Tapi jika beban selalu mengarah kepada beban kebenaran, itu lebih baik. Kata orang pintar, hidup yang bahagia adalah hidup yang selalu menuju kebenaran. Hingga titik terakhir kepada yang maha benar.

Jadi, mulai saat ini kita perlu sepakat untuk mengatakan hidup bahagia tidak selalu identik dengan kemewahan. Kalaupun ada orang yang hidup bahagia dengan kemewahan, itu juga tidak salah. Tapi, mungkin belum indah. Dalam istilah Jawa, belum 'pantes'.

Kemewahan sendiri perlu dielaborasi dengan proporsional. Apakah benar kemewahan yang dimaksud murni dari sendiri. Atau malah kemewahan diproduksi orang di luar diri kita. Dari teman misalnya. Atau dari perusahaan yang selalu mengekspose kemewahan agar produknya terjual cepat di pasaran.

Saat ini, provokasi kemewahan sangat deras diproduksi. Provokasi merupakan sebuah desain untuk mempengaruhi cara berpikir, cara bertindak hingga cara mengambil keputusan kebijakan agar sejalan dengan provokator (pembuat provokasi). Tentunya, provokasi memiliki berbagai tujuan. Tujuannya macam-macam. Ada yang bertujuan ideologis, politis, bahkan eksploitatif.

Dalam perkembangannya, provokasi tampil dengan berbagai model tampilan. Tampilannya pun selalu mendorong orang untuk ingin tahu lebih dalam pesan yang disampaikan. Malahan, sekarang bungkusnya sengaja dibuat agar memunculkan rasa ingin tahu. 

Apalagi era digital sangat memudahkan produsen provokasi. Dan, perusahaan provokasi tampaknya sangat tahu. Setiap orang menyimpan libido lebih untuk menikmati kemewahan. Selanjutnya, berbagai macam kemewahan ditampilkan. Rumah mewah ditampilkan dengan segala fasilitasnya. Provokasi rumah mewah saja masih belum cukup. Masih perlu ditambah assesoris rumah yang mewah dengan dalih memperindah tampilannya. Siapa pelaku provokasinya, pasti perusahaan property yang selingkuh dengan produsen assesoris rumah.

Mobil juga perlu mewah dan mahal. Pelakunya sudah pasti perusahaan otomotif yang menugaskan marketing dan publik relationnya sebagai playmaker produk. Yang lebih parah lagi, manusia juga harus tampil berdasarkan provokasi. Contoh lain wanita cantik, diidentikkkan dengan stempel produk kosmetik tertentu. Wajah harus putih dan halus. Rambut harus lurus dan hitam. Pria harus berjenggot tipis dengan gaya potongan rambut ala Criatiano Ronaldo yang selalu klimis. Tubuh harus kekar dan atletis. Produsen atau pabrikan tidak peduli bagaimanapun geografis daerag. Orang Afrika Selatan misalnya, meskipun menggunakan kosmetik pemutih berjuta-juta ton belum menjamin perubahan kulitnya. Begitu juga berlaku dengan orang Jawa.

Dunia Palsu

Sehingga manusia tidak otentik. Alias palsu. Dengan kata lain, manusia bergerak bukan dari akal budi dan kebahagiaan hati. Melainkan ditentukan oleh remote kontrol kemewahan yang diproduksi yang berada jauh di luar dirinya. Manusia kehilangan ke'diri'annya untuk menuruti diri yang di luar dirinya sendiri.

Masalah kemanusiaan ini telah dikaji Jean Baudrillard pada abad modern perkembangan manusia. Baudrillard yang berasal dari Perancis mengatakan apa yang dialami manusia modern hanya sebatas simulasi yang menghilangkan kemanusiaan. 

Manusia mempraktikkan kehidupan tidak pada fakta yang nyata, melainkan hanya simulasi dari provokasi yang diproduksi. Manusia hilang kesadarannya jika apa yang disimulasikan dari provokasi iklan di media massa dan sosial media hanya sesuatu yang jauh dari realitas (hyperrelaitas). Sehingga Baudrillard menuduh manusia modern sebagai makhluq irasional (tidak rasional).

Pilihan hidup manusia saat ini digerakkan oleh sesuatu yang di luar dirinya. Seseorang menginginkan wajah cantik dan tampan bukan karena berangkat dari independesinya sebagai manusia. Ingin memiliki mobil mewah bukan atas dasar kebutuhan. Tapi, akibat provokasi kemewahan yang terus-menerus diproduksi pabrik otomotif.

Lebih jauh dari itu, keinginan manusia ada yang hanya berlandaskan produk tertentu disimulasikan oleh artis tertentu. Misalnya, karena gaun cinderella diproduksi dan diiklankan dengan Syahrini sebagai pemeran iklannya, maka manusia terprovokasi untuk seperti Syahrini. Bukan, pada produk yang diprovokasikan oleh media. Simulasi yang muncul dalan kesadaran manusia adalah tampil seperti Syahrini. Bukan keindahan dari gaunnya. Di situlah irasionalitas seseorang berlaku. 

Inilah yang oleh Baudrillard disebut sebagai hyperrealitas. Manusia menentukan hidupnya bukan atas keyakinan dan prinsipnya sebagai manusia. Melainkan atas dasar provokasi kemewahan yang terus-meneruskan dilakukan. Untuk memperhalus provokasi, ditampilkanlah publik figur sekelas artis dan pejabat.

Baudrillard berpendapat kebiasaan memberi sesuatu dan membelanjakan sesuatu ternyata lebih didasarkan pada prestise dan kebanggaan simbolik, bukan pada kegunaan. Inilah prinsip yang kini semakin transparan berlangsung dalam aktivitas konsumsi masyarakat dewasa ini. Mungkin juga, orang memilih anggota DPR ataupun Presiden berdasarkan pada provokasi simbolik berupa uang, iklan dan kampanye menipu. Bukan pada kegunaan (tugas dan tanggung jawab) dan gagasan dari calon DPR atau presiden. 

*Penulis adalah Dewan Pengawas Pemuda Peduli Pembangunan Daerah (P3D) Jawa Timur dan politisi muda DPC PKB Bojonegoro.

Tag : kolom, opini



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini