Jejak Sang Penyebar Islam (5)
Raden Bagus Lancing Kusumo Penyebar di Tanah Bubulan (Bagian 1)
blokbojonegoro.com | Wednesday, 31 May 2017 17:00
Reporter: Sutopo
blokBojonegoro.com - Sebuah desa erat kaitannya dengan kisah-kisah yang menjadi sejarah dan diyakini masyarakatnya. Sebagaimana kisah yang dituturkan sesepuh di Dusun Ngeneng (dulu bernama Clebung Ngeneng), Desa Clebung, Kecamatan Bubulan, Bojonegoro. Di desa tersebut terdapat sebuah makam yang diyakini keramat yakni petilasan Raden Bagus Lanching Kusomo. Konon katanya beliau adalah salah satu penyebar Islam pertama di daerah tersebut.
Saat blokBojonegoro.com, melakukan penelusuran, dan menuju lokasi pemakaman yang jaraknya sekitar 1 kilometer dari pusat kecamatan cuaca tengah tak bersahabat karena memdung. ke makam tersebut, letak dan tempatnya berada tak jauh dari pusat Kecamatan Bubulan sendiri, yaitu kurang lebih 1 kilometer ke arah timur dari Kantor Kecamatan.
Bagi anda, yang ingin berziarah ke Makam Raden Bagus Lanching Kusumo, jika dari pusat Kota Bojonegoro, jaraknya kurang lebih 36 kilometer ke arah selatan, yaitu bisa menempuh lewat jalur Kecamatan Dander ke Kecamatan Temayang dan mengambil arah jalur menuju Kecamatan Bubulan.
Bisa juga menempuh jalur langsung melalui jalur Kecamatan Dander ke Kecamatan Bubulan jalur lebih hemat perjalanan. Di jalur PUK Bubulan-Temayang nanti akan terlihat gapura dengan bertuliskan pesarehan Raden Bagus Lanching Kusumo. Pengunjung bisa langsung masuk ke tempat tersebut. Bisa dengan naik motor maupun mobil.
Menurut juru kunci Makam Raden Bagus Lanching Kusumo, Watimo menceritakan, dahulu kala pada masa penjajahan Kolonial Belanda, tepatnya pada zaman kerajaan Pajang, Jawa Tengah, sang Raden melarikan diri karena takut Belanda.
"Hingga akhirnya pelarian itu sampai daerah sini. Yang waktu itu menurut cerita turun temurun wilayah sini masih banyak ditumbuhi pohon bambu," kata Watimo saat mengawali cerita, kepada blokBojonegoro.com.
Kala itu daerah sini belum banyak pohon jati, lanjut Watimo bercerita, hal tersebut membuat sang Raden babat di daerah setempat, konon beliau tidak makan dan tidak pula minum, lantaran belum ada persediaan makanan.
"Dari situlah Raden Bagus Lanching Kusumo, memanfaatkan bambu muda (bung) untuk dibuat sayur sebagai makanan dengan di campur sambal pecel. Dan akhirnya menjadi asal muasal nama Desa Clebung (pecel dan bung)," beber Kakek satu cucu itu.
Lanjut kata Watimo, pada saat Raden menelan makanan dari sayur tersebut dirinya tersedak (makanya mengganjal di leher), dan akhirnya beliau berdoa kepada Allah untuk membuat galian sumur (saat ini Sendang Ngeneng), ternyata keluarlah air yang dipergunakan untuk minum.
Namun, waktu itu menurut cerita, ada seorang wanita tiba-tiba ikut mengambil air, tak disangka sumber air berubah menjadi merah. Hal itu ditarik kesimpulan oleh Sang Raden bahwa perempuan itu tengah datang bulan.
"Cerita itu hingga saat ini masih berlaku, bagi perempuan yang mengalami datang bulan atau haid tidak boleh masuk sendang Ngeneng," tutur Watimo saat mengisahkan sedikit perjuangan Raden Bagus Lanching Kusumo.
Dekitahui, Raden Bagus Lanching Kusumo adalah seorang perjaka atau bujangan, pada masa itu ( tak diketahui tahun berapa saat beliau hidup, namun dari penelusuran blokBojonegoro.com, di lokasi terlihat makam seorang kanti/satpam/pengawal yaitu bernama Subakir wafat pada 12 Maulud 1212, dan pengawal satunya lagi bernama Sujono dengan wafat yang sama seperti Subakir
Di lokasi, makam sendiri ada beberapa kerabat dari sang Raden di antaranya Yang Denok, Subakir dan Sujono tadi. Selain itu petilasan tersebut di kelilingi pepohonan yang ukuranya raksasa, ada pendopo tempat untuk peziarah, pagar gapuro dengan beberapa gambar, salah satunya yang menonjol di tempat itu, adalah gambar Harimau.
"Gambar harimau bermaksud waktu dulu jika ada orang mabuk di daerah sini akan keluar sosok harimau untuk memberi peringatan kepada si pemabuk," tutur Watimo saat menjelaskan maksud gambar di makam sang Raden.
lanjut cerita, setelah mendapatkan sumber air, sang Raden berkeinginan untuk membabat lahan untuk di tanami bahan pangan, dan untuk keberlangsungan kehidupan untuk masyarakat sekirtar.
"Waktu itu beliau babat hutan sebagai sawah atau ladang untuk bercocor tanam, yang akhirnya diwariskan untuk generasi saat ini," imbuhnya. [top/lis]
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini