Muharram, Momen Kehancuran Fir'aun
blokbojonegoro.com | Thursday, 20 September 2018 12:00
Oleh: Ali Ibrohim*
Tahun Baru Hijriyah sudah berlalu lebih dari seminggu. Umat Islam kembali bergemuruh untuk memperingati 10 Muharram atau Hari Asyura’. Ada yang berpuasa, membuat acara-acara seremonial atau bahkan, jika datang ke Iran (kawasan yang mayoritas Syiah) anda akan disuguhi sebuah pertunjukan yang mengerikan. Yakni, menghajar diri sendiri dengan benda-benda tajam. Hal itu dilakukan sebagai ritual untuk ikut merasakan pedih yang dialami Husain bin Ali bin Abi Thalib, Cucu Nabi Muhammad SAW yang disiksa Yazid bin Muawiyah dengan kejam.
Selain tragedi Karbala tersebut, ada banyak lagi peristiwa-peristiwa penting saat 10 Muharram. Di antaranya adalah diterimanya taubat Nabi Adam As oleh Allah SWT setelah beratus-ratus tahun. Salah satu tandanya adalah dipertemukannya kembali Adam dan Hawa di dunia. Lalu, ada peristiwa diangkatnya Nabi Idris As ke langit karena rasa belas kasihan beliau kepada sesama yang sangat luar biasa. Nabi Ibrahim As yang diselamatkan dari api. Beliau dibakar oleh Raja Namrud dan tidak merasakan panas sedikitpun.
Tak kalah pentingnya, peristiwa diselamatkannya Nabi Musa As bersama pengikut dari Fir’aun dan pasukannya. Pada hari itu juga Fir’aun dan pasukannya ditenggelamkan, dihancurkan dan dibinasakan oleh Allah SWT.
10 Muharram tahun ini, semestinya kita juga harus ikut menghancurkan Fir’aun-Fir’aun yang menghambat kemajuan. Baik diri sendiri, lingkungan sekitar atau bahkan masyarakat level dunia. Jika diklasifikasikan, ada tiga Fir’aun yang patut diperangi. Fir’aun dalam diri kita masing-masing, Fir’aun yang berwujud manusia dan Fir’aun berbentuk sistem yang menindas dan menghisap.
Fir’aun dalam diri kita adalah rasa sombong yang muncul dari kebanggaan-kebanggaan. Selain kesombongan, jiwa kita yang serakah dan sok kuasa tidak kalah wajib untuk selalu digerus sedikit demi sedikit. Agar ketiga hal tersebut tidak dapat mendominasi diri, terutama saat berhadapan dengan orang-orang yang kekayaannya lebih sedikit, yang ilmunya dan pendidikannya lebih rendah dan penampilannya tak menyakinkan.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kesombongan, keserakahan dan mental sok kuasa dalam diri. Salah satunya adalah memupuk rasa solidaritas sosial terhadap berbagai kesusahan yang dialami saudara-saudara yang dekat atau di luar daerah.
Tak hanya mereka yang terkena bencana alam, mereka yang digusur rumah dan ladangnya, mereka yang dipecat secara sepihak oleh perusahaan dan mereka yang rampas hidup dan kehidupannya juga patut untuk diberikan dukungan. Bisa moril ataupun materiil.
Fir’aun yang ke dua adalah berwujud manusia di luar diri. Mereka bisa menjabat sebagai kepala daerah, politisi, polisi atau bahkan kyai. Jiwanya sudah dirasuki oleh roh-roh Fir’aun. Ada yang kejam dengan membakar tempat ibadah orang yang tidak seiman. Ada yang merasa menjadi penguasa surga dan neraka dengan menghakimi orang lain yang tidak sependapat dengan mereka. Ada juga yang berbuat semena-mena untuk melanggengkan kekuasaannya di suatu wilayah dengan menangkap setiap orang yang menghalangi cita-cita busuk. Tak segan, mereka juga membunuh terhadap orang lain yang dicap berbahaya bagi setiap keinginan dan ambisinya.
Fir’aun yang terakhir adalah berbentuk sistem. Sudah menggurita dan ada di berbagai belahan dunia. Mengatur setiap Negara-negara berkembang untuk tunduk dan takluk dengan aturan yang telah dibuat.
Fir’aun yang mengancam kehidupan umat, selalu membuat umat ini was-was karena takut ditangkap, digusur dan diusir dari tempat tinggalnya. Benar-benar membuat orang tidak tak nyenyak dan makan tak enak. Sistem Fir’aun ini sudah memasuki berbagai lini kehidupan. Mulai dari ekonomi, politik, lingkungan, hukum, sastra, kebudayaan, pendidikan, kesehatan dan bisa jadi agama juga. Ini memang mengerikan. Maka dari itu, 10 Muharram ini adalah momen untuk umat bersatu dan bangkit menghancurkan Fir’aun-Fir’aun, baik yang dalam diri, orang lain dan sistem.
Rakyat harus bersatu meninggalkan sistem Fir’aun dan orang-orang di dalamnya. Rakyat harus berlari menghindari sejauh mungkin belenggu yang akan ditimpakan oleh Fir’aun kepada rakyat. Agar nantinya, Allah sendiri yang akan menghancurkan, membinasakan dan menenggelamkan dalam lautan yang dalam.
*Penulis adalah Guru Sejarah Islam MA Sabilul Muttaqin Margoagung Sumberrejo
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini