07:00 . Rugi 925 Juta, Korban Arisan Bodong Lapor Polisi   |   21:00 . Ada Apa dengan Puasa?   |   18:00 . Persibo Bojonegoro Ditunjuk Tuan Rumah Liga 3 Nasional   |   16:00 . 67 Orang Lolos Verifikasi Administrasi Calon Komisioner KPU Bojonegoro   |   15:00 . Puluhan Korban Arisan Bodong Lapor ke Polres Bojonegoro, Kerugian Capai Rp925 Juta   |   14:00 . Belum Genap 3 Bulan 74 Kasus HIV Jadi Catatan Dinkes   |   13:00 . Pemkab Bojonegoro Buka Posko Aduan Bagi Karyawan Swasta Tak Dapat THR   |   21:00 . EMCL Ajak Media Bikin Konten Kreatif Dukung UMKM Naik Kelas   |   15:00 . Diduga Korsleting Listrik, Empat Rumah dan 1 Ekor Sapi di Bojonegoro Ludes Terbakar   |   13:00 . Kemenag Bojonegoro Bentuk Satgas Khusus Tangani Kasus Pelecehan Seksual   |   20:00 . Kelompok 23 Buka Program AM UNUGIRI di MA Tanwiriyah Baureno   |   19:00 . Musrenbang Perempuan, Anak dan Disabilitas, Ini Harapan PDKB   |   15:00 . Musrenbang, PJ Bupati Harapkan Semua Terlibat dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan   |   15:00 . Pemkab Rapat Persiapan Pembukaan Kampus Universitas Brawijaya di Bojonegoro   |   10:00 . Wali Murid Minta Kejelasan Kasus Merger, Begini Ungkapan Pj Bupati Bojonegoro    |  
Fri, 29 March 2024
Jl. KS Tubun, Gang Srinayan No. 3 Kel. Mojokampung Kota Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Tantangan Belajar Siswa Milenial

blokbojonegoro.com | Monday, 01 April 2019 13:00

Tantangan Belajar Siswa Milenial

Oleh: Usman Roin *

Belajar di era digital tentu menghadirkan tantangan tersendiri bagi siswa milenial. Satu sisi teks book pembelajaran harus dikuasai, sisi yang lain digitalisasi seakan-akan menjadi “nafas” kedua setelah ruh kehidupan. Gambaran nyata bisa dilihat, aktivitas bangun tidur yang lebih utama dicari adalah perangkat digital (gawai) guna mengetahui berbagai informasi atau sekedar lelucon belaka. Bukan buku yang dibuka, melainkan budaya membuka pesan yang sudah lama menjadi keluhan banyak orang (termasuk orang tua).

Hadirnya teknologi dan informasi satu sisi membuka keran informasi yang jauh masuk ke ruang privat. Sebaliknya informasi privat kita juga bisa diakses oleh yang jauh. Jadi, simalakama digital tentu patut menjadi perhatian bersama para milenialis. Kenapa, karena sudah mulai ada indikasi terjadi penurunan semangat belajar mereka. Jika demikian adanya, mencari cara yang terbaik agar belajarnya para siswa menjadi konsisten patut menjadi renungan bersama.

Hal itu bisa dimulai dari keluarga. Keluarga sebagai elemen fundamental pendidikan perlu berintrospeksi diri. Sudah seberapa intens komunitas belajar ditingkat keluarga itu terwujud? Atau justru malah nihil sama sekali! Adanya pertanyaan ini diajukan bukan serta merta tanpa tujuan. Melainkan lebih dari itu ingin memotivasi para keluarga untuk ikut menampakkan perilaku belajar pada ranah keluarga hingga ending-nya anak secara mandiri melakukan aktifitas yang serupa.

Untuk bisa mewujudkan kemandirian belajar anak, maka kebiasaan belajar pada komponen keluarga harus diwujudkan terlebih dahulu. Artinya ayah, ibu, kakak dan semua komponen keluarga bersama-sama melakukan aktifitas belajar. Hal ini sebagaimana dikatakan Mulyasa (2014:9) jika kebiasaan ingin menjadi karakter maka penciptaan lingkungan (belajar) adalah sebuah keniscayaan. Kendalanya adalah, peran orang tua untuk menciptakan lingkungan belajar intern kalah oleh kebutuhan dunia kerja hingga untuk meluangkan belajar bersama seakan-akan zero time realitanya.

Jalan tengahnya bagi penulis, meminta kepada anggota keluarga yang punya waktu longgar untuk terlebih dahulu menciptakan ruang belajar ditingkat keluarga adalah hal yang perlu dilakukan. Adapun yang masih bekerja, komunikasi jarak jauh yang meminta anak untuk belajar terlebih dahulu adalah langkah berikut yang perlu dilakukan. Tujuannya adalah menyampaikan pesan bahwa ia (orang tua) juga akan belajar setelah menuntaskan pekerjaan. Intinya, jadwal belajar bersama haruslah dibuat untuk kemudian dipublis ke medsos hingga menumbuhkan memotivasi belajar menjadi habit.

Guru juga harus belajar

Pada tingkat sekolah, agar anak termotivasi belajar guru perlu merubah pembelajarannya sebagai hasil belajar agar anak tidak merasa jemu. Guna mewujudkan hal itu, maka guru perlu mempersiapkan bahan ajar serta pengembangan materi pendukung secara baik dengan banyak belajar pula. Ini artinya, iklim belajar secara personal (sebagai guru) juga diwujudkan. Sehingga proses transfer of knowledge menyenangkan (fun), tidak membosankan, melainkan menggugah siswa dengan seksama menikmati aktivitas pembelajaran hingga terangsang untuk belajar secara mandiri.

Jika pembelajaran guru tidak berubah (konvensional) penulis kurang yakin bahwa kemandirian belajar siswa selamanya tidak akan pernah terwujud menjadi karakter.

Adapun ditingkat masyarakat, aktivitas belajar juga bisa diciptakan ruangnya. Lalu, siapa yang mempersiapkan? Setiap keluarga yang menjadi anggota masyarakat perlu ikut mendukung proses belajar. Tujuannya, agar tidak terjadi ruang hampa proses kelanjutan belajar pasca keluarga dan sekolah. Bisa melalui sarana tempat ibadah (masjid, musala), majelis taklim, Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) atau melalui pagelaran local wisdom yang bisa digunakan perantara tumbuhnya pembelajaran secara kontinu.

Perwujudan adanya masyarakat pembelajar mempunyai fungsi agar tidak terjadi alienasi. Yakni, belajar kalau dilakukan sendiri terasa berat, seakan terkucilkan ditengah orang lain dengan santai dan enaknya seperti tidak membutuhkan pengetahuan sebagai hasil belajar. Tetapi bila dilakukan secara masif (keluarga, sekolah dan masyarakat) akan ada ikatan kuat bahwa prilaku belajar itu ternyata dilakukan siapapun.

Alhasil, persepsi belajar dengan aneka aktivitas yang dilakukan justru membuka kekayaan pengetahuan yang kontekstual dan tidak konvensional. Terlebih jika berbagai genre usia terlihat aktivitasnya belajar, tentu makna yang tersirat bahwa tanggung jawab belajar itu adalah kewajiban sepanjang hayat. Jadi, semangat kemandirian untuk tetap belajar akan bertranformasi kepada generasi berikutnya sebagai penerus estafet kepemimpinan masa depan.

Akhirnya, tentu kita tidak ingin generasi mendatang buta pengetahuan akibat nihilnya belajar. Maka, bangunan karakter pembelajaran itu perlu dipupuk oleh segenap komponen (keluarga, sekolah dan masyarakat) sebagai satu paket bahwa restorasi belajar secara masif itu mutlak dilakukan. Semoga!

*Penulis adalah Koord. Devisi Komunikasi & Hubungan Media Majelis Alumni IPNU Bojonegoro asal Kecamatan Balen, founder gurunulis.com, serta Mantan Ketua Umum Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (Risma JT).

Tag : guru, siswa, milenial



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

  • Monday, 19 February 2024 20:00

    PEPC JTB Kunjungi Kantor Baru BMG

    PEPC JTB Kunjungi Kantor Baru BMG Perwakilan PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Zona 12, Regional Indonesia Timur, Subholding Upstream Pertamina mengunjungi kantor redaksi blokBojonegoro.com (Blok Media Group/BMG), di BMG CoWorking Space, Jalan Semanding-Sambiroto, Desa Sambiroto, Kecamatan...

    read more

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat