Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Jalan Lurus Kang Samin (1)

Sebulan Bersama Kang Samin

blokbojonegoro.com | Saturday, 27 May 2017 06:00

Sebulan Bersama Kang Samin

Oleh: Muhammad A. Qohhar*

Pagi itu, Kang Samin duduk termenung di tepi Bengawan Solo. Matanya menerawang jauh, melihat bayangan sesosok manusia. Entah laki-laki atau perempuan, ia tidak seberapa mengenali. Maklum, usia Kang Samin sudah menginjak 50 tahunan, atau setengah abad.

"Kang, mek opo awakem kok ngelamun (Kang, sedang apa kamu kok merenung)," kata Kang Sabar membuyarkan lamunan Kang Samin.

Karena kaget, Kang Samin hampir terhenyak untuk bangkit. Tetapi, belum sempat akan berdiri, pundaknya telah ditahan Kang Sabar. "Sudah, duduk saja, dilanjut melihat orang mandinya," celetuk Kang Sabar sambil tertawa terkekeh.

Mendengar celotehan teman bicaranya, Kang Samin yang sehari-harinya menghabiskan waktu menambang pasir secara manual itu hanya bengong. Ia semakin tidak berkedip melihat bayangan yang bertambah jelas tersebut, walaupun berada di seberang bengawan. Jaraknya sekitar 150 sampai 200-an meter dari tempatnya duduk di bawah pohon pisang.

"Kang, woiiii....," bentak Kang Sabar.

"Iya Sabar, jangan keras-kerang. Aku tidak tuli lho ya," jawabnya sambil menggeser duduk beberapa jengkal ke kiri.

Melihat polah temannya itu, Kang Sabar hanya menggelengkan kepala. Ia cengar-cengir sambil mengeluarkan rokok kretek dan korek api dari sakunya. Kang Samin masih sibuk memastikan orang yang dipandangi dari kejauhan. Rambutnya sebahu, dengan kemben alias jaritan, dan membawa bak plastik warna hitam. Kelihatannya wanita itu ingin mencuci dan mandi di bengawan.

"MasyaAllah, wong weduk kuwi ape adus tibae (MasyaAllah, orang perempuan itu mau mandi." Kang Samin terkejut dan membuang muka sambil menoleh ke kanan. Ia bertembah terkejut, karena melihat sahabat karibnya itu tengah mau menyalakan rokok kretek produksi lokal desanya.

"Sabar, gendeng kowe. Lha ora poso to piye awakmu, kok ape ngrokok (Sabar, gila kamu. Apa tidak puasa kamu, kok mau menyulut rokok)," sergah Kang Samin sambil tangannya mengambil rokok kretek di mulut Kang Sabar dan terus membuangnya ke bengawan.

"Ya Allah, ampuni hambamu ini yang kurang sabar dan pelupa," Kang sabar menyebut dalam-dalam dengan menepuk dada dan memandang satu linting rokok yang hanyut bersama aliran sungai terpanjang di Pulau Jawa tersebut.

Suasana hening di pagi itu. Jam baru menunjukkan pukul 06.00 WIB. Bengawan yang biasanya ramai pencari pasir untuk dinaikkan ke perahu, menjadi sepi. Mungkin karena penambang puasa semua? Atau mereka malu untuk tetap beraktivitas yang dekat dengan batalnya puasa?

"Terima kasih Kang Samin, sudah mengingatkanku. Untung saja, kalau tidak kamu ingatkan bisa celaka puasaku. Padahal ini hari pertama bulan suci Ramadan," jelas Kang Sabar sambil memeluk Kang Samin.

"Sabar, ngak usah peluk-peluk, entar batal puasaku," sergah Kang Samin sambil menampik pelukan Kang Sabar.

Bengong. Itulah mimik muka Kang Sabar, saat dibilangi Kang Samin seperti itu. Sebab, selama ia tahu, dipeluk laki-laki tidak membatalkan puasa. Ia masih bingung dan menggaruk kepalanya. Walaupun, di kepalanya tidak terasa gatal. "Kang Samin, masak tak peluk saja batal puasanya? Kan kita bersahabat to?" protes Kang Sabar.

Kang Samin hanya diam, membisu dan mematung. Matanya jauh memandang dan melihat perahu milik juragannya yang tertali di bambu tepi bengawan. Mulai hari ini sampai lebaran nanti, ia ingin mencari pekerjaan lain dan tidak menyelam di air untuk mengambil pasir. Sebab, jika ia tetap memaksa menyelam, secara otomatis dirinya dekat dengan sesuatu yang bisa membatalkan puasa.

"Sabar, bisa saja kamu peluk membatalkan puasa. Karena saat berpelukan aku ingat macam-macam, lak bahaya. Kita ketika puasa harus menjauhi hal-hal yang bisa mendekatkan pada yang membatalkan. Seperti melihat perempuan yang bukan muhrim, menjaga barang tidak masuk di lobang-lobang tubuh kita, dan melakukan maksiat."

Kang Samin mencoba menasihati. Kang Sabar sesekali mengangguk dan ia tetap diam, sambil memandangi secara terus-terusan perempuan setengah baya di seberang yang tengah mandi.

"Lha yang kamu pandang itu juga bisa membatalkan puasa lho. Aku tadi hanya melihat sekilas dan tidak berkedip, jadi masih rezeki, karena tidak sengaja. Kalau dipandang terus-terusan baru tidak boleh dan maksiat," pungkas Kang Samin sambil menarik baju Kang Sabar untuk diajak pulang.

"Sudah-sudah, ayo pulang. Entar godaannya lebih banyak di sini. Eh Sabar, selama satu bulan ini ayo diskusi sama aku ya tentang hal positif dan ringan. Daripada kita rasan-rasan atau ngerumpi disaat puasa," tambah Kang Samin.

Jalur setapak dilalui. Mereka berdua berjalan beriringan di lahan milik Solo Valey yang tengah ditanami jagung oleh warga. "Kang, berarti satu bulan bersama Kang Samin, gitu?" tanya Kang sabar.

"He'em (iya)," jawab singkat Kang Samin. [mad]

Tag : cerpen ramadhan, kang samin



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini