Pelatihan Menulis Bersama EMCL dan Tempo Institue
Dari Story Telling Sampai Kuliner Khas Kraton
blokbojonegoro.com | Tuesday, 13 November 2018 06:00
Oleh: Parto Sasmito
Wartawan biasa dikenal tangi awan atau bangun siang. Namun hal itu tampaknya tidak berlaku Senin (12/11/2018). Meski ada yang semalam begadang, diskusi atau nonton bola hingga dini hari, namun sejak subuh sudah ada yang mendirikan salat. Walaupun akhirnya kembali ke pulau kapuk, bangunnya juga tidak terlalu siang.
Sekitar pukul 07.00 WIB, di antara 26 wartawan dari Bojonegoro, Blora, dan Tuban yang mengikuti pelatihan menulis di Disaster Oasis, Jalan Kaliurang KM 21,5 Sleman Yogyakarta, ada yang pergi mandi, ada juga yang menikmati sarapan dan mandi bergantian.
Menikmati sarapan pagi dengan lontong dan opor ayam, kurang yakin bisa kenyang meski hampir setengah piring penuh irisan lontong. Ketika sudah habis, baru nasi dikeluarkan juru masak. Tanggung mau ambil nambah nasi, akhirnya milih tambah isi perut dengan dua lembar roti tawar oles mentega dan meses, ditambah secangkir kopi sebelum masuk di kelas untuk mengikuti pelatihan menulis feature dan story telling.
Pukul 08.30 WIB, kelas dimulai dengan dipandu oleh oleh Hudalloh dari Tempo Institute Media Lab. Dilanjutkan dengan sambutan dari External Affair ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) Dave A Seta yang memaparkan update produksi minyak yang telah mencapai lebih 210 ribu barel per hari.
Materi pertama, disampaikan oleh Elik Susanto, Redaktur Eksekutif Tempo.co tentang tehnik menulis feature/story telling: ide, angle, dan outline liputan yang awet.
"Tehnik menulis story telling, boleh memasukkan subjektifitas tetapi bisa dipertanggujawabkan. Bedanya bukan news tapi lebih ke artikel," papar Elik.
Tak kalah menarik di materi selanjutnya, Pemred Teras.id, Yosep Suprayogi yang menjelaskan tentang tehnik menggali bahan: riset, observasi dan wawancara. Dalam penyampaian, lebih banyak diskusi dengan peserta sehingga lebih membuka wawasan bagaimana menulis feature yang menarik.
"Kita tidak bisa mulai menulis sebelum menentukan angle atau sudut pandang. Kalau saya pribadi, paling tidak, butuh waktu 3 hari untuk mematangkan judul dan lead saja belum termasuk isi. Total hampir satu Minggu baru bisa tuntas tulisan feature saya," aku Yosep.
Usai istirahat, salat dan makan, sesi ke dua dilanjutkan dengan etika pemberitaan media online yang dibeberkan oleh Rustam Mandayun dari anggota Dewan Pers. Dalam materi ini, peserta dibentuk 5 kelompk dan diberikan teks berita yang dilaporkan ke Dewan Pers karena adanya pelanggaran-pelangggaran.
"Kebanyakan, pelanggaran yang dilakukan adalah oknum LSM merangkap jadi wartawan pergi ke desa dan meminta data. Namun karena tidak diberikan, akhirnya diberitakan. Padahal, profesi wartawan harus benar-benar menjalankan kode etik di mana dia harus profesional pada satu bidang profesi saja kalau dia benar-benar wartawan yang berkompeten," jelas Rustam.
Selain pemaparan, peserta dibentuk kelompok dan diminta mengidentifikasi kesalahan dan dugaan-dugaan pelanggaran yang dilakukan media dalam menyajikan berita. Masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusi dari setiap contoh berita yang berbeda.
Dilanjutkan materi terakhir yang juga tak kalah serunya dari Editor Bahasa di Tempo.co, UU Suhardi yang juga penulis Celetuk Bahasa 2, Bukan Sekadar Salah Kaprah.
Pada kegiatan ini, banyak hal-hal teknis yang kadang dirasa sepele, namun ternyata salah dan sering dilakukan oleh awak media. Seperti penggunaan tanda baca, penulisan huruf dan angka, serta pilihan kata.
Menjelang petang semakin mendekati akhir kegiatan materi, peserta yang juga sudah berdiskusi dengan kelompok untuk memahami tentang penulisan, berlomba-lomba memperbanyak poin dengan merevisi kalimat maupun tehnis tulisan yang kurang tepat. Kelompok paling banyak poin, mendapatkan hadiah buku dari UU Suhardi.
Petang menjadi gelap. Magrib hingga menjelang isya para peserta istirahat dan siap-siap untuk makan malam.
Sempat mengira makan malam di tempat yang sama untuk sarapan dan makan siang, kemudian malam ada tugas liputan di lapangan. Ternyata, makan malam di luar hotel.
Rombongan naik bus, belum tahu sepanjang perjalanan akan diajak ke mana. Akankah ke area Malioboro atau di angkringan. Lebih dari satu jam masuk ke area Kota Yogyakarta, meski awal pekan, namun lalulintas tetap ramai.
Bus semakin masuk ke jalan lebih kecil, dan belum ada bayangan mau ke mana, karena memang di benak belum tahu wilayah Yogyakarta.
Ternyata, rasa penasaran dan perut yang sudah lapar terbayar tuntas ketika tahu di lokasi di Raos Kraton.
Suasana Kraton Yogya sudah terasa ketika memasuki rumah makan. Ornamen bangunan, alunan musik, dan menu makanan semua ala kraton. Di menu makan, banyak pilihan disebutkan makanan dan minuman yang menjadi favorit Sri Sultan Hamengku Buwono maupun keluarga kraton.
Agak lama bingung milih menu apa, akhirnya memilih nasi bakar daging sapi. Sedangkan minumnya Es Camcau, merupakan kegemaran GKR Hemas. Ingin merasakan makanan makanan ringan ala Sri Sultan Hamengku Buwono IX, pesan juga Tapak Kucing, berupa goereng gulung dari pisang raja pilihan, disajikan dengan taburan gula bubuk dan kayu manis.
Ada 4 meja yang dipenuhi pesanan peserta pelatihan menulis. Tampak semua menikmati hidangan khas kraton dengan aneka menu.
Usai makan malam, sambil menunggu peserta lain selesai, tampak beberapa peserta memanfaatkan keindahan suasana kraton dengan jalan-jalan dan mengabadikan momen menggunakan kamera handphone.
Sekitar pukul 22.00 WIB rombongan kembali ke hotel. Setelah perjalanan hampir tak sampai satu jam lebih cepat dari berangkat, semua peserta kembali ke kamar untuk beristirahat. Ada juga yang ngopi, diskusi maupun menulis. [ito]
Tag : pelatihan, menulis, storytelling, tempo, blokmedia, yogyakarta, kraton, kaliurang
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini