Fri, 22 November 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Waspada Bencana, Penanganan Perubahan Iklim di Bojonegoro Belum Masif

blokbojonegoro.com | Wednesday, 11 July 2018 22:00

Waspada Bencana, Penanganan Perubahan Iklim di Bojonegoro Belum Masif

Reporter: M. Yazid

blokBojonegoro.com –
Terjadinya bencana di Kabupaten Bojonegoro perlu diantisipasi dan ditanggulangi semua pihak, karena setiap musim kemarau maupun penghujan Kota Ledre dapat dipastikan akan terjadi bencana alam mulai banjir Bengawan Solo maupun banjir bandang, kekeringan, tanah gerak maupun yang lainnya. Padahal, Kabupaten Bojonegoro yang terbagi menjadi 28 kecamatan sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) nomor 7 tahun 2012, tentang penanggulangan bencana. Tetapi kesiapsiagaan terkait kebencanaan belum sepenuhnya tertangani secara maksimal.

Sesuai data yang dihimpun blokBojonegoro.com dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro selama tahun 2017, bencana banjir bandang terjadi di 34 desa yang berada di 14 kecamatan yakni Temayang, Gondang, Malo, Sekar, Ngraho, Tambakrejo, Margomulyo, Ngambon, Ngasem, Gayam, Dander, Bubulan, Balen dan Sumberejo.

Termasuk bencana banjir Bengawan Solo terjadi hampir di seluruh daerah yang dilalui sungai terpanjang di Pulau Jawa itu, mulai Kecamatan Margomulyo, Padangan, Ngraho, Kalitidu, Kasiman, Malo, Trucuk, Kota, Kapas, Balen, Sumberejo, Trucuk, Kanor dan Baureno. Serta bencana kekeringan yang didominasi daerah selatan dan juga bencana tanah longsor ataupun yang lainnya.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bojonegoro, Andik Sudjarwo membenarkan banyak siklus bencana alam di Kabupaten Bojonegoro yang mengancam setiap saat. Namun dengan adanya Perda PB itu sebenarnya sangat membantu dalam penanganan bencana yang melibatkan lintas OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Pemkab Bojonegoro.

"Tapi ketika terjadi bencana yang paling bertanggung jawab BPBD, yang menjadi koordinator. Sebenarnya OPD bisa membantu pra, saat dan pasca bencana," terangnya.

Pasalnya selama ini BPBD selain memberikan pemahaman tanggap bencana kepada masyarakat, juga penanganan dampak terjadi bencana alam tersebut. Kalau banjir membantu evakuasi, kekeringan melakukan droping air bersih dan yang lainnya.

"Sejauh ini untuk mitigasi yang sudah kita laksanakan terkait daerah rawan tanah retak atau longsor," sebutnya.

Menurut Andik, dampak perubahan iklim maupun pemanasan global sangat berpengaruh di Bojonegoro yang menyebabkan terjadinya bencana. Sehingga pihaknya selalu mewaspadai terjadinya bencana baik banjir bengawan solo, banjir bandang dan yang lainnya. "Sebenarnya yang paling berperan menanggulangi perubahan iklim DLH (Dinas Lingkungan Hidup)," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) Kabupaten Bojonegoro, Rahmad Maulana merasa prihatin melihat banyaknya bencana yang terjadi di daerah dikenal penghasil minyak. Sehingga LPBI NU sejak tahun 2011 sudah menginisiasi adanya Perda Penanggulangan Bencana. Sebab ia perasa payung hukum terhadap kebencanaan tersebut sangat dibutuhkan di daerah kelahirannya itu.

“Sebelum ada Perda PB (Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Bencana), LPBI NU terus berupaya memahamkan pemangku kebijakan. Bahkan awalnya sangat sulit untuk memahamkan eksekutif maupun legislatif, karena Perda PB dianggap tidak penting dan sudah ada UU 24 tahun 2007,” ungkapnya kepada blokBojonegoro.com.

Bahkan menurut Rahmad, agar terbentuknya Perda PB itu LPBI NU terus melakukan pendekatan dan pemaparan  supaya bisa diinisiasi dari BPBD atau eksekutif dalam hal ini Pemkab Bojonegoro. “Tetapi banyaknya kendala dari Pemkab, sehingga LPBI NU mendorong Perda PB yang kini menjadi produk hukum menjadi Perda inisiasi dewan,” papar Rahmad.

Meskipun sudah menjadi Perda inisiasi dewan, Perda PB tersebut sempat dua kali masuk Prolegda mulai tahun 2011 dan di akhir 2012 baru disahkan untuk dijalankan menyikapi kebencanaan di Bojonegoro. Sebab dalam Perda PB mengatur pra bencana, saat tanggap darurat dan sampai pasca bencana.

“Dengan adanya Perda PB dampaknya akan bisa mempermudah akses jaringan baik swasta maupun pemerintah (BPBD) menjadi mudah karena sudah ada cantolan payung hukum,” sebut aktivis LPBI NU itu.

Tetapi seiringnya waktu mulai Perda PB disahkan tahun 2012 sampai sekarang ini tahun 2018, perda PB belum bisa dilaksanakan dengan baik oleh eksekutif. “Terbukti belum adanya peraturan turunan dari perda tentang aturan dan mekanisme teknis seperti RPB dan RAD yang sampai saat ini belum dilaksanakan menjadi Perbup. Termasuk rencana kontigensi banjir sudah mulai tersusun dengan baik, meski masih banyak kekurangan,” sesalnya.

Ia berharap besar dengan adanya Perda PB  agar digunakan secara maksimal dan kalau bisa BPBD Bojonegoro harus meningkat dari tipe B ke tipe A. “Bahkan kedepan perlu adanya diskusi rutin tentang penanggulangan bencana dan perubahan iklim secara intens di BPBD dengan melibatkan multi setekholder,” harapnya.

Sedangkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bojonegoro, Nurul Azizah disinggung terkait dampak pemanasan global di Kabupaten Bojonegoro sangat terpengaruh. "Bahkan di Bojonegoro kalau kemarau di atas rata-rata Jawa Timur. Kemarin rata-rata Jawa Timur 36 (drajat celcius), Bojonegoro 37 drajat celcius dan beberapa waktu lalu sempat mencapai 40 (drajat celcius)," ujar Bu Nurul.

Dengan data tersebut, Nurul mengartikan Bojoegoro lebih panas dibanding daerah lain di Jawa Timur dikarenakan selain hutan di Kota Ledre banyak yang gundul juga disebabkan lahan yang dialih fungsikan.

"Gas metan dari pembuangan sampah sembarangan tempat, masyarakat sangat konsumtif untuk AC dan kulkas sehingga sangat minim adanya pembuangan gas," sesalnya.

Belum lagi lanjut Bu Nurul, banyaknya kendaraan bermotor di Kabupaten Bojonegoro yang terjadi peningkatan mencapai ribuan setiap tahunnya dan adanya pendangkalan sungai membuat tempat penyimpanan air berkurang. "Untuk sampah sangat berpengaruh terhadap pemanasan global maupun perubahan iklim karena adanya gas metan yang mengakibatkan cuaca semakin panas," terang perempuan asal Kecamatan Dander itu.

Agar dapat menanggulangi perubahan iklim maupun pemanasan global, DLH ada upaya untuk reboisasi. Bahkan DLH juga menanami pohon di kanan kiri jalan, meskipun sekarang banyak ditebangi (pohon dikanan kiri jalan) karena adanya pelebaran jalan.

"Untuk Perda terkait perubahan iklim atau pemanasan globat itu belum ada yang menjelaskan, namun untuk bencana dan upaya yang harus dilakukan sudah dijelaskan di Perda tersebut. Upaya yang dilakukan DLH adalah penanaman pohon yang besar-besar sehingga mampu menghasilkan oksigen yang banyak," pungkasnya. [zid/ito]

Tag : iklim, bpbd, bencana, bojonegoro



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.