Arti Totalitas Menjadi Guru
blokbojonegoro.com | Friday, 25 August 2017 20:00
Oleh : Farikhatul Ulya *
Keperihatinan Mantan Mendiknas M Nuh dalam pendis.kemenag.go.id menarik untuk dicermati bahwa, ’Bangsa ini terpuruk karena kualitas pendidikannya rendah. Maka atas nama masa depan bangsa, hentikan mental mengajar hanya untuk mengajar materi. Bangkitkan kembali semangat mengabdi dengan cinta yang tulus’.
Sungguh indah bila setiap guru menghayati pembelajaran yang ia lakukan. Yakni, penuh dengan dedikasi tinggi untuk mengabdi serta dengan rasa cinta yang dalam. Kebalikannya, tidak hanya sekadar menyelesaikan materi buku ajar yang kering dari penghayatan dan penguasaan, atau juga sekadar menggugurkan kewajiban yang ending-nya mendapatkan uang dari jumlah jam mengajar yang telah diselesaikan.
Secara nalar, lembaga pendidikan manapun tidak menginginkan adanya guru sebagai tenaga pendidik hanya melakukan hal tersebut. Melainkan wujud pengabdian pada lembaga secara total, penuh dengan cinta, penghayatan, sebuah panggilan jiwa dan bukan semata-mata melulu sebagai pekerjaan.
Terlebih akhir-akhir ini, membangun karakter bangsa adalah pekerjaan besar yang harus terselesaikan dan menjadi tanggung jawab setiap lembaga sekolah yang ada. Alhasil muncullah pengembangan inovasi pembelajaran yang melahirkan keunggulan prestasi peserta didik serta kredibelitas yang tinggi sebuah lembaga dari animo masyarakat.
Untuk mewujudkan hal itu, di sinilah fungsi guru yang tidak disadari ternyata ikut memberikan pencerahan kepada masyarakat. Bahwa, mengabdikan diri kepada anak dengan penuh cinta adalah senjata ampuh dalam menanamkan karakter pada anak. Apalagi di tengah minimnya perhatian orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya. Tentu anak akan terayomi dan terjaga kestabilan emosionalnya. Sebab, dikesehariannya anak diperhatikan dengan seksama setiap perkembangan kepribadian. Harapannya setelah nanti dewasa, kemandirian dalam mengembangkan diri menjadi nyata tanpa menjadi benalu atas kebesaran bayang-bayang keluarga atau yang lainnya. So, akhirnya, tertanamlah konsep hidup yang sesungguhnya yaitu, bukan tentang apa yang kita dapatkan, tetapi apa yang bisa kita berikan kepada sesama akan lah terwujud.
Sedangkan dari sudut pandang Agama, Islam juga menjelaskan bahwa mengabdi dengan cinta akan melahirkan guru yang memiliki sikap amanah. Tidak akan mengkorupsi terhadap tanggung jawab yang telah diembankan walau tanpa pengawasan. Apalagi menurut Jamal Abdur Rahman dalam bukunya ’Kiat Mendidikan Anak Menurut Rasulullah’, mengatakan, ’Dengan bercengkerama dan bersikap ramah lemah lembut terhadap anak-anak akan menyalurkan kehangatan dan kasih sayang yang murni ke dalam jiwa anak-anak’. Sehingga, anak dimasa dewasa tidak tumbuh menjadi orang yang berhati kasar, keras dan kejam melainkan berahlak sebagaiman digariskan dalam surat al-Qolam: 04, yakni benar-benar berbudi pekerti yang Agung.
Adapun secara psikologi, mengabdi dengan cinta akan menjadikan guru lebih memahami dan memperlakukan anak didiknya (siswa) sesuai dengan kadar intelektual dan kesiapan psikologis tentunya. Dari sinilah akan lahir keterampilan seorang guru dalam menciptakan metode pembelajaran yang lebih bervariatif, efektif dan sesuai dengan materi pengajaran. Di sini pula kepekaan terhadap lingkungan pendidikan akan terwujud. Sebab, guru tahu bagaimana membawa siswa fun selama berada di lembaga pendidikan.
Lalu dari kacamata masyarakat, mengabdi dengan cinta akan merubah mindset ke depan yang lebih baik. Yakni, membentuk masyarakat yang respek dengan harapan masyarakat juga ikut serta merencanakan tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai pengabdian sosial yang penuh cinta. Rukun dalam berkeluarga, antar tetangga dan warga, bahkan kampung juga akan terjalin di tengah maraknya aksi tawuran yang masih saja terjadi. Serta yang tidak kalah penting upaya saling menghormati dan saling mengingatkan dengan konsep yang santun dan penuh dengan tolerasi berbangsa dan bernegara haruslah diasah sejak dini.
Berbagai manfaat di atas tentu akan terasa bila kita sebagai guru tulus dalam mengabdikan diri dan penuh dengan cinta dalam suatu lembaga pendidikan. Tak ada gundah gulana, sebab yang ada hanyalah memberikan yang terbaik dalam rangka mendedikasikan diri hingga kemudian melahirkan sosok manusia yang kontributif untuk diri, lembaga dan di setiap aspek sisi kehidupan sosialnya.
Alhasil, perilaku semacam itu akan menciptakan profesonalitas dalam menjalankan berbagai kegiatan, bahkan kondisi tersebut akan menciptakan produktifitas dalam kegiatan keseharian serta membuat seseorang sehat jasmani dan rohani. Yakni, sehat karena kita bisa bekerja sesuai dengan harapan dan mendapatkan hasil yang maksimal berkat totalitas sebuah pengabdian.
*Penulis: Alumnus Attanwir Talun Sumberrejo dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini