Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Solusi Anak Malas Belajar

blokbojonegoro.com | Thursday, 12 October 2017 08:00

Solusi Anak Malas Belajar

Oleh: Usman Roin *

Melihat anak malas belajar seakan membuat miris kita sebagai orang tua. Pengorbanan yang dilakukan berwujud meteriil seakan tidak ada artinya untuk membuat mereka keranjingan belajar. Belum lagi, setelah terpenuhinya  fasilitas teknologi berupa gadget, juga tidak serta merta menumbuhkan kemauan belajar. Yang jamak justru, mereka terlelap dalam buaian teknologi sehingga aktifitas belajar ‘seakan-akan tidak perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh’.

Bila sudah ada gelagat seperti itu, yang diperlukan adalah upaya bersama untuk menyingkirkannya. Jangan malah dibiarkan, saling melempar tanggung jawab yang justru bukan menemukan solusi cerdas mengatasi anak malas belajar. Terlebih, era globalisasi teknologi informasi saat ini, tantangan belajar anak tidak sepenuhnya berasal dari keluarga, sekolah dan masyarakat, melainkan juga muncul dari teknologi informasi itu sendiri.

Terkait dengan hal di atas, bila saja kendala anak malas belajar dalam keluarga disebabkan oleh minimnya perhatian orang tua, yakni orang tua yang sama-sama sibuk bekerja, tentu pertanyaan kecilnya adalah, seberapa intensifkah waktu yang mereka luangkan untuk memperhatikan perkembangan anak?

Pada poin ini, kiranya orang tua bisa bermusyawarah terlebih dahulu, tentang ihwal bagaimana solusi yang tepat untuk memperhatikan perkembangan belajar anak ditengah kondisi yang sama-sama bekerja. Misalnya, secara bergantian mereka ikut memperhatikan tatkala anak sedang belajar, agar tidak terkesan bahwa urusan anak hanya menjadi tumpuan salah satu saja.

Selanjutnya, bila bentuk kemalasan belajar anak terjadi di sekolah, maka hadirnya layanan BK (bimbingan dan konseling) harus ikut andil memecahkannya. Terlebih hal itu sebagaimana dimanatkan dalam Permendikbud No. III Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Pasal 3. Yakni, kehadiran BK bukan hanya terfokus pada problematika kenakalan belaka, melainkan ditingkatkan pada upaya ikut serta membantu konseli mencapai perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, belajar, sosial dan karir.

Terkait dengan hal itu, caranya bisa dilakukan dengan setiap minggu BK meminta laporan dari para wali kelas terhadap anak yang mempunyai problem belajar. Untuk kemudian, diklasifikasikan berdasar tingkat keseriusannya. Lalu diambil langkah, mana yang darurat untuk segera diberikan terapi dengan rentan waktu penyelesaikan yang sudah ditentukan. Sehingga, setelah proses pemulihan selesai, bisa dilanjutkan pada anak-anak yang tidak begitu parah dalam hal problem belajar. So, bila BK sudah mau melompat pada paradigma fungsionalitas tersebut, maka problem anak malas belajar akan cepat teratasi dengan menggunakan berbagai upaya psikologi klinis.

Sedangkan perihal domain masyarakat, terwujudnya warga yang rukun, punya semangat belajar yang tinggi, saling tenggang rasa untuk mengingatkan sesama pada pesan belajar, menjadi bukti bahwa perannya sangat urgen. Warga sebagai kumpulan masyarakat jangan malah apatis terhadap ulah pelajar –atas nama pencarian identitas– tanpa mengingatkan sama sekali. Bila itu terjadi, maka perkembangan identitas mereka akan menemukan masalah dikemudian hari menjadi jatidiri negatif yang bisa menimbulkan perilaku destruktif (perusak). Maka, tak ayal jamak pelajar di masyarakat tak terlihat aktivitas positifnya oleh sebab, minimnya peran serta masyarakat untuk ikut mengawal anak menjadi generasi pembelajar masa depan.

Adapun terhadap kehadiran teknologi, maka upaya mangatur kapan penggunaannya adalah langkah bijak mengkonstruk kesungguhan anak saat belajar. Bisa pula dengan mengisi perangkat (gadget-nya) berbagai aplikasi edukatif dalam rangka mendukung semangat belajar yang dilakukan. Alhasil, bila anak saat belajar kemudian tidak bisa memecahkan PR secara mandiri, maka bantuan teknologi –gadget– diperlukan guna mempercepat penyelesaian tanggung jawab belajar secara individu.

Oleh karena itu, jika upaya menangani anak malas belajar itu berwujud partisipasi aktif segenap komponen pendidikan, maka belajar bukanlah hal yang menjemukan lagi bagi anak. Melainkan justru mengasyikkan, karena esensi belajar yang dilakukan oleh anak akan kembali kepadanya. Yakni, pelajar yang pintar dan berprestasi sebagai hasil dari perilaku belajar yang dilakukan sebelumnya.

 
*  Penulis adalah pegiat Komunitas Penulis Nahdlatul Ulama (KopiNU) Bojonegoro & Mahasiswa Magister PAI UIN Walisongo Semarang.

Tag : belajar, anak, malas, cara



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini