Kajian Islami (9)
Hukum Keluar dari Group WhatsApp atau 'Left Group"
blokbojonegoro.com | Friday, 25 May 2018 17:00
Oleh: Alhafiz Kurniawan*
Kita sebagai manusia dianjurkan untuk menjaga silaturahim. Termasuk, silaturahim di dunia maya. Banyak grup whatsApp dibuat untuk pelbagai kepentingan di mana nomor kontak kita dimasukkan ke dalam grup tersebut. Lalu, bolehkah kita keluar dari grup tersebut karena tidak nyaman? Apakah left dari grup adalah bentuk pemutusan hubungan silaturahmi? Hal ini akan kita bahas dalam kajian islami..
Saat ini orang banyak tergabung dalam berbagai grup whatsApp. Mereka juga membuat grup whatsApp untuk berbagai kepentingan.
Adapun faktor yang membuat seseorang keluar dari grup whatsApp berbagai macam mulai dari gangguan hape karena terlalu banyak grup yang diikuti (ini sering jadi alasan yang dibuat-buat), selesainya kerja bersama karena grup itu bersifat sementara, baterai mudah lemah, karena pusing terlalu banyak grup yang diikuti, atau mundur karena merasa tidak akan bisa aktif berpartisipasi di dalam grup.
Tetapi ada pula yang sengaja keluar dari grup whatsApp karena sebagian anggota gemar menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, berisi ghibah, atau lelucon-lelucon yang tidak perlu.
Keluar atau left dari grup adalah tindakan darurat di mana grup lebih dominan berisi hoaks, ujaran kebencian, atau informasi yang sangat naif. Kalau tanpa uzur apapun, left dari grup bukan pilihan terbaik. Keluar atau left dari grup merupakan pilihan kesekian.
Tetapi ketika arus informasi di grup tak terkendali, maka keluar dari grup whatsApp dimungkinkan sebagaimana keterangan Imam An-Nawawi berikut ini:
اعلم أنه ينبغي لمن سمع غيبة مسلم أن يردها ويزجر قائلها، فإن لم ينزجر بالكلام زجره بيده، فإن لم يستطع باليد ولا باللسان، فارق ذلك المجلس، فإن سمع غيبة شيخه أو غيره ممن له عليه حق، أو كان من أهل الفضل والصلاح، كان الاعتناء بما ذكرناه أكثر
Artinya, “Ketahuilah, orang yang mendengar ghibah terhadap seorang Muslim seyogianya menolak ghibah tersebut dan menegur orang yang melontarkannya. Jika dengan ucapan orang itu tidak berhenti, maka ia boleh mengambil langkah-langkah nonverbal. Jika tidak sanggup menegur secara verbal dan nonverbal, maka ia boleh mufaraqah atau walk out dari majelis tersebut. Jika ia mendengar ghibah terhadap gurunya, orang yang memiliki hak atasnya, atau orang terpandang atau saleh, maka perhatiannya terhadap keterangan kami tadi harusnya lebih besar,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 294).
Menurut Imam An-Nawawi, Islam menganjurkan kita menegur orang lain yang menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian terkait guru agama atau para kiai. Hal ini didasarkan pada hadits berikut ini:
روينا في كتاب الترمذي عن أبي الدرداء رضي الله عنه عن النبي (صلى الله عليه وسلم) قال: من رد عن عرض أخيه رد الله عن وجهه النار يوم القيامة قال الترمذي: حديث حسن
Artinya, “Kami diriwayatkan di Kitab At-Tirmidzi dari Abu Darda RA, dari Rasulullah SAW bahwa ia bersabda, ‘Siapa saja yang membela kehormatan saudaranya, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka pada Hari Kiamat.’ Imam At-Tirmidzi berkata, kualitas hadits ini hasan,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 294).
Pembelaan kehormatan orang lain atau guru agama di grup whatsApp bisa dilakukan dalam berbagai bentuk. Ibnu ‘Alan menyebutkan dua bentuk pembelaan nama orang lain sebagai berikut:
قوله من رد عن عرض أخيه أي إذا اغتيب إما بتكذيب القائل أو بحمل ما تكلم به عنه على محمل حسن يخرج به عن كونه ذما
Artinya, “Maksud ungkapan ‘Siapa saja yang membela kehormatan saudaranya’ adalah ketika saudaranya dighibahkan ia mendustakan ucapan orang yang melontarkannya atau menafsirkan ghibah itu dengan pengertian baik atau husnuzhan di mana yang terkena ghibah tidak tercela dalam pandangannya,” (Lihat Ibnu ‘Alan, Al-Futuhatur Rabbaniyyah, [Beirut: Daru Ihyait Turats Al-Arabi, tanpa catatan tahun], juz VII, halaman 15).
Perihal yang disebarkan melalui hoaks atau ujaran kebencian itu bisa dikaitkan dengan sasaran ghibah. Imam Al-Ghazali menyebut sejumlah sasaran ghibah terkait seseorang dalam Ihya Ulumiddin berikut ini:
بيان معنى الغيبة وحدودها اعلم أن حد الغيبة أن تذكر أخاك بما يكرهه لو بلغه، سواء ذكرته بنقص في بدنه أو نسبه أو في خلقه أو في فعله أو في قوله أو في دينه أو في دنياه حتى في ثوبه وداره ودابته
Artinya, “Bab menerangkan ghibah dan batasannya. Ketahuilah, batasan ghibah adalah ucapanmu terkait orang lain dengan konten yang tidak disenanginya bila pesan itu sampai padanya. Sama saja, apakah kamu menyebut kekurangan pada fisik, nasab, akhlak, perbuatan, ucapan, tingkat kesalehan, soal keduniaan, bahkan pakaian, rumah, dan kendaraannya,” (Lihat Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Kairo: Darus Syi’ib, tanpa catatan tahun], juz IX, halaman 1599).
Menurut hemat kami, anggota grup whatsApp sejak awal mesti mengetahui tujuan pembentukan grup. Dengan tujuan yang jelas, mereka dapat membuat norma-norma yang mesti dipatuhi setiap anggota. Inisiator pembuat grup whatsApp atau admin dalam hal ini dapat bertindak sebagai moderator yang bertanggung jawab atas arus informasi dalam grup.
Adapun keluar dari grup, menurut kami, bukan pilihan terbaik. Ia hanya jalan terakhir yang harus ditempuh bila konten di dalamnya tak terkendali sementara norma-norma yang disepakati anggota grup whatsApp tak lagi diindahkan sebagai keterangan Imam An-Nawawi di muka. Jadi, keluar dari grup tidak serta selalu harus dimaknai sebagai pemutusan silaturahmi.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
*Pengasuh Kanal Bahstul Masa'il www.nu.or.id
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini
Loading...