21:00 . Muhammadiyah Bojonegoro Serukan Pilih Cabup yang Bersedia Dengar Suara Rakyat   |   19:00 . Dipindah ke Lapas Bojonegoro, Napi Teroris Dikawal Ketat Densus 88 AT Polri   |   16:00 . Gebyar Milenial dan Gen Z, Acara untuk Generasi Muda Bojonegoro   |   14:00 . Tim PkM Dosen UNUGIRI Berikan Pendampingan P5 dan PPRA di Lembaga Pendidikan   |   13:00 . Wujudkan Lansia Bermartabat, PD 'Aisyiyah Bojonegoro Gelar Lokakarya Kelanjutusiaan   |   12:00 . Tim KKN 44 UNUGIRI Observasi di Desa Grabagan   |   06:00 . Menilik Pasukan Kopi Rakyat Jelita Pada Kompetisi Nyethe Rokok Kenduri Cinta 2 Wahono-Nurul   |   21:00 . Barisan Muda Bangga Bojonegoro Siap Menangkan Wahono-Nurul   |   20:00 . Setyo Wahono ajak Ketum PP.Ansor, Addin Jauharudin Bermain Fun Badminton   |   19:00 . Empat Kades Terdakwa Korupsi Pembangunan Jalan di Bojonegoro Dituntut 5 Tahun Penjara   |   18:00 . Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Dua Pembangunan Jalan di Bojonegoro Disidik Kejaksaan   |   17:00 . Judi Online Sebabkan 978 Pasangan di Bojonegoro Cerai   |   16:00 . Jumping Teknologi, Wenseslaus Manggut: Tantangan dan Peluang Industri Media Digital   |   15:00 . Suwarjono: Media Lokal saat ini Tidak Baik-baik Saja, Inilah Tantangan di Tengah Digitalisasi   |   14:00 . Wakil Wamen Komdigi Nezar Patria Lantik Pengurus AMSI Jatim 2024-2028   |  
Fri, 22 November 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Jejak Sang Penyebar Islam (3)

Mbah Ahmad yang Babat Tanah Rowobayan

blokbojonegoro.com | Monday, 29 May 2017 17:00

Mbah Ahmad yang Babat Tanah Rowobayan

Reporter: Parto Sasmito

blokBojonegoro.com - Dukuh Rowobayan, merupakan bagian dari Desa Kuncen, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. Wilayahnya, berada di bagian selatan desa. Jika dari timur, setelah melewati Langgar Menak Anggrung Pahlawan, sekitar 500 ke arah barat, kemudian masuk gang ke selatan. Sebelum sampai rel, ada jalan masuk ke timur. Di sana, ada makam dari salah satu keturunan Mbah Sabil, yakni Mbah Kiai Ahmad. Makamnya, berada di ruangan sebelah Masjid Darussalam. Semasa hidupnya, Mbah Kiai Ahmad yang membuka tanah di Rowobayan dan turut serta siar agama Islam.

[Baca juga: Santri Kinasih dan Masjid Mbah Sabil di Klotok ]

Salah satu penyusun buku Mbah Menak Anggrung, Perintis Islam Pertama di Desa Kuncen, Padangan-Bojonegoro, Furqon Azmi saat ditemui blokBojonegoro.com menceritakan, pada tahun 1880, Bupati Bojonegoro perioede 1878-1888, Kanjeng RM. Tumenggung Tirta Nata sempat bersilaturahmi ke tempat Mbah Ahmad.

"Saat itu, Mbah Ahmad tempatnya masih di bagian utara Desa Kuncen, dekat dengan tepi Bengawan Solo," terang pria kelahiran 1975 yang pernah mengeyam pendidikan di Amerika itu.

Furqon melanjutkan, dengan melihat kondisi rumah Mbah Ahmad yang ada di tepi bengawan dan rawan longsor, bupati menawarkan dan mempersilakan Mbah Ahmad untuk menempati tanah rawa di selatan Desa Kuncen sebagai hadiah, jika beliau berani menempatinya.

Mbah Ahmad yang saat itu berusia cukup senja, yakni 54 tahun menerima tawaran dari bupati. Tanah itu, awalnya adalah rowo atau rawa yang cukup berbahaya, karena penuh sarang nyamuk, binatang melata seperti lintah, ular dan biawak. Selain itu masyarakat juga mempercayainya angker. Rawa itu distilahkan jalma mara jalma mati, artinya siapa yang datang pasti mati.

Dengan mengucapkan bismillahirrohmaanirrokhim, Mbah Ahmad membuka tanah rawa tersebut. Sebagian besar tanah di sana, kemudian dibuat sawah, lainnya untuk perumahan dan Pondok Pesantrren Thoriqot Naqsabandiyah yang cukup terkenal. Beliau sendiri sebagai mursyid atau gurunya.

"Dari sanalah,  tempat itu menjadi Dukuh Rowobayan. Karena awalnya adalah rawa yang berbahaya," ujar Furqon.

Tentang Mbah Kiai Ahmad Rowobayan, lanjut Furqon, beliau dilahirkan di Kuncen pada Kamis Kliwon tanggal 5 Robiul Awal 1247 Hijriah atau 1826 Masehi. Menurut Mbah KH. Abdurrahman Rowobayan, yaitu cucu dari Mbah Ahmad sekaligus mursyid Thoriqot Naqsabandiyah, lahirnya Mbah Ahmad bersamaan dengan berdirinya Masjid Darul Muttaqin yang saat ini ada di timur perempatan trafict light Padangan.

Ayah Mbah Kiai Ahmad, bernama Kiai Munada yang berasal dari dusun Pendaratan, Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Tanah Bagelen. Kiai Munada adalah prajurit Pangeran Diponegoro bersama dua orang, Jakariya (Zakaria) dan Nur Salim pada tahun 1825 dikejar oleh Belanda dan melarikan diri hingga di tanah Padangan.

Selama di Padangan, Kiai Munada menikah dengan putri keturunan dari Mbah Sabil, dan lahir Mbah Kiai Ahmad. Hingga tutup usia, beliau menetap di Kuncen dan dimakamkan di pemakaman umum Rowobayan.

Sedangkan teman pelarian Kiai Munada, yaitu Jokoriyo menikah dengan gadis asal Brangkal, Desa Batokan, Kecamatan Kasiman, yang akhrinya mempunya putra bernama Fatawi atau Mbah Kiai Fatawi Ngroto. Sedangkan Salim, menikah dengan orang Ngujung, Kecamatan Malo, menetap dan tutup usia serta dimakamkan di sana.

Kehidupan Mbah Kyai Ahmad

Meskipun hidup pada masa penjajahan, namun ayah Mbah Kiai Ahmad, Kiai Munada mempunyai harapan besar kepada putranya itu. Beliau menginginkan sang putra kelak menjadi pemimpin berilmu, punya wawasan, tangguh, berintregritas, jujur dan dapat dipercaya. Terurtama kepada agama maupun bangsanya. Sehingga, beliau mendidik sendiri dengan ketat.

Sejak kecil, Mbah Kiai Ahmad sudah menunjukkan bakat yang istimewa. Haus akan ilmu, terutama Nahwu, Shorof dan ilmu Fiqih. Kemudian beliau dikirim ke salah satu pesantren di Semarang, di bawah asuhan Mbah Kiai Soleh Darat. Tak hanya menguasai ketiga ilmu tersebut di atas, Mbah Kiai Ahmad juga termasuk alim dalam ilmu Tasawuf (Thoriqot Naqsabandiyah). Ilmu itu didapatkan dari Mbah Kyai Sholeh Kasuman Pati dari Syech Utsman Fauzi bin Yusuf Jabal Qubais.

Setelah dirasa mumpuni, kemudian Mbah Kiai Sholeh Kasuman Pati memberikan izin Mbah Kiai Ahmad sebagai mursyid atau guru Thoriqot di Rowobayan. Mbah Kiai Sholeh Kasuman Pati juga memberikan dua buah kitab Thoriqot, yakni Hablul Matin (Tampar sing kuat/tali yang kuat) dan Risalatul Ajibah (Lembaran sing nggawokna/lembaran yang mengagumkan). Hingga kini, kedua kitab itu masih tersimpan rapi.

Santri Mbah Kiai Ahmad semakin banyak, akhirnya nama beliau juga terkenal sampai ke luar Pulau Jawa. Kemudian Mbah Kiai Ahmad memutuskan untuk membuka cabang di tempat lain melalui santri-santrinya. "Banyak pesantren di luar Bojonegoro, asalnya dari Kuncen, Padangan," papar Furqon.

Beberapa cabang dari pesantren Mbah Kiai Ahmad, di antaranya ada di Talok, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora di bawah asuhan Mbah Kiai Ismail; di Kedung Klantrheng, Kecamatan Kembangbau, Kabupaten Lamongan diasuh oleh Mbah Kiai Bakar; di Kepatihan, Gresik, dalam bimbingan Mbah Kiai Abdurrahman Ajib dan di Sugihan, Kecamatan Jatirogo, Tuban dalam pengawasan Mbah Kiai Musta'in.

Penduduk Kuncen Banyak Keturunan Kiai Sabil

Hampir sebagian besar, penduduk Desa Kuncen, Kecamatan Padangan, merupakan keturunan dari tokoh penyebar agama di desa tersebut, Mbah Kiai Sabil, melewati nasab Mbah Kiai Ahmad Rowobayan.  Berdasarkan dari catatan tulisan Mbah Kiai Ahmad, beliau mempunyai 3 adik laki-laki, yaitu Kiai Zaenal (Kedungringin), Kiai Musa (Rowobayan) dan Muhammad Thobirin (Panolan).

Mbah Kyai Ahmad, mempunyai 2 putra dan 6 putri. Dengan istri pertama bernama Umi Zaenah, beliau dikarunai putra bernama Abdurrokhim yang lahir pada tahun 1868 di Rowobayan. Mbah Kiai Abdurrakhim ini mempunyai 4 anak, salah satunya adalah mursyid Thoriqot Nasabandiyah di Rowobayan, Mbah KH. Abdurrahman.

Pada saat Mbah KH. Abdurrahman Rowobayan ini masih kecil, Umi Zaenah meninggal dunia. Sehingga, Mbah Kiai Ahmad butuh pengasuh putranya, kemudian menikah dengan Umi Katsiroh yang membuahkan  satu putra dan 6 putri. Mbah Kiai Ahmad ingin putra-putrinya memiliki ilmu yang mendalam, pengalaman yang luas dan sikap yang matang untuk menyiarkan agama islam. Sehingga, putra-putrinya dididik dengan tekun. Terutama untuk dua putra yang diharapkan menjadi penerus di kemudian hari, Mbah Kiai Ahmad juga mengirimkan ke Pondok Pesantren Langitan di Widang, Tuban.

Selain dua putra Mbah Kiai Ahmad, ada juga satu anak laki-laki dari Desa Kuncen, yaitu Mujidan, yang turut menimba ilmu di Langitan. Mbah Mujidan, namanya diabadikan untuk simbool musala kecil, yakni Langgar Mujidan, sebagai bukti keberadaan beliau. Nama lain Mbah Mujidan setelah menjalankan rukun Islam ke lima adalah H. Abdul Wachid. Beliau bersitri Siti Murtosiah, yang namanya juga terukir di Pondok Putri Al-Fattach asuhan Kiai Muda Thoha Machsun bin Kiai Masduri Rowobayan, Kuncen.

Sementara itu, putra Mbah Kyai Ahmad, dari istrri pertama, Abdurrakhim dicalonkan sebagai pengganti dan penerus Mbah Kyai Ahmad. Namun di usia ke 46 tahu, belum sempat menerima tugas berat tersebut, telah wafat. Tepatnya tahun 1914. Tak berselang lama, pada tanggal 27 Jumadil Awal, 7 April 1915, Mbah Kiai Ahmad wafat di hari Kamis Pahing waktu Magrib. Jenazah beliau dimakamkan di sebelah utara Mihrab Masjid Darussalam atau Masjid Rowobayan.

Kepemimpinan Pondok Pesantren Thoreqot Naqsabandiyah diteruskan oleh putra Mbah Kyai Ahmad dari istri ke dua, yakni Mbah Kyai Abdulhadi. Salah satu nasehat beliau yang sering diucapkan kepada keluarga santri dan keluarganya adalah, "Silsilah kena diurus, nanging ora kena dienggo gagah-gagahan". Artinya, "Keturunan itu dapat dicari, tetapi tidak boleh dipakai sombong." [ito/mad]

Tag : investigasi, jejak sang penyebar, ramadan



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat