Blok Buku
Gesang Tetap Gesang
blokbojonegoro.com | Sunday, 21 October 2018 06:00
Peresensi : Titik Setiawati
Buku ini menceritakan tentang sosok seniman jawa tengah yang bernama Gesang. Gesang adalah seorang yang telah menciptakan lagu Bengawan Solo. riwayat hidup gesang itu tercermin di dalam lagu-lagu ciptaanya. Gesang dilahirkan pada tanggal 1 Oktober 1917 di Kampung Songoseren dekat Pasar Pon di Kota Solo.
Pada tahun 1935, gesang telah menjadi seorang pemuda yang sedang menginjak dewasa, berumur 18 tahun. pada waktu itu di kampung singosaren, ada kumpulan keroncong bernama Marko, itu singkatan dari kata “ Marsudi agawe rukun kesenian dan olahraga. Pada saat itu Gesang lebih tertarik dibidang kesenian daripada bidang olahraga, namun begitu kedua bidang tersebut selalu dipelajari dan tetap dia tekuni. Sejak tahun 1935 mulai dari perkumpulan Marko itu dia menjadi seorang penyanyi.
Gesang belajar sendiri lagu-lagu keroncong lama dari teman-temannya yang telah menjadi penyanyi lebih dulu. Dimana-mana Gesang selalu tampil diatas panggung sebagai penyanyi. Setiap ada peralatan, Gesang tentu mengalunkan suara emasnya, dalam waktu singkat dia telah menjadi penyanyi terkenal di kota solo. lama kelamaan timbul idenya untuk berusaha membuat lagu sendiri.
Lagu pertama yang dia ciptakan berjudul “Si Piatu” pada tahun 1938. Lagu tersebut diciptakannya dari pengalaman sehari-hari, dimana dia menyaksikan sendiri nasib seorang gadis cilik yang telah tidak punya ayah dan ibu. Naasibbnya kemudian dia terpaksa ikut orang kaya untuk bekerja sebagai tenaga pembantu rumah tangga, untuk dapat bertahan hidup. Melihat keadaan semacam itu membuat jiwa Gesang tersentuh serta merasa kasiihan kepada Si Piatu. Tetapi gesang tidak mampu menolongnya, kecuali hanya dengan lagu.
Setahun kemudian, Gesang membuat lagu lagi, lagu karyanya kali ini berbau politik. Yang berjudul “Roda Dunia” lagu itu digubahnya pada tahun 1939. Dalam lagi ini Gesang bilang bahwa hidup manusia itu nasibnya tidak tetap, tidak langgeng.
Pada tahun 1940 Gsang menciptakan lagu yang berjudul “Bengawan Solo”. pada waktu Gesang menciptakan lagu ini, dia seperti menerima petunjuk Tuhan, karena dapat melihat dengan terang apa yang ada ada disungai bengawan solo.
Pada tahun 1941, ketika Pak Gesang masih muda, yang belum mengenal liku-liku cinta, atau sering disebut cinta monyet. Zaman dulu orang jawa masih banyak yang percaya tentang “ila-ila” yang mengatakan kalau sedang pacaran jangan sampai memberi tanda mata berupa saputangan, karena itu katanya bisa memutus tali cinta.
Pada saat itu pak gesang memiliki seorang kekasih, yang dia yakini akan bersama-sama selamanya.Tetapi hubungan mereka terputus begitu saja karena adanya tabir yang kuat antara kedua orang tua mereka, yang pada ketika itu masing-masing masih berpegang teguh kepada adat di kota solo. Adat disana itu, orang kaya harus dinikahkan dengan orang kaya, dan kekayaannya juga harus seimbang. Akibat dari adat seperti itu, mereka yang sudah lama menjalin cinta harus terputus begitu saja.
Beberapa hari sebelum hubungan mereke putus, saat mereka selesai bermain bersama, sebelum mereka berpisah kerumah masing-masing, pacar gesang memberikan saputangan untuknya, yang katanya itu tanda cinta yang abadi untuk gesang. Di saputangan itu ada sulaman inisial nama pacar gesang huruf “S”. Itulah pacar gesang yang pertama dan akhirnya putus. Gesang membuatkan lagu yang berjudul “Saputangan”, dilagu itu dia menceritakan tentang pacar pertamnya itu.
Lagu “saputangan” ini ada pada awal tahun 1941. Setengah tahun kemudian, pada bulan agustus 1941, gesang kawin dengan seorang wanita solo, dengan maksud untuk segera melupakan tentang pengalaman patah hati nya. Mereka telah saling mencintai dan mendapatkan restu dari kedua orang tua.
Pada tahun 1942 Gesang menciptakan lagu yag berjudul “Tritonadi”. Lagu ini menceritakan tentang Taman tritonadi, yang sedang ramai dikunjungi orang-orang solo untuk menikmati keindahan segala rupa. Taman Tirtonadi waktu itu telah menjadi pusat perhatian muda-mudi untuk melepas lelah yang tidak kalah pentingnya dengan tempat-tempat hiburan yang lain di Kota Solo.
Pada tahun 1943, Gesang telah memiliki pandangan yang begitu tajam tentang politik dunia pada umumnya. Lewat sebuah lagunya memiliki arti yang terkandung didalamnya. Lewat lagu yang isinya sebetulnya mengandung butir-butir mutiara falsafah perdamaian.
Gesang memang tetap Gesang. Pada tahun 1950 gesang telah menciptakan lagu baru yang isinya menyindir tentang keadaan pada sekitar tahun itu, yaitu sesudah revolusi pihik usai. Banyak sekali orang yang menanamkan diri pemimpin yang dulu selama 5 tahun selalu ditolong oleh rakyat atau penduduk desa, tetapi setelah masuk ke kota menjadi lupa kepada orang yang pernah menolongnya. Banyak pemimpin yang lupa kepada rakyat yangg Dulu pernah menolong apa saja yang dibutuhkan pemimpin ketika jaman gerliya. Lagu yang diciptakan Gesang ini berjudul “Donengan”.
Dari tahun 1950 sampai dengan 1960 gesang sibuk bekerja untuk mengutamakan kepentingan rumah tangga sehari-hari untuk mengisi periuk nasinya demi keselamatan keluarganya. Gesang seolah-olah lupa akn cita-citanya semula untuk menjadi pencipta lagu yang dapat mengikuti perkembangan zaman. Pada tahun 1960 ini, Gesang menciptakan lagu baru dalam bentuk Rangkaian lagu-lagu yang terdiri dari 4 bab. Rangkaian lagu tersebut terdiri dari 4 judul yaitu “Sandang Pangan”, “Aduh Lai”, “Pinter”, dan “Sun Kibarke”.
Pada tahun 1960 ini keluarganya ada semacam goncangan, hal ini terjadi karena selama pernikahannya mereka belum dikaruniai keturunan, keadaan yang sunyi dan sepi dari suara-suara anak kecil itulah yang kemuadian mengguncang rumah tangga Gesang.
Pada tahun 1963 Gesang sudak tidak lagi sanggup mempertahankan rumahtangganya itu. Akhirnya pada tahun 1963 mereka becerai. Seolah-olah selesai peristiwa perceraiannya dengan istrinya itu tidak menjadi soal baginya untuk meneruskan cita-citanya mengubah lagu baru. Itulah sebabnya Gesang masih bisa menciptakan lagu baru berjudul “Bumi Emas Tanah Airku”, dia menciptakan lagu berjiwa mencintai Lingkungan Hidup. Dalam tahun yang sama Gesang menciptakan lagu “Sebelum Aku Mati” lagu ini berisi sebuah filsafat bahwa semua manusia itu pada akhirnya akan mati.
Lagu selanjutnya yang di ciptakan Gesang berjudul “Pamitan” dibentuk pada tahun 1970-an.Lagu ini terlahir dari kisah cintanya yang pertama yang masih terpendam di dalam dadanya. Kisah lama yang sangat membekas dalam hatinya itu kemudian berbicara kembali dalam bentuk lagu yang berjudul “Pamitan” itu. Lagu tersebut dibuatnya sebagai penjelmaan kembali cinta pertamanya yang pernah putus itu, dengan maksud agar supaya bisa tersambung lagi serta hidup langgeng bersama denyut jantungnya sehari-hari.
Masih banyak lagi lagu yang diciptakan Gesang. Setiap lagu yang diciptakan Gesang memiliki makna tersendiri untuknya.
Pada masa tuanya hidup Gesang kurang beruntung, karena Gesang hidup di dalam sebuah gubuk kecil yang telah reot. Saat mendengar berita tentang keadaan Gesang, seorang Gubernur Jawa Tengah yang bernama Soepardjo Roestam langsung turun tangan untuk membantu Gesang. Gubernur itu memberikan sebuah rumah kepada Gesang, dengan harapan agar nasib dan kehidupan sang seniman besar itu dapat terangkat ketempat yang lebih baik.
Beberapa tahun kemudian, Gesang dapat bantuan berupa uang tunai dari gubernur baru jawa tengah pengganti Soepardjo Roestam, gubernur itu memberikan sebagai suatu penghargaan dari seorang gubernur untuk seniman serta komponis keroncong yang sulit dicari tandingannya itu. Itu telah dibuktikan melalui lagu Bengawan Solo karya Gesang yang kini telah menjadi milik rakyat serta menjadi identitas daerah Jawa Tengah. Cerita dalam buku ini menarik menggunakan alur maju mundur, saying tidak ada profil tentang penulis
Identitas Novel
Penulis : T. Wedy Utomo
Penerbit : CV. Aneka Ilmu
Tahun Terbit : cetakan pertama 1 Mei 1986
Jumlah Halaman : 92
*Mahasiswa STIKes ICSada dan anggota LPM Kampus Ungu
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini