Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Blok Buku

Mahar untuk Maharani

blokbojonegoro.com | Saturday, 03 November 2018 06:00

Mahar untuk Maharani

Peresensi: Vanisia*

Azhar Nurun Ala jatuh cinta pada sastra di usia tujuh belas, ketika tengah menempuh kuliah di Jurusan Gizi Universitas Indonesia. Berawal dari menulis rutin di blog azharologia.com, kini Azhar sudah menerbitkan tujuh judul buku.  Menikah di usia dua puluh, kini Azhar tinggal bersama dengan ibu, istri, dan anak laki-laki tercintanya di sebuah dusun bernama Bandar Harapan, Lampung Tengah. 

Lampung Tengah, 29 Agustus 2014. Satu tahun sebelumnya ketika teman-teman satu angkatannya merayakan wisuda dengan gegap gempita, Salman memutuskan untuk pulang ke kampung halaman demi untuk mencari ketenangan. Tepatnya sore itu Salman tiba di depan rumah dengan perasaan yang sedikit kacau karena lagi dan lagi ia pasti akan menerima pertanyaan dari Umi.“Kapan kamu wisuda, dan kapan Umi datang ke kampusmu dengan memakai kebaya yang baru?”. Itulah pertanyaan yang selalu terngiang di fikiran Salman selama perjalanan pulang. Sesampainya di depan pintu rumah dengan ragu-ragu Salman mengucap salam, belum ada tanda-tanda pintu rumah akan dibuka. Tapi dari ventilasi udara tercium dengan sangat jelas aroma masakan kesukaan Salman yaitu Pindang Baung, masakan yang selalu Umi siapkan ketika Salman pulang kerumah. Beberapa saat kemudian terdengar suara kunci diputar, dan pintu pelan-pelan terbuka. Dengan cepat Salman lalu memeluk seseorang dibalik pintu. Namun, jeda beberapa detik Salman lalu melepaskan pelukannya karena ia menyadari bahwa ia merasakan yang ia peluk bukanlah tubuh Umi yang biasanya. Dengan sedikit berlari dari dapur Umi segera menuju ke ruang tamu untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Keesokan harinya saat Umi sedang menceritakan kepada Salman tentang siapa gadis yang tadi malam itu , dengan reaksi heran dan dengan wajah tercengang Salman hampir tidak percaya bahwa gadis itu adalah Maharani atau biasa dipanggil Rani. Teman mainnya Salman ketika SD dulu. Hal yang membuat Salman sedikit tidak percaya bahwa gadis itu adalah Maharani yaitu Rani yang sekarang beda dari yang dulu , Rani yang dulunya dekil, dan sering diejek seperti gula jawa sekarang berubah menjadi gadis yang cantik, manis dan anggun. Seharusnya, malam itu Salman memuji habis-habisan Maharani yang berubah drastis dan tampak anggun dengan jilbabnya. Seharusnya, Salman tak melakukan hal ceroboh yang membuat Maharani berteriak ketakutan, salah tingkah , dan lantas pergi begitu saja tanpa sempat bertukar kabar dengannya. 

Hari berganti malam , dan malam ini Umi menyuruh Salman untuk mengirim masakan kerumah Bu Tuti, atau ibunda dari Maharani. Dengan rasa deg-degan dan sedikit malu akhirnya Salman mau mengantarkan makanan itu kerumah Maharani. Sepulang dari rumah Maharani, Salman lalu menuju kamar dan merebahkan badannya diatas kasurnya dengan disusul Umi yang tiba-tiba masuk ke kamarnya tapi Salman berpura-pura tidak tahu dan tetap fokus menatap keatas langit-langit. Hingga pada akhirnya Salman pindah posisi menjadi duduk karena mendengar Umi berkata kalau Bu Tuti sebenarnya ingin untuk berbesanan dengan Umi. Dengan ekspresi yang penuh semangat Salman kembali membuka laptopnya dan kembali membuka Bab 3 skripsinya yang belum juga di Acc meskipun berkali-kali telah ia revisi.

Belum usai adzan Subuh berkumandang dari Mushola Al- Islah, Salman sudah rapi dengan sarung dan baju koko putihnya tak lupa memakai peci hitam yang terakhir kali ia pakai saat sholat idul Fitri. Tak seperti biasanya Umipun curiga dengan sikap anak semata wayangnya ini karena biasanya untuk sholat subuh saja Salman susah dibangunkan. Mungkin saja mau PDKT dengan pak Umar, batin sang Umi di dalam hati. Sesampainya di Mushola Al- Islah, dengan sigap Salman segera mengisi tempat yang masih kosong di saf kedua. Tepat di depannya, terlihat Pak Umar, Pak Haji Kahfi, dan Dimas. Dimas adalah anak dari Pak Haji Kahfi dan juga teman kecil dari Salman dan Maharani. Setelah sholat Subuh Salman tak buru-buru beranjak ia duduk bersila sembari melihat sekeliling mushola dan sesekali mengingat-ingat kejadian 10 tahun yang lalu yang pernah ia lakukan bersama Maharani dan Dimas, mulai dari memanjat pohon, membuat layangan, dan bermain-main bersama. Tiba-tiba datang Dimas yang membuyarkan lamunan Salman. Kemudian mereka berdua berbincang- bincang dan berbasa-basi. Mereka saling membicarakan tentang pendidikan yang sedang mereka jalani , dan ternyata Dimas sudah telebih dulu lulus dari ITB dengan waktu 3,5 tahun dan sekarang melanjutkan bekerja di bank BRI Bandar Jaya. 

Seiring berjalannya waktu Salman dan Maharani mulai menunjukan kedekatan satu sama lain, dan itu yang membuat Bu Tuti sedikit senang karena bayang-bayangnya yang ingin berbesan dengan Umi mungkin akan segera terwujud, tapi tidak dengan Pak Umar yang dari dulu ingin sekali berbesanan dengan Pak Haji Kahfi. Hal itu yang sedikit membuat Salman agak minder karena saingannya adalah Dimas , lelaki sholeh yang sekarang juga sudah mapan karena telah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Berbeda dengannya Mahasiswa tingkat akhir jurusan Biologi yang tidak juga rampung menggarap Bab 3 dalam skripsinya. 

Hingga suatu pagi Salman pergi untuk menjemput Maharani dan mengatarnya untuk memenuhi panggilan tes wawancara di SMA 1 PANCAWATI. Saat sedang asik menunggu Rani berdandan Salman membuka chat Whatsapp miliknya dan tiba-tiba saja ada Whatsapp masuk dari Prof Hartini , ia adalah dosen pembimbing Salman yang sampai saat ini belum meng ACC bab 3 Salman. Di dalam teks Whatsapp itu berisi bahwa Salman harus menemui beliau pukul 08.00 dan melanjutkan bab 3 yang telah ia kerjakan. Setelah selesai mengantar Rani ke tempat tujuan , Salman lalu menuju ke terminal untuk membeli tiket bis karena ia harus berangkat malam ini juga, beruntunglah ia karena masih tersisa satu tiket kosong. Setelah semua urusan selesai Salman dan Rani lalu pulang, sebelum pulang mereka berdua mampir ke warung es cincau mbak Jumi. Di sela-sela mereka asik menikmati es cincau , Salman dan Rani saling bertukar candaan yang membuat hati Salman menjadi lebih bersemangat lagi dalam menggarap skripsi agar segera lulus , bekerja , dan segera melamar Maharani, begitulah pikiran yang akhir- akhir ini muncul di dalam hati Salman. 

Tak terasa waktu cepat berlalu , dan jam telah meunjukan pukul setengan tujuh malam. Dan itu artinya sebentar lagi bis DAMRI yang Salman tumpangi akan segera berangkat. Tapi sampai pukul 19.15 bis itu belum juga berangkat karena masih menunggu satu penumpang yang belum juga datang. Tak lama, gerimis turun dan rintiknya membasahi kaca jendela. Seornag bapak yang sudah cukup tua dengan jaket merah tebal masuk ke dalam bus dan berjalan terburu-buru menuju kursinya. Dan ia duduk tepat di depan Salman, bus pun akhirnya melaju. Salman menigrim pesan kepada Umi dan juga Maaharani bahwa bis yang ia tumpangi sudah melaju. Sesampainya di kamar indekos yang selama ini ia tempati, ia langsung membuka laptop dan mulai membuka beberapa materi yang telah ia siapkan , saat ia sedang ingin menggarap tiba-tiba saja ia kepikiran untuk menghubungi Nabila dan ingin meminta bantuan darinya. Nabila adalah teman Salman dulu di dalam satu organisasi yang biasa disebut BEM. Tetapi Nabila adalah mahasiswa jurusan Psikologi UI yang telah lulus tahun lalu dengan IPK cum laude. Dengan sedikit membuang rasa gengsi akhirnya Salman dan Nabila melakukan pertemuan itu di perpustakaan UI. Sesampainya di perpustakaan , Salman dikejutkan dengan kehadiran sesosok wanita yang mengenakan baju gamis panjang yang syar’i dan ternyata wanita itu adalah Nabila. Kalau memakai baju seperti itu Nabila kelihatan sangat anggun dan lebih cantik, ujar Salman di dalam hati kecilnya. Tanpa basa-basi lagi akhirnya Nabila mau membantu Salman untuk menyelesaikan skripsinya. 

Keesokan harinya sebelum Salman berangkat ke kampus untuk menemui Prof. Hartini, dua pesan masuk dengan nada serupa, menyemangatinya dan berdoa semoga proses konsultasi skripsinya berjalan lancar. Pesan itu dari Maharani dan Nabila, tak lupa Salman juga meminta doa restu dari Umi. Ketika akan melangkahkan kaki keluar setelah selesai menemui Prof. Hartini, Salman menghembuskan nafas lega. Bola matanya menyala. Buru-buru ia mengabari Umi dan Maharani soal pencapaiannya tersebut. Selanjutnya, masih ada satu tempat yang harus Salman tuju yaitu Pondok Qur’an. 

Esok lusanya, Salman menyewa angkot untuk mengangkut barang-barangnya yang tak seberapa untuk dibawa ke asrama pondok Qur’an karena ia akan berada di pondok itu selama 6 bulan. Dan sebelumnya ia sudah mengabari Umi beserta Maharani, betapa terkejutnya Maharani bahwa Salman ingin mondok, dan membuat hati Maharani semakin yakin bahwa Salman ingin menperbaiki diri untuk menjadi sosok imam yang lebih baik lagi. Perasaan jatuh cintalah yang mengubahnya, yang membuatnya bisa merasakan lezzatnya sari pati kehidupan. Perasaan jatuh cinta itu juga yang kemudian membuat Salman begitu semangat ketika resmi menjadi santri Pondok Qur’an. 

Setiap hari, paling tidak sepasang percakapan terjadi antara Salman dan Maharani. Tetapi, yang benar-benar ada di sisinya, menemani dan membantunya mengerjakan skripsi adalah Nabila. Setelah sama-sama tahu bahwa mereka sama-sama santri baru di Pondok Qur’an, Salman dan Nabila lebih hati-hati dalam berinteraksi. Pada minggu-monggu dan bulan pertama Salman begitu antusias mengikuti berbagai kegiatan di Pondok Qur’an , hingga pada akhirnya tepat pada tanggal 7 Februari 2015 , mimpi untuk bisa mengikuti wisuda ganjil terwujud. Umi datang ke Depok, menyaksikan anakanya mengenakan toga dan bersalaman dengan rektor di Balaiurang UI, lalu mereka berfoto bersama di depan rektorat dan foto itu dikirimkan ke Maharani, perempuan itu tak kuasa menahan air matanya. Bu Tuti juga turut gembira. Usai proses wisuda, Umi mengajak Salman pulang ke rumah, namun Salman menolak dengan halus, karena ia sudah berkomitmen untuk mengikuti Pondok Qur’an selama 6 bulan penuh yang akhirnya hingga akhir Februari. Umi merasa sedih, tapi ia menghormati keputusan anak semata wayangnya yang sudah semakin dewasa. Salman mengantar Umi ke Stasiun Gambir untuk pulang, namun sebelum bus berangkat. Umi menyampaikan pesan penting dari Bu Tuti, bahwa apabila Salman punya perasaan dan ingin serius dengan Maharani, diharapkan Salman bisa menyiapkan segala sesuatunya sesegera mungkin dan datang melamar Maharani paling lambat bulan Agustus 2015. Sebab bila terlambat Maharani akan dinikahkan dengan laki-laki pilihan Pak Umar, dan Maharani sudah setuju dengan syarat ini. 

Hari-hari yang dilalui Maharani di Sukatani terasa berjalan cukup lama karena tidak ada Salman. Tapi di dalam hati Rani ia akan selalu menunggu Salman datang dan begitu juga dengan Salman yang sedang berusaha mempersiapkan segala sesuatunya untuk datang melamar Maharani, tidak mungkin ia pulang dengan gelar sarjana tapi tidak memiliki pekerjaan. Salman merasa bingung harus dengan siapa ia membicarakan masalah yang sedang ia alami ini hingga pada akhirnya ia datang menemui Nabila dan mencertitakan tentang Maharani, betapa terkejutnya hati Nabila jika laki-laki yang selama ini ia cintai telah memiliki wanita lain. Maka dengan berat hati ia memberikan nasihat kepada Salman , agar ia melakukan sholat istikharah, dan membiacarakannya dengan Umi. Akhirnya Salman memutuskan untuk pulang ke kampung halaman, di tengah perjalaanan dengan mebuang sedikit rasa gengsi ia mulai menghubungi satu persatu lagi kontak temannya yang sekiranya berada di Lampung untuk menanyakan kabar dan lowongan pekerjaan. Tidak lama kemudian saat ia sudah memasuki pelabuhan tiba-tiba Ajran , temannya semasa SMA dulu membalas pesan yang telah ia kirim, tapi ada hal yang membuat Salman ganjil karena di dalam percakapan itu Ajran menanyakan tentang lahan pertaian milik Salman yang ada di rumahnya, dan ia ingin bekerja sama dengan Salman di bidang pertanian. “bagaimana maksudnya , saya ini sarjana lulusan UI masak disuruh menjadi Petani?”,ujar Salman di dalam hati. 

Jam mulai berlalu, tepatnya sore ini Ajran teman lama Salman berkata bahwa ingin main kerumah untuk membahas lebih lanjut tentang apa yang ia maksudkan kemarin. Setelah cukup menunggu akhirnya Ajran datang juga , kini penampilannya berbeda. Ia kelihatan sudah sukses dengan kendaraan Fortuner yang ia tumpangi saat main kerumah Salman. Cukup satu jam waktu yang dibutuhkan Ajran untuk menghasut Salman agar ikut-ikutan gila seperti dirinya. Setelah diceritakan mengenai prospek dari usaha pertanian, ditambah dengan kemampuan Formula Nukita Powder lengkap dengan sejarahnya, hati Salman mulai terketuk. Akhirnya Salman memulai usaha menggarap ladang miliknya dengan sebelumnya selama 3 bulan ia melakukan trening dengan Ir Suryadi, yaitu ayah dari Ajran. 

Tepatnya malam ini , Salman memberanikan diri untuk kembali mengunjungi rumah Maharani karena ia beranggapan bahwa ia sudah memiliki ancang-ancang pekerjaan untuk masa depannya kelak. Dengan wajah yang sedikit bahagia Maharani membukakan pintu rumah dan membiarkan Salman masuk dan duduk diruang tamu untuk mengobrol bersama Ayahnya. Tapi saat Salman sedang ditanya tentang apa pekerjaan sekarang ia menjawab bahwa ia akan menggarap ladang miliknya dan itu artinya ia akan menjadi Petani, sontak Pak Umar tercengang mendengar jawaban dari Salman, begitu juga dengan Maharani dan Bu Tuti yang sedari tadi menguping percakapan mereka dari balik kamar. Hal itu yang semakin membuat Pak Umar tidak menyetujui Maharani untuk menikah dengan Salman. 

Keesokan harinya Salman bergegas menggarap ladangnya, dengan mananami tanaaman  kangkung, karena prosesnya yang mudah dan untungnya yang mneggiurkan. Hingga suatu ketika, saat salman sedang asiknya menyirami ladangnya tiba-tiba Maharani datang dan memberi tahu Salman bahwa ia akan dilamar oleh Dimas tanggal 12 nanti. Betapa hancur hati Salman saat itu, rasanya ingin sekali ia menangis ditengah-tengah ladang. Tapi ia mencoba ikhlas dan berjanji kepada Umi bahwa ia akan mengikhlaskan Maharani untuk Dimas karena Dimas juga laki-laki yang sholeh dan juga mapan. 

Pagi ini, di tanggal 12 Salman ingat betul bahwa hari ini Maharani akan dilamar oleh Dimas, tapi apa yang ia lihat ternyata bukan Dimas yang melamar Maharani melainkan Ajran, teman SMAnya dulu. Dan ternyata Dimas melamar Felicia mantan pacarnya semasa SMA dulu. Betapa hancur hati Salman ketika tahu bahwa yang datang untuk melamar Maharani adalah Ajran, temannya sendiri yang sudah mengajarinya menjadi sukses seperti sekarang ini. Saat tengah menggalau di gubuk dekat ladangnya, tiba-tiba Ajran datang menemui Salman dan menceritakan tentang betapa senangnya ia bisa melamar Maharani, dan dengan lapang dada Salman mendengarkan cerita dari Ajran meskipun hatinya sangat hancur. Diitengah-tengah percakapan tiba-tiba saja Ajran menanyakan sesuatu kepada Salman “Mahar apa yang pantas Untuk Maharani?” itu lah pertanyaan yang tiba-tiba keluar dari mulur Ajran, dengan menghela nafas panjang dari dalam diri Salman , ia berjanji bahwa akan memikirkan Mahar apa yang pantas dan akan memberitahu Ajran keesokan harinya. 

Novel ini menceritakan tentang banyak sekali makna kehidupan yang bisa kita ambil, selain itu di dalam novel ini terdapat banyak sekali kutipan-kutipan kata-kata yang bisa membuat si pembaca menjadi bangkit dan lebih semangat menjalani kehidupan. Meski menarik, namun ada beberapa kata-kata yang salah ketik.

Penulis : Azhar Nurun Ala

Penyunting : Abdullah Ibnu Ahmad

Kover : Raden Dion Dhirasatwika

Tipografi : Rizky Aris Setiawan

Penerbit : Lampudjalan

Tahun Terbit : 2017

Jumlah Hlm : 248 hlm

*Mahasiswa STIKes ICSada, anggota LPM V Kampus Ungu

 

Tag : mahar, resensi



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini