Jl. KS Tubun, Gang Srinayan No. 3 Kel. Mojokampung Kota Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Ini Alasan Pencabutan Perda 25 Tahun 2011 tentang Pajak dan Jasa

blokbojonegoro.com | Thursday, 14 February 2019 18:00

Ini Alasan Pencabutan Perda 25 Tahun 2011 tentang Pajak dan Jasa

Reporter: Wahyudi

blokBojonegoro.com - Pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Bojonegoro Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Wajib Pajak Cabang atau Lokasi Bagi Pemenang Penyedia Barang dan Jasa di Kabupaten Bojonegoro dilakukan sebagai langkah penyelarasan penyelenggaraan pemerintahan pada aspek pengadaan barang atau jasa.

"Hal itu sebagaimana telah diatur secara special pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah yang pada pokoknya berprinsip efesien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntable," kata Kabag Hukum Pemkab, Faisol Ahmadi kepada blokBojonegoro.com, Kamis (14/2/2019).

Sebelumnya, bahwa Pasal 2 ayat (3) Peraturan Daerah Bojonegoro Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Wajib Pajak Cabang atau Lokasi Bagi Pemenang Penyedia Barang dan Jasa di Kabupaten Bojonegoro, menyatakan keharusan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Cabang/Lokasi di Kabupaten Bojonegoro. 

Hal itu sebagai syarat dalam dokumen kontrak, atas hal tersebut ketika Perda itu berlaku banyak rekanan pemenang tender yang mengajukan dispensasi ke Bupati agar tidak menerbitkan NPWP lokal.

"Dan itu dulu sering terjadi, padahal tidak terdapat mandat dalam Perda tersebut bagi Bupati dapat memberikan dispensasi. Peraturan kan dibuat untuk dilaksanakan bukan untuk disimpangi," katanya.

Pencabutan ini muncul ketika ada permohonan dispensasi yang dimaksud tadi. Bayangkan kalau NPWP jadi bagian dari dokumen kontrak, pada di Kabupaten Bojonegoro banyak rekanan Nasional bahkan BUMN pemenang tender di Kabupaten Bojonegoro, apakah mereka juga mencantumkan NPWP lokal dalam dokumen kontraknya?

Alasan lain sacara yuridis yaitu berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan 'Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak'.

Atas dasar ketentuan dimaksud, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diterbitkan berdasarkan kedudukan hukum dari perorangan atau badan usaha.

Selanjutnya, berdasarkan Penjelasan atas Pasal 2 ayat (1) tersebut pada pokoknya menyatakan Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Karena itu kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang pada pokoknya menyatakan untuk mengharuskan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPn).

Untuk melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha dan tempat kegiatan usaha  dilakukan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Selanjutnya pada ayat (3) ketentuan dimaksud menyatakan bagi Wajib Pajak yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat atau cabang wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan. 

Hal  tersebut  mengandung  maksud  bahwa  kewajiban  mendaftarkan  Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Cabang adalah bagi wajib pajak yang mempunyai tempat usaha tersebar atau tidak berada pada 1 (satu) tempat atau daerah saja.

"Sedangkan wajib pajak yang tidak memiliki cabang di tempat berbeda maka kewajibannya adalah melaporkan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada kantor Direktorat Jenderal Pajak setempat," jelasnya.

Bisa dibayangkan ketika Dinas Kesehatan atau RSUD melakukan Pengadaan Obat yang spesifik dengan rekanan Kimia Farma atau sekelasnya, apakah ada kantor cabang pabrik Farmasi sekelas Kimia Farma di Bojonegoro? Atau apakah berkenan mereka ngurus NPWP lokal? Terus atas nama siapa dan sebagainya. 

Belum lagi ketika akan menyusun Raperda yang membutuhkan Naskah Akademis dari Perguruan Tinggi, misalnya dengan Universitas Gajah Mada atau Universitas Airlangga, apakah mereka juga harus bikin NPWP lokal? Bisa dicek di SKPD yang pernah kerjasama dengan Universitas luar Bojonegoro dalam rangka menyusun naskah akademis. 

Oleh karena itu, apabila terdapat adanya pemenang tender atau rekanan dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa tidak berasal dari daerah dan tidak memiliki Kantor Cabang di daerah yang bersangkutan, maka tidak ada kewajiban untuk membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Cabang/Lokasi.

Melainkan, cukup melaporkan kepada Kantor Direktorat Jederal Pajak setempat untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dalam ketertiban memenuhi Pajak Pertambahan Nilai (PPn). [yud/lis]

Tag : pajak, jasa, perda



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini