Jejak Sang Penyebar Islam (9)
Mbah Abror, Penyebar Islam di Sukosewu dengan Banyak Karomah
blokbojonegoro.com | Sunday, 04 June 2017 17:00
Reporter: M Safuan
blokBojonegoro.com - Di daerah Kecamatan Sukosewu, Kabupaten Bojonegoro ada salah satu tokoh yang cukup tersohor hingga kawasan Kecamatan Sugihwaras. Masyarakat menyebutnya Mbah Kiai Abror. Ia diyakini sebagai perintis awal penyebar Islam di wilayah Kecamatan Sukosewu.
Saat ditemui blokBojonegoro.com KH Ismail, pengasuh Pondok Pesantren Al Abror yang mempunyai garis keturunan dari Mbah Kiai Abror, menceritakan bahwa Mbah Kiai Abror yang berasal dari Kabupaten Tuban pertama kali datang di wilayah Sukosewu pada era Penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1836.
Mbah Abror merupakan salah satu kerabat dari Mbah Jabbar Ngelirip Rengel yang merupakan ulama asal Kabupaten Tuban. Mbah Abror sendiri datang ke wilayah Bojonegoro tepatnya di Dusun Sampung Desa Sukosewu atas ajakan dari salah satu petinggi kala itu, yang bernama Klenting Wesi.
Klenting Wesi merupakan salah satu petinggi yang tingkah lakunya konon seperti berandal sehingga masyarakat di kala itu sangat takut kepadanya, Singkat cerita, Klenting Wesi suatu saat merasa ingin mengayomi masyarakat dan mencari ketenangan diri, lalu dimintalah Mbah Abror untuk memberikan nasihat kepadanya.
Dikatakan, hubungan antara Klenting Wesi dan Mbah Abror masih terhitung kerabat, namun Klenting Wesi kala itu belum memeluk Islam, demikian pula masyarakat setempat.
Ada cerita konon karena keilmuan Mbah Abror yang sangat tinggi, para penjajah Belanda tidak dapat memasuki wilayah Sukosewu yang menjadi tempat tinggal baru Mbah Abror. Yang terlihat oleh kolonialis Belanda hanyalah hutan yang tak berpenghuni.
Cara Menyebarkan Islam dan Karomahnya
Dalam berdakwah Mbah Abror menjalin kedekatan sosial dengan masyarakat. Mbah Abror biasa berbincang-bincang dengan warga dan sesekali menyisipkan nilai ajaran agama Islam. Ia juga mendirikan musala di Dusun Sampung Desa Sukosewu.
Mbah Abror juga mengajak masyarakat Sukosewu dan sekitarnya belajar ilmu agama dengan mengajarkan tembang Jawa. Cara penyebaran semacam ini pernah digunakan oleh Sunan Bonang melalui tembang terkenal Tombo Ati. Tembang umumnya berisi nilai-nilai luhur ajaran Islam.
Dengan metode mengenalkan tembang Jawa atau lirik lagu tersebut, lambat laun masyarakat Sukosewu banyak yang belajar menimba ilmu agama di tempat MbahAbror. Musala yang didirikannya pun lantas dipenuhi masyarakat yang ingin belajar ilmu agama Islam.
Tak hanya ahli ilmu agama, Mbah Abror juga diyakini memiliki ilmu kebatinan dan kanuragan yang cukup tinggi. Beredar cerita bahwa suara beduk musala Mbah Abror terdengar hingga ke Pendopo Karasidenan Bojonegoro yang letaknya cukup jauh dari Sukosewu.
Kiai Isma'il, Pengasuh Pondok Pesantren Al Abror, juga bercerita, perawakan Mbah Abror ditandai dengan ciri khas, yakni berambut panjang. Konon tiap ia sedang berada di aliran sungai, masyarakat tidak ada yang berani mesusi beras (membersihkan beras dengan air sebelum dimasak) karena dipastikan beras yang akan dimasak tidak akan matang. Mbah Abror sendiri mandi setiap memasuki bulan Suro atau Muharam. Mbah Abror melalui hidup sehari-hari dengan penuh kesederhanaan. Ia suka mengonsumsi daun sirih yang dicampur dengan buah pinang.
Mbah Abror pernah secara tidak sengaja mencelakai seekor ikan rengkik/jambal yang membuatnya melarang keturunannya makan ikan tersebut sebagai ungkapan rasa bersalah.
Kisah tentang ikan rengkik/jambal bermula ketika Mbah Abror yang ingin menyeberang sungai tiba-tiba muncul sebuah jembatan, kemudian beliau melewati jembatan tersebut. Setelah sampai di tepian, Mbah Abror memecah buah pinang dengan pangkal jembatan, tiba-tiba pangkal jembatan tersebut berdarah, ternyata jembatan yang diseberanginya tadi bukan sebatang kayu melainkan wujud dari seekor Ikan Rengkik/Jambal.
“Kemudian Mbah Abror berucap nebakno ilo ilo (sumpah serapah) dimana semua keturunan beliau tidak diperbolehkan makan ikan tersebut, kalau pun ada yang melanggar nantinya akan sakit perut, dan perut tersebut akan terus membesar,” jelasnya.
Mengetahui karomah yang dimiliki Mbah Abror, Klenting Wesi selaku petinggi di wilayah tersebut akhirnya mengajak masyarakat untuk berguru agama Islam kepada Mbah abror. Bahkan, Mbah Abror diberikan hak sepenuhnya oleh Klenting Wesi hingga akhirnya beliau wafat. Setelah wafat, penyebaran agama Islam diteruskan oleh generasi penerusnya seperti Kiai Ahmad Roji, Mbah Ismail, Mbah Nur Said hingga saat ini diteruskan oleh generasi kelima dari keturunan Mbah Abror yakni KH Ismail.
Meski merupakan sebagai penyebar Agama Islam pertama di Sukosewu, Makam Mbah Abror berada di tempat pemakaman umum Desa setempat, Meski sempat makam Mbah Abror akan dipindahkan, namun dengan berbagai pertimbangan oleh sesepuh maupun para ulama berpendapat bahwa makam Mbah Abror sebaiknya tidak usah dipindahkan.
Selain itu, menurut Pengasuh Ponpes Al Abror, Makam Mbah Abror sempat mau dibangunkan cungkup oleh beliau, namun secara isyarat yang didapat KH Ismail sebaiknya tidak usah dibangunkan, bahkan sempat makam Mbah Abror dibuatkan Pagar, namun selang beberapa hari pagar tersebut roboh tanpa sebab.
Meski keberadaan Makam Mbah Abror tak diistimewakan, namun banyak peziarah yang datang. Terlebih pada hari Jumat dan bulan tertentu, Makam Mbah Abror tak lekang oleh peziarah yang ngalap berkah. Untuk mengetahui makam Mbah Abror tak sulit karena pada batu nisan diberi tanda dengan terbungkus kain putih.
Itulah sedikit cerita tentang Mbah Kiai Abror, Salah satu penyebar agama Islam di Wilayah Sukosewu, Kabupaten Bojonegoro yang mempunyai ilmu agama yang tinggi dan bahkan mempunyai karomah yang cukup luar biasa. [sof/lis]
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini