Jalan Lurus Kang Samin (2)
blokbojonegoro.com | Sunday, 28 May 2017 06:00
Oleh: Muhammad A. Qohhar*
blokBojonegoro.com - Byuurrrrrr. Suara itu terdengar tidak jauh dari Kang Samin duduk. Kang Sabar telah melompat ke air yang ada di Bengawan Solo. Ia mandi di pagi buta yang sebenarnya masih cukup dingin. Sambil bersiul, Kang Sabar menikmati bermain air yang cukup jernih dan tidak seberapa deras arusnya itu. Maklum, saat memasuki musim kemarau air surut cukup signifikan.
Kang Samin terus memandingi tingkah Kang Sabar yang seperti anak-anak lagi. Padahal umur mereka sudah separuh abad dan di kepala telah penuh uban yang mengganti warna rambut hitamnya.
"Ealah anak kecil. Ngak tau dingin, di pagi hari sudah bluron (bahasa lokal yang berarti berenang)," gumam Kang Samin dengan merapatkan sarung yang sejak tadi dipakai memakai tutup seluruh tubuh.
Setelah sahur, Kang Samin memilih untuk mengaji dua juz di surau atau musala dekat rumahnya. Setelah itu baru jalan-jalan dan seperti biasa menuju ke tepi bengawan untuk bersantai. Bengawan selama ini sudah seperti liuk alur cerita hidupnya. Pagi sampai sore, ia menghabiskan waktu di bengawan untuk menambang pasir dan dijual ke truk yang sudah antre berjajar di bibir bengawan.
"Sabar, segera naik ke tepian, entar batal puasamu. Eh, Sabar, woiii Sabar," panggil Kang Samin sampai sedikit berteriak.
Usia Kang Samin lebih tua dua tahun dari Kang Sabar, sehingga ia terbiasa memanggil namanya saja. Mereka berdua bertetangga dan telah berkarib cukup lama. Namun, untuk urusan mencari penghidupan keluarga, Kang Samin memilih menambang pasir, sedangkan Kang Sabar jadi tukang ojek di pangkalan dekat pasar desa. Tetapi sesekali Kang Sabar juga mencari barang bekas di rumah-rumah warga.
"Ayo kang kesini. Segar sekali airnya. Enak lho puasa-puasa mandi seperti ini," jawab Kang Sabar.
Setelah mengajak Kang Samin, Kang Sabar malah menyelam. Ia muncul lagi sambil kepala menengadah ke atas dan menyemburkan air dari mulutnya. Ia mengulangi beberapa kali, dan hal itu menambah bingung Kang Samin yang sampai menggelengkan kepala.
Cukup puas bermain air, Kang Sabar akhirnya menyudahi mandi dan segera mengenakan sarung dan bajunya kembali. Ia naik ke atas dan duduk di samping Kang Samin yang sejak tadi mematung. Mereka berdua duduk di atas kayu jati kering sebesar rangkulan orang dewasa yang ditemukan penambang dari dasar bengawan.
"Enak banget ya kang, pagi-pagi mandi dan sambil menyelam di air. Apalagi, membasahi mulut yang sudah mulai mengering." Ucapan Kang Sabar membuyarkan lamunan Kang Samin. Ia sebenarnya malas menjawab pertanyaan atau lebih tepatnya statemen dari karibnya itu.
"Iya memang, Sabar. Tapi bisa membatalkan puasa itu perilaku yang sudah kamu lakukan tadi. Bermain air di mulut, entar ada sedikit yang masuk ke tenggorokan, maka batal puasamu," jawab Kang Samin.
"Masak gitu Kang, kan tidak sengaja masuknya," tambah Kang Sabar beralasan.
Kang Samin terdiam. Ia beberapa kali menggelengkan kepala dan mulai menjelaskan kepada Kang Sabar jika yang dilakukannya tadi diawali dari kesengajaan. Yakni, ia memainkan air di mulut itu sengaja dan mandi itu juga sengaja. Jadi, diawali dari kesengajaan itu, bisa menimbulkan hal-hal yang membatalkan puasa jika perilaku menyebabkan ada barang atau benda masuk dari lubang-lubang di tubuh.
"Heemmmm, begitu ya kang. Tapi enak banget lho kang. Mulut jadi dingin dan jika ada yang masuk sedikit, segaarrr." Kang Sabar masih berusaha mengelak, walaupun sebenarnya sudah mulai mengerti.
Kang Samin menepuk pundak sahabatnya itu. Ia berharap, Kang Sabar sesuai dengan namanya, lebih sabar. Apalagi, di bulan Ramadan harus lebih bisa menjaga sikap dan perilaku. Sehingga, bisa menjadi pribadi mulia dan menuntaskan menjaga hawa nafsu sebulan penuh. [mad]
Tag : sastra, religi, ramadan
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini
Loading...