Menggagas Kesejahteraan GTT di Bojonegoro
blokbojonegoro.com | Thursday, 05 April 2018 16:00
Oleh: Sally Atyasasmi*
Lagu legendaris berjudul “Guru Oemar Bakri” merupakan salah satu lagu dari album Iwan Fals “Sarjana Muda” diluncurkan pada 1981. Isinya menceritakan nasib guru yang jauh dari sejahtera meskipun dari karyanya telah mendidik anak-anak bangsa menjadi orang-orang berhasil.
Meskipun sudah 38 tahun berlalu sejak lagu itu diciptakan, nasib guru honorer atau Guru Tidak Tetap (GTT) di Kabupaten Bojonegoro masih tidak jauh berbeda dengan Guru Oemar Bakri. Profesi yang sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dan mengemban tugas mulia mendidik anak-anak bangsa, tidak sejalan dengan tingkat kesejahteraan guru-guru itu sendiri.
Meskipun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD Bojonegoro sudah melakukan upaya perbaikan nasib GTT, namun belum sepenuhnya dapat memberikan kesejahteraan secara maksimal. Anggaran terbatas menjadi kendala utama. Langkah yang sudah dilakukan, antara lain:
Pertama, meningkatkan jumlah tunjangan. Meskipun masih jauh dari kelayakan, saat ini setiap GTT memperoleh penghasilan yang disebut tunjangan sebesar Rp. 750 ribu dari sebelumnya Rp. 600 ribu perbulan untuk kategori (K-2) dan Non K-2 sebesar Rp. 500 ribu dari sebelumnya Rp. 400 ribu perbulan. Dana tersebut dialokasikan dari APBD Kabupaten Bojonegoro.
Baik tunjangan maupun honorarium masih dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bojonegoro sebesar Rp. 1.720.000. Meskipun sangat minim jika dilihat pendapatan secara orang perorang, namun alokasi tunjangan GTT tersebut sudah menelan anggaran sekitar Rp 22 Miliar pertahun. Bukan angka sedikit jika dibandingkan dengan postur APBD Bojonegoro yang hanya sebesar Rp. 3,3 Triliun yang harus dialokasikan untuk kebutuhan belanja rutin dan pembiayaan program pembangunan.
Melihat kondisi tersebut, tentu masuh jauh dari peningkatan kesejahteraan jika hanya mengandalkan penghasilan dari tunjangan atau honor GTT. Dapat dipastikan, setiap GTT harus melakukan kerja sampingan atau membuka usaha untuk menutup kebutuhan hidupnya.
Ke dua, memberikan Surat Keterangan (SK) penugasan Bupati. Total jumlah GTT mencapai 3.000 lebih, sebanyak 2.788 telah menerima SK Bupati dengan masa penugasan 1 tahun dan dapat diperpanjang. Adanya SK tersebut membuat status kepegawaian GTT menjadi legal. Manfaat lainnya, dari aspek kesejahteraan yakni memperoleh honorarium yang dialokasikan dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Hal ini sesuai dengan Permendikbud No. 8 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah, untuk guru dan tenaga honorer pendidikan yang menerima honorarium bersumber dari dana BOS wajib mendapatkan penugasan dari pemerintah daerah (SK Bupati) dan disetujui oleh Kementerian Pendidikan. Besaran honorarium yang diterima bervariasi, sejumlah 15% dari total dana BOS, tergantung pada jumlah siswa dan jam mengajar.
Langkah Perbaikan
Bagi yang belum memperoleh SK Bupati pintu perbaikan tidak tertutup sama sekali. GTT masih memiliki kesempatan menuntup memperoleh SK Bupati dengan melakukan penyesuaian dan memenuhi ketentuan sebagai berikut: Pertama, memiliki ijazah S1/D IV. Ke dua, diusulkan oleh sekolah berdasarkan tugas mengajar di SD dan SMP. Diluar hal tersebut, saat ini Komisi C DPRD Bojonegoro sedang memperjuangkan setiap GTT memperoleh asuransi BPJS Ketenagakerjaan. Karena selama ini sebagai pegawai yang bekerja di lingkup pemerintah, mereka belum terlindungi oleh jaminan ketenagakerjaan sebagaimana anamat Undang-Undang Ketenagakerjaan. Sehingga jika ada kejadian yang tidak diinginkan, misalnya kecelakaan kerja, biaya perawatan menjadi tanggungan sendiri. Simulasi kebutuhan anggaran untuk melindungi seluruh GTT dalam premi minimum dalam BPJS Ketenagakerjaan sudah mencakup jaminan kecelakaan kerja dan kematian sekitar Rp. 360 juta pertahun. Jumlah yang sangat memungkinkan dialokasikan melalui APBD.
Ide/gagasan tersebut merupakan political will dari Komisi C, setelah mencermati problem yang dihadapi GTT, termasuk juga tindak lanjut dari hasil hearing dengan GTT pada 26 Maret 2018. Tentu ide ini tidak dapat dieksekusi jika tidak didukung anggota DPRD yang lain, khususnya yang menjadi anggota badan anggaran. Karena pembahasan penganggaran ada pada rapat Badan Anggaran DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Namun jika semuanya memiliki perspektif yang sama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan GTT, maka langkah politik ini lebih mudah. Pengalokasian anggaran dapat disertakan dalam APBD Perubahan 2018. Rangkaian proses pembahasannnya mulai Juni 2018.
Sebagai penutup, pentingnya guru dan proses pendidikan dalam perubahan sosial dapat digambarkan secara singkat oleh Malala Yousafzai; One child, one teacher, one pen and one book can change the world. Semoga menjadi inspirasi buat kita semua.
*Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro Fraksi Partai Gerindra
Tag : pgri, gtt, guru, sekolah, DPRD, Komisi C
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini