08:00 . Bekali KKG MI Malo, Dosen Unugiri Berikan Pendampingan Pembuatan E-Modul dan Formative Assessment Tools   |   16:00 . Berkat KUR, Pasutri Ini Sukses Bisnis Hasil Olahan Rumah   |   15:00 . Realisasi Dana Desa di Bojonegoro Capai 97.81 Persen   |   14:00 . Bertekad Bantu Warga, Kepala Desa di Bojonegoro Sukses Jadi Agen BRILink Jawara   |   13:00 . Perluas Dukungan Lingkungan Akademik, Hulu Migas Hadir di Pameran SINOX-01   |   22:00 . Survei ARCI: Elektabilitas Wahono-Nurul 75,5%, Teguh-Farida 19,6%   |   21:00 . Tingkatkan Derajat Kesehatan Pekerja Lewat Program Atraktif, Pertamina EP Cepu Catatkan Rekor Muri   |   20:00 . Gebyar Milenial dan Gen Z Bojonegoro Berlangsung Meriah   |   18:00 . Tim Pemenangan Teguh-Farida Akui Tak Tahu Kampanye ‘Bojonegoro Klunting’ di Kepohbaru   |   16:00 . Kampanye Hari Terakhir Pilbup Bojonegoro Berujung Ricuh, Warga Saling Lempar Batu   |   15:00 . 22 TPS di Sekar Bojonegoro Sulit Dijangkau, Ada yang Gegara Jembatan Putus   |   12:00 . Peringati Hari Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Dinkes Bojonegoro Ajak Warga Jaga Kesehatan Paru   |   23:00 . Ribuan Warga Bojonegoro Mlaku Bareng Khofifah-Emil dan Wahono-Nurul   |   19:00 . Diduga Tak Netral, PMII Bojonegoro Minta Ketua Bawaslu Mundur   |   17:00 . Beredar Foto Ketua Bawaslu Bojonegoro Berkaos PDI-P, Benarkah?   |  
Mon, 25 November 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Jejak Sang Penyebar Islam (2)

Santri Kinasih dan Masjid Mbah Sabil di Klotok

blokbojonegoro.com | Sunday, 28 May 2017 17:00

Santri Kinasih dan Masjid Mbah Sabil di Klotok

Reporter: Parto Sasmito

blokBojonegoro.com -
Semasa hidupnya, dua tokoh penyebar agama Islam di Desa Kuncen, Kecamatan Padangan, Bojonegoro, Mbah Sabil dan Mbah Hasyim, mendirikan pesantren yang menjadi satu dengan komplek masjid Mbah Sabil. Tidak ada data pasti berapa jumlah dan dari mana saja santri yang mengaji di pesantren tersebut.

Baca juga: [Asal Mula Kuncen, dari Mbah Sabil dan Mbah Hasyim]

Salah satu penyusun buku Mbah Menak Anggrung, Furqon Azmi kepada blokBojonegoro.com menceritakan, Mbah Sabil mempunyai beberapa santri kinasih, yakni santri yang sangat dikasihi dan disayangi. Beberapa nama santri tersebut, di antaranya adalah Mbah Kiai Abdurrohman Klotok yang tak lain ialah cucu dari Mbah Sabil, Mbah Kamaludin, Mbah Maemuddin (Imamuddin), Mbah Jaenuddin (Zaenuddin) dan Mbah Moyumuddin (Muchyidin).

"Data tentang santri Mbah Sabil memang sangat minim. Ada satu cerita menarik tentang salah satu santri kinasih. Yakni Mbah Kamaluddin," terang putra dari juru kunci makam Mbah Sabil dan Mbah Hasyim, KH Khanifuddin itu.

Mbah Kamaluddin pada waktu itu menjadi lurah pondok di pesantren Mbah Sabil. Lurah pondok mempunyai kegemaran mencari ikan dengan mbesang atau memasang wuwu atau alat penangkap ikan dari bambu. "Di tempat beliau biasa mbesang itu kini adalah Dukuh Mbesangan," jelasnya.

Pada suatu ketika, Mbah Kamaluddin berharap mendapatkan ikan kemudian memeriksa wuwu alias bubu yang telah dipasangnya. Ternyata, yang didapatinya adalah seekor anak buaya, orang Jawa menyebutnya krethe. Anak buaya itu, kemudian dipelihara dan ditempatkan di blumbang  alias kolam yang biasa dipakai para santri untuk mencuci, wudhu dan mandi. Tempatnya di dekat pondok.  Banyak santri-santri yang lain yang senang memberikan pakan kepada anak buaya itu dengan sisa makanan, terutama intip, yakni nasi yang gosong.

Seiring berjalannya waktu, anak buaya itu pun menjadi besar dan menakutkan. Karena khawatir dengan kenyamanan dan keamanan pondok, pada satu kesempatan, Mbah Sabil menyinggung tentang buaya milik Mbah Kamaluddin yang membuat takut para santri. Meskipun dengan berat hati, Mbah Kamaluddin dibantu santri-santri yang lain memindahkan buaya yang diberi nama Destoroto itu ke Bengawan Solo dengan cara dibopong.

Konon menurut penuturan dari kyai-kyai sepuh, saat banjir melanda Desa Kuncen, mereka melihat sendiri ada buaya yang muncul di sekitar makam Mbah Kamaluddin. Buaya itu kadang juga muncul di sekitar Dukuh Mbesangan dan Dukuh Slumbung. "Makam Mbah Kamaluddin ada di Oro-oro Bogo. Tempatnya  di bagian selatan Desa Kuncen," tegas Furqon.

Masjid Mbah Sabil di Klotok

Meskipun sejarah penyebaran islam Mbah Sabil lebih banyak di Desa Kuncen, namun masjid peninggalan beliau saat ini tidak lagi ada di desa tersebut, melainkan di desa tetangga. Untuk menuju ke masjid yang juga satu komplek dengan makam cucu beliau, Mbah Abdurrohan Klotok, tepat di sebelah barat Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) di Desa Banjarejo ada jalan masuk ke utara. Lokasinya sekitar 1 kilometer dari jalan raya tersebut.

Letak masjid tidak di pinggir jalan poros desa. Tetapi ada gapura di timur jalan yang menunjukkan  jalan masuk menuju lokasi dengan nama Masjid KH Abdurrohman Klotok. Jalan kaki melalui gapura itu, ada makam Mbah Abdurrohman Klotok yang ada di barat masjid. Bagi peziarah yang ingin masuk ke dalam tempat makam, bisa meminjam kunci terlebih dahulu di toko yang tepat ada di depan gapura masuk.

Masjid KH Abdurrohman Klotok dulunya adalah Masjid Mbah Sabil yang ada di Desa Kuncen. Sebab, bekas masjid yang sekarang ini sudah tidak ada. "Kalau titik bekas masjid Mbah Sabil di Kuncen sekarang kemungkinan ada di tengah bengawan. Sebab, tebing bengawan terus digerus air hingga menjadi lebar seperti saat ini," papar Furqon.

Pria yang akrab disapa Iponk itu menjabarkan, pada masanya dulu sepeninggalan almarhum Mbah Sabil dan Mbah Hasyim, pesantren dan masjid Mbah Sabil lama kelamaan menjadi sepi dan tak terurus. Bahkan, masjid itu tak lagi dipakai oleh warga. Akibatnya, tempat ibadah itu menjadi sangat kusam, berdebu bahkan banyak kotoran ayam.

Suatu hari di waktu Duhur, salah satu santri kinasih yang juga cucu dari Mbah Sabil, yakni Mbah Abdurrohman menyambangi masjid tersebut. Alangkah kaget dan geramnya beliau melihat kondisi masjid peninggalan kakeknya yang sangat berjasa menyebarkan agama Islam di Kuncen menjadi tak terurus. Karena dianggap mubazir, kemudian oleh Mbah Abdurrohman masjid itu diboyong ke dukuh Klotok, yakni tempat berdiri hingga saat ini. Tak lama setelah masjid selesai diboyong, Mbah Abdurrohman wafat dan dimakamkan di barat masjid itu.

Ada satu cerita menarik tentang benda yang ada di masjid itu, yakni bedug dan kentongan. Bedug Masjid Mbah Sabil, terbuat dari kayu jeblungan dan kentongan dari kayu otok, karena di sekitar masjid dulunya banyak ditumbuhi otok. Pada masa pemerintahan Bupati Bojonegoro, Raden Adipati Aryo Rekso Kusumo (1890-1916), bupati meminta bedug masjid tersebut dan rencana pengiriman melalui Bengawan Solo.

"Cerita dari orang tua, perahu hanya berputar-putar saja sampai berhari-hari di tempat itu. Menurut kepercayaan, bedug itu tidak boleh dipindahkan ke mana-mana, akhirnya dikembalikan lagi ke masjid," sambungnya.

Nasab, Silsilah, Putra dan Putri Mbah Sabil

Menurut Habib Lutfi Pekalongan dan almarhum Mbah KH.  Abdurrohman (salah satu dari mursyid Pesantren Thoriqot Naqsabandiyah Rowobayan), yang dituliskan dalam buku Mbah Menak Anggrung perintis islam pertama di Desa Kuncen, Padangan Bojonegoro, Mbah Sabil mempunyai nama asli Pangeran Adiningrat Dandang Kusuma. Beliau adalah putra dari Benawa (bukan Benowo). Ayah Mbah Sabil mempunyai saudara laki-laki bernama Sumahadi Negoro atau Condrodinegoro yang tak lain adalah ayah dari Mbah Kiai Mutamakkin Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.  Beliau adalah seorang ulama pada masa pemerintahan kerajaan Solo, sekitar tahun 1719 sampai 1749, yaitu masa Sunan Amangkurat IV sampai masa pemerintahan Sunan Paku Buana II.

Ayah Mbah Sabil adalah cucu Sunan Amangkurat I atau dikenal sebagai Sunan Tegal Wangi yang dulu oleh Belanda difitnah sebagai pembunuh kyai-kyai di Jawa Tengah. Sunan Tegal Wangi adalah keturunan ke IV dari ki Ageng Saselo atau Ki Ageng Selo. Ki Ageng Saselo sebenarnya memiliki nama Kiai Ageng Ngabdul Rakhman yang berdiam di Seselo.

Sedangkan keturunan dari Mbah Sabil sendiri, dari data tulisan tangan atau prasasti Mbah Kiai Ahmad Rowobayan, Mbah Sabil mempunyai dua putra dan dua putri. Tetapi untuk data tentang istri Mbah Sabil, belum ditemukan data yang pasti.

Keturuan pertama Mbah Sabil adalah Kyai Saban yang mempunyai 4 anak, Kiai Abdurrohman Klotok (yang memindahkan Masjid Mbah Sabil), Kiai Uju, Nyai Gedong dan Kiai Wahid. Dari Kiai Uju, menurunkan mbah Kiai Ahmad Rowobayan.

Anak ke dua Mbah Sabil, yaitu Nyai Samboe Lasem. Tidak ada yang tahu pasti nama aslinya, karena beliau adalah istri dari Kiai Samboe Lasem, Rembang. Kiai ini disebut  Muhammad Syihabuddin dan dikenal sebagai Pangeran Syihabuddin Samboe Digda Diningrat. Menantu Mbah Sabil ini, keturunan Sultan Hadiwijaya yang biasa dikenal dengan Djaka Tingkir. Pemuda dari Tingkir (desa yang terletak di tenggara Salatiga pada tahun 1568), adalah putra dari Adipati Pengging Pangeran Handayaningrat. Djaka Tingkir menjadi raja Pajang pertama dan terakhir dengan gelar Sultan Hadiwijaya dan sukses mengislamkan Pasuruan dan sekitarnya.

Anak ke tiga Mbah Sabil, adalah Moyo Kerti atau Nyai Abdul Jabbar. Beliau istri dari Kiai Abdul Jabbar yang makamnya ada di Nglirip, Jojogan, Kabupaten Tuban. Kemudian menurunkan Mbah Iskak Rengel, dari Mbah Iskak menurunkan Mbah Sholah Tsani, pemangku pondok pesantren Qomaruddin Sampurnan, Bungah Gresik. Dan putra ke empat Mbah Sabil adalah Kiai Abdurrakhim Kaliwuluh Sambeng, yang diambil menantu putra wayah R. Rahmad atau Sunan Ampel Gading Surabaya. [ito/mad]
 

Tag : jejak, islam, penyebar



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat