Era Baru Para Petarung
blokbojonegoro.com | Friday, 08 June 2018 19:00
Oleh: Ichwan Arifin*
“The best fighter is not a Boxer, Karate or Judo man. The best fighter is someone who can adapt on any style. He kicks too good for a Boxer, throws too good for a Karate man, and punches too good for a Judo man - Bruce Lee”. Perlahan popularitas tinju di seluruh dunia mulai surut, tergeser pertarungan beladiri campuran (Mixed Martial Arts – MMA) yang semakin populer di dunia. Jika tinju hanya menggunakan satu jenis teknik beladiri, MMA menerapkan prinsip Bruce Lee, petarung terbaik adalah orang yang mampu menguasai beragam teknik dan gaya bertarung. Saat ini juga sulit menemukan petinju yang melegenda, punya nama besar sekaligus nilai jual tinggi, seperti; Muhammad Ali, George Foreman, Mike Tyson, Sugar Ray Leonard, Oscar De La Hoya atau generasi baru seperti Floyd Mayweather Jr dan Manny Pacquiano,
Popularitas MMA tidak dapat dilepaskan dari Ultimate Fighting Championship (UFC) yang digelar pertamakali pada 1993 di Amerika. Pada awalnya, UFC menjadi tempat menguji para praktisi beladiri dari jenis apapun dengan aturan tanding sangat minimal, misalnya tidak mengenal pembagian kelas berdasar berat badan, membolehkan segala teknik beladiri (pukulan, siku, tendangan, bantingan, kuncian), arena bertanding berbentuk oktagon yang dibatasi kawat, kostum bertanding bebas dan sebagainya. Hasilnya, UFC periode awal dikenal masyarakat sebagai olahraga paling brutal sehingga memancing penolakan dari beberapa pemerintah negara bagian di Amerika. Namun, sejak dikelola Zuffa, UFC menyesuaikan dengan peraturan komisi athletic Amerika, termasuk Unified Rules of Mixed Martial Arts sebagai peraturan pokok MMA.
Dari MMA, dunia mengenal nama-nama besar seperti keluarga Gracie, pelopor Brazilian Jiu Jitsu (BJJ) dan legenda lainnya seperti; Frank Shamrock, Wanderlei Silva, Randy Couture atau Anderson Silva. Arena MMA juga tidak hanya untuk laki-laki. Ronda Rousey, Gina Carrano merupakan petarung perempuan yang sukses di MMA dan sekarang bermain di film-film Hollywood. Ada juga Paige VanZant, sebelum jadi petarung adalah model sexy, Kyra Gracie, juara dunia Jiu Jitsu dan masih banyak petarung perempuan lainnya.
Saat ini pertandingan MMA digelar dengan beragam label. Selain UFC, terdapat Bellator FC, Extreme Fighting Championship (EFC). Di luar Amerika, Jepang punya Shooto dan Pride, Korea Selatan menggelar Road Fighting Championship (Road FC). Di Indonesia, saat ini popularitas MMA juga sedang menanjak. Konsistensi Komite Olahraga Beladiri Indonesia (KOBI) menggelar One Pride MMA, bersama satu TV swasta sejak 2016 membuahkan hasil sekarang. Petarung MMA nasional juga terus bermunculan seperti Rudy Gunawa, Stefer Rahardian, Linda Warrow, Pricisilla dan sebagainya.
Pelajaran yang dapat diambil dari kesuksesan MMA sebagai berikut: Pertama, pengelolaan olahraga secara profesional. Misalnya; Dibalik UFC ada Dana White dan Marc Ratner, yang telah teruji mengelola olahraga sebagai industri. Olahraga tidak dikelola birokrasi atau politisi yang tidak paham olahraga dan bisnis. Kedua, mengawinkan olahraga dengan industri. Beranjak dari olahraga yang tidak menarik dalam perspektif bisnis, MMA menjadi bisnis yang menguntungkan. Ini juga berpengaruh pada kesejahteraan para atletnya. Dari berbagai sumber menyebutkan, pada 2016 William Morris Endeavour membeli brand UFC dari Zuffa, sebesar USD 4,2 milyar.
Ketiga, adaptasi dengan perubahan. Tinju semakin lama terasa “jadul” karena stagnan dari sisi teknis maupun non teknis. Akis tanding monoton, durasi waktu yang cukup lama, keberadaan organisasi tinju dunia yang cukup banyak juga kadang membingungkan. Salah satu upaya mengangkat pamor adalah menggelar pertandingan tinju antara Floyd Mayweather juara dunia kelas Super Welter versi WBA (World Boxing Association), WBC (World Boxing Council) dan WBO (World Boxing Organization) Vs juara kelas Ringan UFC Conor Anthony McGregor. Adaptasi juga perlu dilakukan cabang beladiri lainnya jika ingin berkembang menjadi olahraga profesional.
Keempat, bagi atlet atau petarung MMA tidak cukup hanya mengandalkan satu jenis beladiri. Bertarung di arena oktagon memerlukan keahlian standing fighting yang dapat dipelajari dari tinju, karate, muaythai, silat, savate, wushu dan ground fighting skills seperti wrestling, jiu jitsu, submission, judo. Hal lain, kesuksesan tidak datang secara instan. Para petarung berhasil menjadi legenda MMA merupakan hasil latihan dan kerja keras secara terus menerus.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi banyak petarung. Pencak silat sebagai olahraga beladiri asli juga cukup populer. Namun hal itu tidak cukup untuk membuatnya menjadi pofesi dan industri yang dapat menghadirkan, hiburan, kesejahteraan atletnya serta menguntungkan dari sisi bisnis. Kehadiran One Pride MMA menjadi oase bagi praktisi beladiri untuk mengasah keahlian, meraih prestasi dan menuju arena beladiri dunia. Selamat datang di Oktagon!
&&&
*Penggemar olah raga Mixed Martial Arts (MMA), bekerja di Bojonegoro.
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini