Jejak Sang Penyebar Islam (12)
Wali Gotong Dipercaya Masih Keturunan Angling Dharma
blokbojonegoro.com | Wednesday, 28 June 2017 09:00
Kontributor: Muhammad Qomarudin
blokBojonegoro.com - Selain ada makam Kiyai Tameng Jati yang berda di Desa Sudah, dan Makam Wali Kidangan di Desa Sukorejo, ternyata ada satu lagi makam salah satu penyebar islam tersohor di Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur, yaitu Makam Wali Gotong yang berada di Dukuh Gotong Desa Tinawun.
Wali Gotong sebenarnya memiliki nama asli Syeikh Zakaria. Namun, masyarakat sekitar lebih sering memanggil dengan sebutan Mbah Sinare. Konon, Syeikh Zakaria adalah salah satu Sultan dari kerajaan yang cukup hebat pada zamannya, yaitu Kerajaan Pajang yang berpusat di Jawa Tengah.
Juru kunci makam tersebut, Mashudi, tidak tahu persis tentang kapan Mbah Zakaria berada di sini, dan bagaimana beliau menyebarkan agama islam di Gotong dan sekitarnya. Namun, dahulu juga pernah ada pondok dan masjid yang sangat besar terbuat dari pohon bambu, namun sekarang sudah tidak ada.
Nama Mbah Zakaria sendiri sebenarnya adalah julukan juga, yang mana diberikan kepada beliau setelah pulang dari tanah suci Makah untuk menunaikan rukun islam yang kelima ibadah haji, untuk nama aslinya adalah Cipto Mangun Kusumo.
"Cipto Mangun Kusumo adalah anak yang paling terakhir dari tiga bersaudara," ujar Mashudi.
Untuk kakak pertama dari Mbah Zakaria adalah perempuan yang memiliki nama Dewi Meninggar Sari, dan untuk kakak keduanya laki-laki yang mempunyai nama Mangun Kusumo atau masyarakat sekitar biasa memanggilnya Mbah Wali Kidangan, yang sekarang dimakamkan di Desa Sukorejo Kecamatan Malo.
"Kalau kakak pertama Mbah Zakaria dimakamkan di atas pegunungan di Kecamatan Senori Tuban," imbuh laki-laki yang biasa disapa Mbah Mashudi itu.
Dari cerita yang berhembus, pada zaman dahulu, ayah dari ketiga saudara tersebut adalah Pringgo Kusumo, anak kedua dari Prabu Angling Dharma yang mempunyai kakak bernama Angkling Kusumo dan adik bernama Cipto Kusumo.
Mbah Mashudi juga tidak tahu persis bagaimana dahulu Mbah Zakariya, karena diketahui sendiri bahwa dahulunya kakek dari Mbah Zakaria yaitu Prabu Angling Dharma yang belum beragama islam.
"Saya dulu pernah mempunyai buku cerita sejarah tentang Mbah Zakaria yang tulisannya menggunakan Aksara Jawa, namun sekarang sudah tidak ada, karena dibawa Gus Ali Jujugan," lanjut laki-laki berumur sekitar 78 tahun ini.
Mbah Zakaria sendiri dahulunya melakukan sebuah tirakat sembunyi-sembunyi (Tirakat Delik), yang dinamakan dengan Puasa Kidang, yang mana puasa tersebut dilarang tidur, namun diperbolehkan mengkonsumsi makanan, tetapi hanya hijau-hijauan atau daun-daunan.
Mbah Zakaria juga sering mengirim santri-sartinya untuk membantu peperangan Demak Bintoro, yang pada waktu itu sedang melakukan peperangan melawan kerajaan Majapahit. "Tepatnya di daerah Jawa Tengah," ungkap Mbah Mashudi Kepada blokBojonegoro.com.
Makam dari Mbah Zarkaria sendiri sering didatangi peziarah dari luar Bojonegoro maupun jawa, seperti dari Bantul, Jakarta, Pontianak, namun yang lebih sering datang berziarah adalah warga Jawa Tengah.
Selain itu, banyak juga peziarah yang menjadikan Mbah Zakaria sebagai wasilah atas do'anya (perantara) kepada tuhan yang maha Esa, seperti keinginan untuk maju sebagai calon kepala desa maupun yang lainnya. Namun, jika ingin cepat terkabul ada sebuah caranya sendiri.
"Saratnya adalah tirakat tanpa tidur sehari semalam, namun diperbolehkan untuk makan dan minum, selain itu harus membawa bunga tiga warna," tutur Mbah Mashudi.
Di sisi lain, makam dari Mbah Zakaria selalu ramai peziarah setiap harinya, apalagi setiap hari jumat pahing setelah salat Jum'at, banyak yang melakukan tahlil maupun khataman di makam tersebut.
Sebenarnya, kata juru kunci, makam dari Mbah Zarkaria pernah direnovasi beberapa kali, namun setiap selesai direnovasi selalu rusak lantaran ada saja sesuatu hal yang tidak bisa dijelaskan secara kasat mata.
"Dulunya pernah beberapa kali dibangun, namun selalu kejatuhan pohon, dan juga mungkin makam tersebut tidak mau dibangun ataupun direnovasi," ungkapnya.
Untuk saat ini, masih kata Mashudi, kondisi makam tersebut sudah bagus dengan beralaskan kramik, begitu juga sudah ada atapnya, sehingga para peziarah lebih nyaman agar tidak kepanasan maupun kehujanan. Selain itu, di samping makam tersebut ada sebuah air terjun yang masih asri sehingga terlihat indah.
Sebelum diperbaiki seperti saat ini, juru kunci makam Mashudi, mendapatkan sebuah isyarat melalui sekilas bayangan yang mengacungkan tangannya kepada Mashudi ketika berada di makam tersebut.
"Mungkin itu sebuah isyarat bahwa makam tersebut boleh direnovasi, dan sampai saat ini alhamdulillah tidak ada kejadian yang membuat makam rusak," pungkasnya kepada blokBojonegoro.com.
Mbah Zakaria sendiri tidak mempunyai istri dan keturunan, berbeda dengan kakaknya Wali Kidangan yang mempunyai istri dan keturunan. Untuk peringatan Haul biasanya diadakan setiap sehabis hari raya Idhul Adha (qurban) setiap Selasa Kliwon. [din/mu]
*Foto http://kim-waligotong.blogspot.co.id
Tag : wali gotong, malo, desa tinawun, wisata religi
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini