Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Jalan Lurus Kang Samin (10)

Bermula dari Salah Sangka

blokbojonegoro.com | Monday, 05 June 2017 06:00

Bermula dari Salah Sangka

Oleh: Muhammad A. Qohhar*

blokBojonegoro.com -
Keringat Kang Samin bercucuran. Tenaganya habis terkuras. Maklum, usianya juga sudah tidak muda lagi dan tengah menjalankan ibadah puasa Ramadan. Jam telah menunjukkan pukul 10.00 WIB, namun panas dirasakan sudah seperti pukul 12.00 WIB. Menyengat dan membakar kulit.

Kang Samin segera menuju ke rumah kecil yang terletak di ujung tanah Solo Valley yang digarapnya. Tertutup tanaman jagung yang mulai menjulang, jika dilihat nun kejauhan hanya tampak bagian atap yang terbuat dari tatanan jerami. Gubuk tersebut cukup strategis untuk merebahkan badan dan menghindari dari sengatan matahari.

"Alhamdulillah, dingin banget di sini. Semilir angin menghilangkan tetesan keringat dan pengap." Kang Sabar berbicara sendirian.

Matanya mulai sayu. Kantuk menyerang tidak pandang waktu. Lama-kelamaan matanya sudah tertutup, tetapi ia masih berada antara sadar dan tidak sadar. Tidak jauh dari tempatnya itu, suara deru mobil truk pengangkut pasir mulai turun dan menuju ke bibir bengawan. Saat puasa, masih saja banyak warga luar desa yang memaksa menambang pasir dengan cara menyelam. Kebanyakan tidak puasa, karena ia melihat sendiri banyak yang makan dan minum di samping truk.

"Teyhus... teyhus... teyhus..." ucap seorang penambang pasir dengan suara cedal tidak seberapa jelas mencoba menjadi kenek truk agar tidak tercebur di sungai.

Kang Samin masih mendengar suara kenek yang sebenarnya sangat dikenal itu. Ia bertetangga. Kelihatannya ia tetap berpuasa, karena tugas utama menambang hanya bagian menaikkan pasir dari perahu ke bak truk. Namanya Mulyo alias Si Bindeng, karena cara bicaranya seperti di dalam hidung, mengaum dan terkadang susah dipahami.

"Brak... brak... brakkk..."

Terdegar suara keras skop seperti memukul bak truk. Mulyo berteriak-teriak memaki sopir truk, karena ia seperti berbicara dengan cara cedal menirukan ucapan Mulyo. Mungkin ia tersinggung atas ucapan Mulyo yang menganggapnya tidak cekatan mengemudi, karena beberapa kali belum bisa memarkirkan truk dengan tepat. Apalagi panas begitu menyegat, membuat emosi mudah tersulut.

"Bicaramu jangan sembarangan ya, kamu menghina saya. Bangsyat," umpat Mulyo dengan lantang sambil setelah itu terdengar suara skop dipukulkan ke bak truk berulang-ulang.

Suara tidak kalah lantang dan berani juga diteriakkan sopir truk yang kelihatannya baru mengambil pasir. Sebab, penambang tidak seberapa kenal. Karena, jika sudah sering ke lokasi tambang pasir, pasti Kang Samin juga banyak kenal, karena sering bertemu ketika tengah berada di telatah atau lahan tepi bengawan.

"Bangsat sendiri. Mau mengajak apa kamu? Saya tidak menghina, serius aku," teriak sang sopir dengan cara bicara juga sama dengan Mulyo, cedal dan suara tidak seberapa jelas karena di dalam hidung.

"Lha itu, suara bindeng (sebutan warga untuk suara di dalam hidung dan tidak seberapa jelas) yang kamu lakukan, menghinaku," celetuk Mulyo.

Suara gebrak menggebrak makin keras. Kang Samin beranjak dari tempat merebahkan diri. Ia bergegas ke lokasi tambang pasir tempat truk berhenti dan akan memuat pasir. Beberapa penambang lain yang baru datang dengan perahu bermuatan penuh pasir juga mulai mendekat. "Sudah-sudah, ada apa ini? Puasa-puasa harus saling menahan diri," ucap Kang Samin dengan lantang.

Mendengar perkataan Kang Samin yang sambil berteriak itu, dua orang yang tengah beradu mulut tersebut terhenyak. Mereka diam sejenak. Lalu sama-sama memandang Kang Samin. "Dia ini Kang menghina dan meremehkanku. Suaraku yang bindeng ini ditirukan," celetuk Mulyo sambil mengacungkan jari ke sopir truk.

"Tidak Kang, saya tidak menghina. Karena, suara saya kalau berbicara juga bindeng, tidak seberapa jelas," jawab sopir dengan logat dan suara terdengar seperti yang diucapkan Mulyo. Bindeng.

Kang Samin menahan tawa. Sangat dalam. Padahal, ia mau tertawa terkekeh, tetapi menghormati kedua orang yang sama-sama bindeng tersebut. Dirinya hanya tersenyum dan memandang dua orang di depannya saling bergantian. Ia mendekat dan meminta keduanya bersalaman, karena kejadian ini hanya salah sangka saja.

"Kalian berdua ini sama-sama bindeng, jadi tidak mengolok. Sudah, segera saling memaafkan," pinta Kang Samin.

Sang sopir segera mengulurkan tangan untuk meminta berjabat tangan. Mulyo juga segera menyambut tangan tersebut dan segera menjabatnya. Ia juga meminta maaf atas kesalahpahaman ini. Mereka akhirnya bermaafan dan menuju ke samping gubuk Kang Samin untuk berteduh. Sedangkan Kang Samin sambil masih menahan tawa masuk ke dalam gubuk untuk kembali merebahkan badan.

"Salah sangka bisa bahaya kalau tidak segera terselesaikan. Bisa memicu pertengkaran bahkan lebih." Kang Samin merenung sambil mencoba kembali memejamkan mata. Sebab, kantuk yang sedari tadi hampir membuatnya tertidur, seakan sirna.

"Bismikallahumma ahya waamut." [mad]

*Penulis: reporter blokMedia Group (blokBojonegoro.com dan blokTuban)

Tag : jalan, lurus, kang, samin



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini