15:00 . STIE Cendekia Bojonegoro Adakan Cultural Camp, Mahasiswa Internasional Belajar Batik dan Tari Thengul   |   21:00 . Blusukan di Pasar Tradisional, Cawabup Nurul Azizah Akan Tingkatkan Daya Saing   |   18:00 . Dugaan Penyalahgunaan Wewenang Iklan Media di Pemkab Bojonegoro, 2 Pejabat Diperiksa Polisi   |   16:00 . PKKM 2024, Dorong Peningkatan Kualitas Madrasah dan Inovasi   |   22:00 . Setyo Wahono dan Nurul Azizah: Jalan Baru Menuju Pendidikan Berkualitas untuk Bojonegoro   |   20:00 . Blusukan di Pasar, Wahono-Nurul Sapa Pedagang   |   19:00 . Tradisi Slametan Warga Ngelo, Awali Pembangunan Instalasi Air Bersih   |   16:00 . Hoaks Akun WhatsApp Mengatasnamakan Asisten I Setda Bojonegoro, Masyarakat Diminta Waspada   |   13:00 . Ingin Mandiri dan Bermodalkan KUR BRI, Parno Jualan Pentol Sambil Investasi Properti Kos   |   08:00 . Menilik Penguatan Peran Tri Pusat Pendidikan   |   21:00 . STIKES Rajekwesi Galakkan Gerakan Remaja Sehat bagi Pelajar di Bojonegoro   |   20:00 . Update Kesiapan Logistik, KPU Bojonegoro Siapkan 4.240 Kotak Suara   |   19:00 . Bersama MAN 1 dan SMAN MT Bojonegoro, STIKES Rajekwesi Gelar Gerakan Digital Remaja Sehat   |   18:00 . DPC PDI-P Bojonegoro Anggap Banteng Merdeka Bukan Kader PDI-P: Jangan Ngaku-ngaku   |   17:00 . Buaya di Bojonegoro Kembali Nampakkan Diri, Damkar Himbau Warga Kurangi Aktivitas di Sungai   |  
Fri, 04 October 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Esai Minggu

Wedang Kopi Mas Guru

blokbojonegoro.com | Sunday, 15 January 2017 08:00

Wedang Kopi Mas Guru

Oleh: Nanang Fahrudin

“Wedang kopi panas disajikan dengan cangkir putih kembang-kembang. Jian, kenapa kok rasanya beda ya. Wedang yang begini lebih terasa nikmat dibandingkan dengan wedang yang disajikan dengan gelas bening”.

Aku mengatakan itu kepada Kang Tolib sambil jegrang di warung Mak Ni. Kang Tolib yang kuajak ngobrol malah cengar-cengir sambil tatapannya mengarah ke perempuan seksi penjual rokok. Haduh ini jelas-jelas maksiat dan melecehkan teman. Wong diajak ngobrol malah matanya kemana-mana.

“Kang!” kataku sambil neblek bahunya.

“Eh, kowe ki mengagetkan saja. Jantungku ki lemah lho,” katanya sambil membetulkan posisi pantatnya seperti orang sedang menahan kentut.

“Lha kowe ki dijak ngomong malah matanya piknik kemana-mana. Hayo apa yang kubicarakan tadi,” kataku agak marah.

“Halah, kowe ki kok mudah sekali marah to. Wong begitu saja kok marah. Mbok dadi wong itu yang sabaran dikit. Masa aku harus memperhatikan dirimu dan melewatkan perempuan tadi. Kan aneh jadinya. Haha.”

“Sekarepem wes.”

“Lho. Mbok jangan mudah marah begitu. Apa kamu sekarang sudah seperti orang-orang itu. Yang mudah marah, mengumbarnya di media sosial, merasa paling benar sendiri,” kata Kang Tolib.

Aku tidak melanjutkan obrolan itu. Dan kebetulan Mas Guru lewat. Langsung saja kusapa dan kupersilahkan ikut ngopi. Bersyukur dia berkenan. Maka jadilah kita bertiga ngopi sambil ngobrol kemari kesana.

Mas Guru adalah orang yang baik. Kami mengenalnya sebagai orang yang  tidak ngetok-ngetokno ilmunya. Rendah hati. Aku dan Kang Tolib selalu senang kalau ngopi bareng dia. Selalu ada saja ada yang menarik untuk dibicarakan, dan itu berbeda ketika aku dan Kang Tolib ngobrol.  Tapi kalau diajak ngobrol, dia selalu terbuka.

“Mas Guru, menurutmu kenapa orang sekarang mudah sekali marah ya. Dan perbedaan seperti sesuatu yang mengancam kehidupan kita,”  tanya Kang Tolib sambil nyomot pisang goreng anget. Di warung, makin banyak orang yang datang. Rata-rata pegawai negeri yang korupsi waktu kerja.

“Ah sampean terlalu banyak melihat dunia dari media sosial saja. Saya juga tidak tahu, media sosial dipenuhi dengan orang-orang yang marah-marah melulu. Tapi, coba lihat juga masyarakat yang berada di sawah, pasar tradisional, warung kopi begini, kan adem ayem saja. Ya sebenarnya yang mudah marah itu yang orang-orang gede itu, yang kemudian mengajak orang-orang kecil seperti kita,” katanya.

“Tapi, di medsos kan tidak semua orang gede. Banyak wong cilik juga seperti kita ini. Tapi mereka juga sering marah-marah,” kataku. Wedang kusruput lagi dikit.

“Ya, medsos macam fesbuk memang unik. Fesbuk adalah produk dari modernitas, yang seharusnya mengarahkan manusia kepada kesetaraan dan kebebasan sebagaimana watak modernitas. Tapi kenyataannya, fesbuk malah membawa orang pada kepicikan berpikir, pemutlakkan identitas, dan sangat yakin bahwa dirinya adalah paling benar. Akibatnya orang mudah tersulut emosinya, meski gara-gara kabar tak benar. Yang penting marah dulu,”

“Dan orang-orang yang marah itu seakan-akan yakin bahwa Tuhan juga marah kepada orang yang dimarahi. Sehingga, mereka meyakini telah menjadi wakil Tuhan untuk marah.  Saya ingat wejangan Gus Mus. Begini kata beliau. Bahwa kita seringkali merasa ketika kita marah, Tuhan juga sama marahnya. Jadi kita menyamakan diri kita dengan Tuhan. Padahal kita adalah ciptaannya yang sama-sama keciiiiilllll banget. Kita hanya sama-sama makhluk Tuhan”.

“Terus gimana Mas Guru?” tanya Kang Tolib.

“Apanya yang gimana,” kataku. Entah kenapa aku selalu bengkerengan kalo sama Kang Tolib. Tapi ya kami tetap cengengas cengenges gitu. Mungkin gaya persahabatan kami model begitu. Lebih asyik.

“Ya ndak gimana-gimana. Kita perlu pandai-pandai menjaga diri. Jangan ikut-ikutan marah. Tidak perlu ngeshare apa-apa di fesbuk yang berujung pada kebencian. Biarkan mereka begitu. Kita berdoa saja semoga semua baik-baik saja,”  kata Mas Guru.

Aku dan Kang Tolib beradu tatap. Aku tahu apa yang dipikirkan Kang Tolib. Pasti dia minta wedang kopinya dibayari Mas Guru. Jian kurang ajar banget kok pancen.

-----------------------------------------

Penulis beralamat di kakisepasang@gmail.com

Tag : esai minggu, wedang kopi, media sosial



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat