21:00 . Muhammadiyah Bojonegoro Serukan Pilih Cabup yang Bersedia Dengar Suara Rakyat   |   19:00 . Dipindah ke Lapas Bojonegoro, Napi Teroris Dikawal Ketat Densus 88 AT Polri   |   16:00 . Gebyar Milenial dan Gen Z, Acara untuk Generasi Muda Bojonegoro   |   14:00 . Tim PkM Dosen UNUGIRI Berikan Pendampingan P5 dan PPRA di Lembaga Pendidikan   |   13:00 . Wujudkan Lansia Bermartabat, PD 'Aisyiyah Bojonegoro Gelar Lokakarya Kelanjutusiaan   |   12:00 . Tim KKN 44 UNUGIRI Observasi di Desa Grabagan   |   06:00 . Menilik Pasukan Kopi Rakyat Jelita Pada Kompetisi Nyethe Rokok Kenduri Cinta 2 Wahono-Nurul   |   21:00 . Barisan Muda Bangga Bojonegoro Siap Menangkan Wahono-Nurul   |   20:00 . Setyo Wahono ajak Ketum PP.Ansor, Addin Jauharudin Bermain Fun Badminton   |   19:00 . Empat Kades Terdakwa Korupsi Pembangunan Jalan di Bojonegoro Dituntut 5 Tahun Penjara   |   18:00 . Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Dua Pembangunan Jalan di Bojonegoro Disidik Kejaksaan   |   17:00 . Judi Online Sebabkan 978 Pasangan di Bojonegoro Cerai   |   16:00 . Jumping Teknologi, Wenseslaus Manggut: Tantangan dan Peluang Industri Media Digital   |   15:00 . Suwarjono: Media Lokal saat ini Tidak Baik-baik Saja, Inilah Tantangan di Tengah Digitalisasi   |   14:00 . Wakil Wamen Komdigi Nezar Patria Lantik Pengurus AMSI Jatim 2024-2028   |  
Fri, 22 November 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Dr. Ir. H. Anang Sedyohutomo, M.Eng, (Asst.Prof. di Hamamatsu University, Jepang)

18 Tahun, Masih Tinggal di Negeri Sakura

blokbojonegoro.com | Monday, 30 January 2017 14:00

18 Tahun, Masih Tinggal di Negeri Sakura

Pengirim: Diffaryza Zaki Rahman*

blokBojonegoro.com -
Kang Anang, lahir di Kabupaten Bojonegoro, tepatnya 30 Agustus 1971. Pemilik nama lengkap Dr. Ir. H. Anang Sedyohutomo, M.Eng itu terkenal pendiam, tetapi ia mengakui suka usil. Anak pertama dari tiga bersaudara itu sejak kecil menurut cerita orang tuanya sangat aktif. Bahkan, ketika baru bisa duduk saja, ia sempat membuat ayahnya kebingungan, karena sempat tercebur di air saat rumahnya kebanjiran.

“Ketika saya bayi dan mulai bisa duduk, ayah saya menggendong lalu menaruh dan meninggalkan saya sendirian di atas meja makan. Saat itu di rumah kakek terkena banjir bengawan hingga masuk rumah dan setinggi paha orang dewasa. Ketika sendirian dan ayah pergi ke dapur, saya terjatuh. Beruntunglah ayah menemukan saya dalam kondisi lemas karena banyak minum air,” kata Kang Anang memulai cerita masa kecilnya sambil tersenyum.

Karena sifat pendiamnya itu, sang ibu sempat khawatir jika suatu saat tidak bisa mendapat teman di sekolah. Sehingga ibu mengajarkan cara mendekati teman baru. Ketika duduk di Sekolah Dasar (SD) saya tidak suka belajar dan membaca. Pernah ketika ujian ditanya, genteng terbuat dari apa? Ia jawab dari kereweng (pecahan genteng). Terus, kecap terbuat dari apa? Ia lagi-lagi menjawab aneh, katanya dari laron. Sebab, ketika itu kecap terbanyak mereknya laron.

“Ditanya lagi, tahu terbuat dari apa? Saya jawab dari air. Sebab, saya membayangkan saat itu tahu selalu dijual dengan rendaman air,” terangnya sambil terkekeh.

Ia sempat sekolah di SDN Kadipaten 3, namun hanya dua tahun saja, karena setelah itu pindah ke SDN Kepatihan, Kota Bojonegoro yang secara jarak lebih dekat dari rumah. Disinipun, semangat belajar tidak ada. Hingga setiap penerimaan buku rapor selalu ada satu nilai merah dan pernah sekali nilai merah terdapat dua. Kang Anang mengaku belajar ketika mengerjakan PR, dan lebih sering bermain di lapangan, mulai layang-layang dan lain sebagainya.

“Prinsip saya saat itu yang penting bisa naik kelas. Meskipun malas belajar, tetapi ternyata saya memiliki rasa tanggungjawab tinggi sejak kecil. PR harus dikerjakan, datang ke sekolah tidak boleh terlambat, barang yang harus dibawa tidak boleh ketinggalan, dan tidak suka libur sekolah, walau sedang sakit atau ada kepentingan keluarga,” tambahnya.

Pemalu dan tidak percaya diri, ia bawa sampai ke tingkat SMP. Karena, ketika ikut ujian masuk SMPN 1 Bojonegoro, yang tanpa diduga ternyata dirinya berhasil diterima. Sifat pemalunya bertambah menjadi-jadi. Justru ia semakin pendiam dan menjadi takut bertemu orang, bahkan lebih banyak mengurung diri di rumah. Setiap tidak sekolah, aktivitas yang dilakukan bersama orang tua dan adik-adik, daripada dengan teman-teman sekolah.

“Apalagi saya harus bantu ayah mengolah pasir dan semen untuk membangun rumah sendiri tanpa tukang ketika itu. Yang sedikit membanggakan, nilai matematika saya sering bagus dan ketika ujian nasional nilai matematika saya 10 dan di Bojonegoro hanya ada dua siswa,” jelasnya.

Ketika proses masuk SMAN 1 Bojonegoro, ia sangat mulus. Karena, ketika itu sudah diberlakukan seleksi dengan NEM. Nilai NEM Kang Anang tergolong menengah ke atas sehingga dapat diterima di SMAN 1 Bojonegoro dengan mudah. Di sekolah tersebut, sifat pemalu yang sejak kecil ada pada dirinya, perlahan mulai terkikis. “Saya mulai gemar bergaul bersama dan masuk dalam kegiatan ekstrakulikuler Pramuka, PMR, komputer, dan lain-lain. Walau tidak sampai menjabat dalam kepengurusan OSIS, namun saya sering terlibat langsung dalam kepanitian di setiap kegiatan skeolah,” tambahnya.

Selama di SMASA, oa sering mendapatkan nilai rapor yang memuaskan, namun malas dengan pelajaran Bahasa Inggris. Kang Anang pernah dikirim untuk mewakili SMASA ketika olimpiade Fisika tingkat nasional di Yogyakarta, juga mewakili SMASA dalam lomba kejuaraan matematika. Ketika lulus dari SMASA tahun 1990, ia mempuntai tekad bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tanpa membebani orang tua. Nyalinya sempat menciut, saat melihat banyak teman persiapan dengan mengikuti les, training dan lain-lain. Dirinya yang tidak ingin membenani orang tua, memilih belajar sendiri.

“Walau saya sempat kehilangan percaya diri untuk bisa berhasil dalam UMPTN, tapi Alhamdulillah saya justru diterima di ITS jurusan Teknik Elektro sebagai pilihan pertama saya. Namun saya tidak puas diterima di ITS karena tentu masih membebani orang tua dengan biaya kuliah. Saya coba dengan mengikuti tawaran-tawaran beasiswa seperti STAN Keuangan, Patigat Gajah Tunggal, dan beasiswa B.J Habibie Program STAID,” ingat Kang Anang.

Kesempatan pertama mengakses di STAN Keuangan gagal, karena nilai Bahasa Inggris terlalu rendah. Namun ia diterima dengan beasiswa Patigat Gajah Tunggal, sehingga ITS ditinggalkan. Mendengar kabar tersebut, dirinya dimarahi guru Fisika SMASA saat berkunjung ke sekolah untuk legalisir ijazah. Meninggalkan Teknik Elektro ITS itu berarti menghilangkan kesempatan emas kata guru tersebut. Namun karena masih tetap menginginkan kuliah dengan beasiswa, akhirnya ia tetap mengikuti program pendidikan beasiswa Patigat Gajah Tunggal.

Selama sebulan mengikuti pendidikan di Patigat secara parallel, sebetulnya ia masih mengikuti sisa tahapan test beasiswa B.J. Habibie Program STAID yang dilaksanakan serentak secara nasional. Waktunya lumayan lama, sebab berlangsung 7 tahapan tes dengan sistem gugur dan memakan waktu total hampir 3 bulan. Informasinya, yang mengikuti test sejak tahap pertama sekitar 15.000 orang. Ketika itu saya mengikuti test tahap 1 di Gelora 10 November Surabaya bersama banyak teman-teman lulusan SMASA Bojonegoro.

“Hasil akhir selama 7 tahapan tes saya dinyatakan lulus bersama dengan 114 orang lainnya. Mereka inilah yang akan dikirim ke negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, Amerika, Belanda, Inggris, Perancis dan Australia. Disinilah saya merasa mendapat keberhasilan paling tinggi dalam hidup, karena bisa mendapatkan beasiswa tingkat nasional dan dikirim sebagai duta bangsa untuk mengenyam Perguruan Tinggi di luar negeri,” kenangnya bangga.

Pilih Beasiswa ke Jepang


Diterima di program B.J. Habibie, beasiswa Patigat Gajah Tunggal ditinggalkan. Sebab, sebelum berangkat ke Jepang, dirinya harus kursus bahasa. Disaat bersamaan, dilakukan pula ujian masuk Perguruan Tinggi Jepang yang dikelola langsung Mobukagakusho (Dinas Pendidikan) Jepang. Dari 45 orang calon yang akan diberangkatkan ke Jepang ada 10 orang yang gagal dalam ujian tersebut. Dirinya termasuk yang lolos, sehingga secara resmi sudah diterima di Perguruan Tinggi Negeri Jepang, walau masih tinggal di Jakarta ketika itu.

“Tepatnya pada tanggal 2 April 1991 saya bersama 45 orang lainnya diberangkatkan ke Tokyo, Jepang. Dan selama 1 tahun kami harus menjalani lagi sekolah Bahasa Jepang di Kokusaigakuyukai Nihongo Gakko di Shinjuku Tokyo. Selain belajar bahasa, kami juga diperkuat di bidang kimia, fisika dan matematika dengan istilah bahasa Jepang,” lanjutnya.

Ketika di Jepang, ia kuliah di Universitas Negeri Gfu yang teletak sekitar 500 km arah barat Kota Tokyo. Yang diikuti adalah program Bachelor Course selama 4 tahun dan kemudian meneruskan Master Course selama 2 tahun dengan beasiswa lain dari Yayasan di Jepang. Hingga lulus tahun 1998 ia pulang ke tanah air yang ketika itu terdapat kerusuhan 14 Mei 1998. Kondisi yang tidak menentu, tahun 2005 setelah pulang dari ibadah haji bersama keluarga ia putuskan untuk ke Jepang supaya bisa leluasa melakukan penelitian.

“Saya mengikuti ujian masuk beasiswa Monbukagakusho dan meneruskan program Doctoral Course di Perguruan Tinggi yang sama. Sebelum masuk dalam program Doctoral Course saya sempat menjadi Research Student selama setengah tahun dan setelah masuk program Doctoral Course, selain kegiatan riset saya dipekerjakan juga sebagai Teaching Assistance dan juga sebagai Research Assistence di Perguruan Tinggi tersebut. Beberapa penghargaan pernah saya terima selama program Doctoral Course diantara Analytical Science Hot Article Award dan Asia Young Analytical Chemist Poster Award,” sambungnya.

Lulus Doctoral Course tersebut, ia langsung bekerja di Lembaga Penelitian dan Riset Pemerintah Daerah Gifu Jepang selama setengah tahun sejak tahun 2009 sebelum akhirnya diangkat menjadi Assistance Professor di Hamamatsu University School of Medicine sejak 2010 hingga saat ini.

“Hingga tahun 2016 ini, berarti secara total saya telah mengalami hidup dan tinggal di Jepang selama 18 tahun. Dalam kehidupan sehari-hari saya dan keluarga sering membaur dengan kehidupan masyarakat Jepang, mengenalkan budaya Indonesia dan juga tentang Islam,” terang Kang Anang.

Walaupun lama di Jepang, ia masih teringat jelas bagaimana studi di SMASA. Karena bukanlah tipikal orang yang ambisius dan aktif mencari teman, ia awalnya hanya bergaul dengan sesama alumni SMPN 1 Bojonegoro. Tampaknya Allah telah mentakdirkan bertemu dan berinteraksi dengan mereka. Persahabatan dimulai karena kebetulan mereka menjadi teman sekelas, ada juga karena teman se-ekstrakulikuler, teman sehobby dan lain-lain. Dari persahabatan itu saya merasakan ada berbagai hal baru yang secara alami diserap. Tanpa disadari sedikit demi sedikit waktu selama tiga tahun di SMASA telah mengubah menjadi siswa yang hampir serba bisa, termasuk mengubah kepribadian yang awalnya pemalu menjadi pemberani.

Ada moto pribadi yang selalu dibawa, yakni “Tidak ada istilah terlambat. Bila ingin menjadi baik, berkumpulah dengan orang-orang baik. Jika ingin pandai, berkumpulah dengan orang-orang pintar dan jika ingin soleh berkumpulah dengan orang-orang yang bertakwa.”

“SMAN 1 Bojonegoro adalah sekolah yang sangat berkualitas, dan itu mungkin baru saya sadari setelah saya lulus dan bisa bersaing dengan alumni-alumni SMA lain se Indonesia. Jadi, bagi yang masih belajar disana, tetap semangat dan semakin rajin,” pungkasnya. [mad] 

*Siswa SMAN 1 Bojonegoro dan Penulis Buku "Alumni Inspiratif SMANSA"

Tag : profil, sosok, alumni SMASA



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat