21:00 . Muhammadiyah Bojonegoro Serukan Pilih Cabup yang Bersedia Dengar Suara Rakyat   |   19:00 . Dipindah ke Lapas Bojonegoro, Napi Teroris Dikawal Ketat Densus 88 AT Polri   |   16:00 . Gebyar Milenial dan Gen Z, Acara untuk Generasi Muda Bojonegoro   |   14:00 . Tim PkM Dosen UNUGIRI Berikan Pendampingan P5 dan PPRA di Lembaga Pendidikan   |   13:00 . Wujudkan Lansia Bermartabat, PD 'Aisyiyah Bojonegoro Gelar Lokakarya Kelanjutusiaan   |   12:00 . Tim KKN 44 UNUGIRI Observasi di Desa Grabagan   |   06:00 . Menilik Pasukan Kopi Rakyat Jelita Pada Kompetisi Nyethe Rokok Kenduri Cinta 2 Wahono-Nurul   |   21:00 . Barisan Muda Bangga Bojonegoro Siap Menangkan Wahono-Nurul   |   20:00 . Setyo Wahono ajak Ketum PP.Ansor, Addin Jauharudin Bermain Fun Badminton   |   19:00 . Empat Kades Terdakwa Korupsi Pembangunan Jalan di Bojonegoro Dituntut 5 Tahun Penjara   |   18:00 . Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Dua Pembangunan Jalan di Bojonegoro Disidik Kejaksaan   |   17:00 . Judi Online Sebabkan 978 Pasangan di Bojonegoro Cerai   |   16:00 . Jumping Teknologi, Wenseslaus Manggut: Tantangan dan Peluang Industri Media Digital   |   15:00 . Suwarjono: Media Lokal saat ini Tidak Baik-baik Saja, Inilah Tantangan di Tengah Digitalisasi   |   14:00 . Wakil Wamen Komdigi Nezar Patria Lantik Pengurus AMSI Jatim 2024-2028   |  
Fri, 22 November 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Prof. Dr. Soetojo dr. S.Pu(K) – (Ketua Ikatan Ahli Urologi Jatim)

Cah Jonegoro yang Pengejar Mimpi

blokbojonegoro.com | Tuesday, 21 March 2017 17:00

Cah Jonegoro yang Pengejar Mimpi

Pengirim: Diffaryza Zaki Rahman*

blokBojonegoro.com - Dia hanyalah seorang bocah seperti kebanyakan. Apalagi, ia lahir di desa yang masyarakatnya secara umum ‘enggan’ untuk mengejar ilmu pendidikan tinggi. Namun, kini ia merupakan salah satu profesor dan dokter ternama di Provinsi Jawa Timur, bahkan Indonesia. Ia adalah Prof. Dr. Soetojo dr. S.Pu(K). Prof Toyo (panggilan akrabnya), juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Cah ndeso satu ini berhasil mengukir prestasi bagi dirinya sendiri dan mengharumkan daerah asalnya. Dan dengan kemauan dan semangat belajar yang kuat, ia berhasil menggapai cita-cita, sesuatu yang sudah ia dambakan sejak kecil.

Dokter Toyo lahir di Desa Nduyungan, Kecamatan Sukosewu, Bojonegoro, pada 8 Juni 1956, dan merupakan anak kedua di keluarganya. Secara umum, Dokter Toyo tak berbeda dengan anak-anak seusianya ketika itu. Namun yang membedakan adalah dalam diri Toyo kecil sebenarnya terdapat impian yang sangatlah besar. Dokter Toyo merupakan anak seorang Kepala Sekolah. Ayahnya, mengajarkan arti kedisiplinan dan kemandirian. Bahkan ketika Dokter Toyo masih kecil, ia sudah terbiasa mandiri dan hidup serba sendiri.

Berawal dari desanya, Dokter Toyo melihat bahwa desanya sangatlah tertinggal. Kepada tim penulis, ia menceritakan bahwa kondisi pada zamannya sangatlah memprihatinkan. Dulu belum ada listrik, apalagi peralatan elektronik nan modern seperti yang biasa digunakan saat ini. Ia terbiasa belajar diterangi lampu teplok atau lampu pijar yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Namun itu semua tak menyurutkan niatnya untuk belajar. Sejak kecil bahkan sudah berani bercita-cita tinggi, menjadi seorang dokter untuk memajukan desanya, terutama di bidang kesehatan.

Naluri dan semangat belajar yang ada dalam diri Dokter Toyo sudah terlihat semenjak ia mengenyam pendidikan tingkat dasar di SDN Nduyungan. Ketika lulus pada tahun 1966, banyak temannya kala itu memutuskan berhenti sekolah dan menikah. Hal ini sangatlah lazim di zamannya dulu. Namun tidak dengan Dokter Toyo, ia tetap berada di ‘jalan yang benar’ untuk menggapai pendidikan impiannya.

Berbekal tekad yang kuat, ia mendaftar di SMPN 1 Bojonegoro yang merupakan sekolah tingkat menengah pertama terbaik di Kabupaten Bojonegoro pada masa itu. Masalah yang baru pun ia hadapi, yakni jarak. Maklum saja, jarak antara sekolahnya yang berada di kota dengan desanya terpaut lebih dari 15 kilometer. Solusinya sederhana saja, ia indekost di salah satu rumah yang dekat dengan sekolahan. Pada masa awal SMP, ia sempat minder karena ia tak mengenali siapapun di SMPN 1. Kawannya yang satunya lagi dari Nduyungan, memutuskan belajar di SMPN 2.

“Saya dulu sempat minder dan tak percaya diri sama sekali, karena ia adalah satu-satunya anak dari desanya yang sekolah di SMPN 1,” kata Dokter Toyo.

Soetojo menceritakan, dengan semangat dan self determination yang kuat ia berhasil mengatasi semua itu. Pada tahun 1972, Dokter Toyo lulus dengan nilai yang memuaskan. Ia pun melanjutkan ke jenjang SMA dengan mengenyam pendidikan di SMAN 1 Bojonegoro (yang masih bernama SMAN  Bojonegoro). Toyo resmi menjadi alumus 3 tahun kemudian, tepatnya pada 1975 ia telah lulus dari SMAN Bojonegoro.

Selepasnya dari SMA, ia memperjuangkan mencapai cita-citanya, menjadi dokter. Ia pun mendaftar di 3 PTN sekaligus dengan jurusan Fakultas Kedokteran. Masing-masing di Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya dan Universitas Gajah Mada. Dan hasilnya pun sangat mengesankan, di ketiga PTN tersebut ia diterima. Kemudian ia pun memilih UNAIR sebagai “pelabuhan” dan tempat ia memulai pendidikan dokternya. Ketika ditanya tim penulis apa alasannya memilih UNAIR? Dengan tegas ia menjawab, bahwa sudah sejak SMP dirinya ingin masuk UNAIR. Ia menuturkan bahwa ayahnya sering mengajaknya pergi ke Surabaya. Dan disana banyak sekali mobil dengan kaca belakang berstiker “Airlangga University”.

Sejak saat itu, ia selalu berdoa agar diterima di UNAIR, lebih tepatnya di Fakultas Kedokterannya. Sebuah doa yang selalu ia ‘selipkan’ di setiap salat. Ia mengisahkan, fakultas dokter zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang. Sekarang kuliah S1 FK hanya membutuhkan waktu selama rata-rata 5 tahun.

Di zamannya bisa lebih lama. Ia sendiri menghabiskan waktu hampir 7 tahun sebelum dinobatkan sebagai sarjana kedokteran. Ia kemudian menjalani masa pengabdian selama 4 tahun di Bali. Benar-benar waktu yang lama jika dibandingkan dengan masa internship sekarang yang hanya bertempo setahun saja. Di Bali inilah, ia mengukir prestasinya kala pertama. Ia dinobatkan sebagai dokter teladan di Puskesmas Tabanan.

Setelah melalui masa internship ia kemudian mengejar pendidikan yang lebih tinggi lagi, yakni spesialis atau setara S2. Ia kembali ke universitas ‘dambaannya’ dan mengambil jurusan Spesialis Urologi selama 6,5 tahun di UNAIR. Pada tahun 1997, ia lulus dan langsung ditugaskan di RS dr. Soetomo, Kota Surabaya. Sambil mengingat masa lalunya, Dokter Toyo melanjutkan cerita. Bahwa pada tahun 2001 ia dikirim ke Chukai University, Tokyo, Jepang untuk mengikuti pendidikan fellowship. Kemudian, masih pada 2001 ia kembali mengejar pendidikan. Ia ‘duduk’ dibangku sekolah, tepatnya dalam studi S3 FK UNAIR guna mengejar gelar doktor. Tahun 2004, Dokter Toyo resmi menjadi doktor.

Sejak saat itu, kariernya semakin menanjak dan lancar. Tahun 2008, Dokter Toyo dikukuhkan menjadi Guru Besar UNAIR bergelar Profesor. Sebelumnya, tahun 2007 ia ‘dinobatkan’ menjadi Wakil Dekan III FK UNAIR, sebuah jabatan yang ia pegang hingga tahun 2010. Kemudian masih dalam tahun 2010, ia dijadikan Kepala Departemen Urologi FK UNAIR, sebelum akhirnya naik jabatan menjadi Dekan FK UNAIR tahun 2015.

Ketika ditanya soal keluarga, Dokter Toyo menceritakan bahwa keluarga adalah segalanya. Mereka teman dah sahabat bagi dirinya dalam setiap waktu. Tahun 1987 ia menikahi Prof. Dr. Dwi Retnaningtyas S.Pros. Dari pernikahannya ini, ia dikaruniai tiga anak yang semuanya juga dokter. Anak pertama adalah dr. Sinta Dewi R.S., kemudian yang tengah dr. Dian Paramita O.S., dan si bungsu dokter muda Bagus Wibowo S. Sementara ini ia juga telah memiliki satu cucu, yakni Marci Maheswari Pratama yang menggemaskan.

Sejak masih kecil, Dokter Toyo dikenal suka sekali belajar. Ia menuturkan bahwa ia ingin sekali sukses dan dapat membantu perkembangan desanya kelak. Kepada penulis, ia berbagi tips belajar dengan efektif ala dirinya. Ia menulis rumus-rumus pelajaran dan pokok-pokok babnya dalam kertas yang selanjutnya ditempelkan di kamar. Jadi, tiap kali ia ingin mengulang satu atau dua bab, ia cukup melihatnya di dinding kamarnya. Kemudian saat ditanya, apa inspirasi yang membuatnya sangat semangat belajar? Ia menjawab bahwa Allah SWT pertama kali mewahyukan perintah membaca/belajar bagi Nabi Muhammad SAW. Oleh karena dasar itulah Dokter Toyo menganggap ilmu harus digapai setinggi-tingginya. Bahkan anak ndeso pun wajib dan berhak memperoleh pendidikan tinggi.

Dokter Toyo juga berbagi resep agar bisa mengejar kesuksesan. Menurutnya, semangat juang juga sangatlah diperlukan dalam menggapai sukses. Contohnya adalah dia sendiri yang sejak kecil terbiasa bangun pukul 03.00 WIB dinihari dan diajak ayahnya ke sawah. Di sawah, jam 3 pagi laksana ‘bel berdering’ bagi para petani untuk bekerja. Disanalah ayahnya mengajarkan arti perjuangan hidup dan kisah-kisah hidup. Disamping itu semua, ia menambahkan bahwa mencari ilmu janganlah hanya dari pendidikan formal saja. Secara pribadi Dokter Toyo menyarankan pada anak-anak muda agar juga ‘menggeluti’ atau bergabung dengan organisasi sosial. “Karena organisasi itu penting untuk membentuk jiwa sosial kita” ujar Ketua IAUI (Ikatan Ahli Urologi) Jatim ini.

Ketika ditanyai, apa saja kesan atau memori yang paling terasa saat belajar di SMASA? Sambil mengingat masa lalunya, ia menjelaskan bahwa ia menyukai pelajaran Fisika. Dan ia dekat dengan salah Pak Hadi, guru fisikanya. Dikatakan, bahwa Pak Hadi memiliki buku, soal dan rumus-rumus yang berbeda dengan yang siswa miliki. Ia berusaha mencarinya namun tak ada di perpustakaan atau manapun. Kemudian kakak sulungnya yang tengah belajar di ITS, membawakannya sebuah buku dari kampusnya yang ternyata sama dengan yang digunakan oleh Pak Hadi. Akhirnya ia bisa mengerjakan soal Fisika dengan lancar dan benar.

Kepada ‘adik-adik’ kelasnya yang masih belajar di SMAN 1 Bojonegoro, ia menitipkan pada penulis beberapa pesan. Menurutnya, anak muda harus memiliki skill dan keterampilan yang lebih baik daripada lainnya. Terutama pada anak-anak SMASA yang menurutnya merupakan SMA terbaik di Bojonegoro. Ia mengatakan bahwa pintar bukan jaminan untuk sukses. Meskipun ranking 1 di kelas tapi belum tentu itu bisa melancarkan semuanya.

Anak muda menurutnya haruslah dan wajib ikut kegiatan organisasi sosial demi tumbuhnya ilmu kemasyarakatan dan sosial yang tak diajarkan di sekolah. Anak SMA harus bisa menembus perguruan tinggi favoritnya dan melompati sebuah ‘tembok besar’ nanti di masa kuliah. Tembok besar itu adalah kemampuan beradaptasi, karena kondisi di masa kuliah akan benar-benar berbeda dari masa SMA yang dijalani. Diakhir kata, ia mendoakan semoga semua yang masih belajar di SMAN 1 Bojonegoro dapat menggapai cita-citanya masing-masing. Terima kasih Pak Toyo! [mad]

*Pengirim adalah siswa SMAN 1 Bojonegoro dan Penulis Buku "Alumni Inspiratif SMASA

Tag : profil, dokter, SMAN 1



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat