Pupuk Organik Mendongkrak Hasil Panen
blokbojonegoro.com | Thursday, 27 December 2018 14:00
Pengirim: Iskak Riyanto
blokBojonegoro.com - Sekarang petani Bojonegoro sudah mulai memasuki Musim Hujan (MH) kususnya yang berpengairan tehnis ataupun sawah tadah hujan. Dasarian II bulan Desember kemarin intensitas hujan sudah sering turun dan deras. Bahkan beberapa tempat hari ini (25/12/2018) sudah ada banyak yang tandur. Tetapi sebagian besar sawah masih berproses di pengolahan tanah.
Berusaha menjadi tani padi sekarang ini banyak tantangannya. Tidak hanya di Bojonegoro saja, tetapi juga di seluruh Indonesia. Kesuburan tanah sawah yang menurun, serangan hama dan penyakit menjadi problema petani yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Tentang serangan hama "Cah Bagus" sudah dibahas penulis di media ini beberapa waktu yang lalu.
Problema tersebut berakibat turunnya produktivitas padi yang otomatis juga menurunkan hasil produksi. Dampak ini masih berlanjut dengan menurunya kesejahteraan petani karena hasil panen tidak sesuai yang diharapkan. Sementara biaya produksi semakin tinggi.
Tingkat rendemen padi juga ikut turun. Tahun 1970 an rendemen masih 70%. Tahun 1987/1988 menjadi 65%. Tahun 1995/1996 turun lagi menjadi 63,20%. Tahun 2009/2010 turun lagi menjadi 62,74%.
Banyak pakar pertanian menyampaikan, sekarang ini 68% lahan sawah di Indonesia kandungan C-organik dibawah 1,5% dan hanya 9% yang lebih 2%, sementara idealnya 4-5%. C-organik merupakan indikator subur atau tidaknya tanah.
C-organik yang rendah, respon tanah sawah terhadap pupuk kimia semakin menurun, kesuburan tanah juga ikut menurun. Hal ini disebabkan oleh proses budidaya petani yang tidak bijaksana dengan penggunaan pupuk kimia yang berlebihan tanpa diimbangi dengan pupuk organik.
Ini merupakan tantangan berat bagi petani dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Memang, petani sebagai juru garap yang merasakanya ini, karena mereka yang langsung menanggung turunnya hasil panen. Kadang mereka bilang dengan enteng, awak'e belum "bejo". Padahal semestinya hal ini bisa diselesaikan dengan ilmiah. Bisa dengan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IPTEK) pertanian . PPL sebagai ujung tombak pendamping petani di lapangan juga ikut menanggung beban perasaan bila hasil panen tidak sesuai yang diharapkan petani.
Solusi untuk mengembalikan kesuburan tanah sawah dengan cara memperbaiki manajemen pengolahan tanah. Diantaranya dengan menggunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik oleh para ahli ilmu tanah disampaikan mempunyai banyak manfa'at antara lain :
1. Mengembalikan struktur tanah yang keras menjadi gembur dan menyuburkan tanah.
2. Meningkatkan daya serap dan daya simpan air.
3. Memperkaya hara Makro dan Mikro.
4. Menambah vitamin untuk tanaman.
5. Meningkatkan produksi pertanian.
Pupuk organik bisa dari Kotoran Hewan (Kohe), kompos, jerami, pupuk hijau atau yang buatan pabrik. Yang buatan pabrik dosisnya minimal 500 kg, lebih baik 1000 kg/ha/musim. Sementara untuk kotoran hewan, kompos, jerami sebanyak 5-7 ton/ha/musim. Baiknya ditabur sebagai pupuk dasar sebelum ada tanaman padi (pra-tanam).
Pentingnya penggunaan pupuk organik ini sudah selalu di edukasikan PPL kepada petani lewat penyuluhan pertanian di kelompok tani atau secara individu juga di WAG pertanian. Disperta Bojonegoro lewat seksi SDM juga selalu kampanye untuk menggunakan pupuk alami ini lewat siaran radio. Baik di radio pemerintah daerah atau radio swasta. Tetapi sampai sekarang masih banyak petani yang belum mau menggunakan pupuk organik.
Di lapangan banyak di temukan alasan dan argumen yang mereka sampaikan. Penulis merangkum beberapa argumen itu lewat aplikasi WA, SMS atau langsung saat penyuluhan di Kelompok Tani (Poktan) :
- Pupuk organik tidak "mandi" seperti Pupuk Kimia ( Pukim).
- Membawa pupuk organik ke sawah sangat berat karena butuh volume yang banyak.
- Pupuk organik membuat sawah banyak tumbuh gulma/rumput.
- Pupuk organik membuat tanaman "kelemon" jadinya tandur "kropok".
- Bahkan ada yang bilang pupuk organik dari kotoran ayam pedaging/petelur atau jerami menyebabkan padi diserang potong leher.
Saat penyuluhan di Kelompok Tani (Poktan) dan lewat aplikasi WA, SMS penulis juga menyampaikan argumen untuk meluruskan pemahaman-pemahaman yang kurang tepat itu sebagai berikut :
- Tidak " mandi". Kasiat pupuk organik memang tidak secepat pupuk kimia. Tanaman menyerap pupuk alami ini dengan perlahan, pelan tetapi pasti, sementara petani maunya ingin kasiat yang instan. Sebenarnya fungsi utama pupuk ini adalah sebagai pembenah tanah, mengemburkan kembali tanah sawah yang keras, mengembalikan kesuburan tanah sehingga respon terhadap pupuk kimia semakin baik.
- Volume banyak dan berat. Karena kandungan C-organi sawah sudah di bawah ambang batas, kebutuhan pupuk organik memang banyak. Kalau petani setiap musim mau menggunakan secara kontinyu dan kebutuhan C-organik sudah cukup kedepanya penggunaan pupuk organik tidak harus banyak.
- Di sawah banyak gulma/rumput karena pupuk organik. Ini sebenarnya sebagai indikator sawah sudah berangsur-angsur kembali subur. Saat belum subur rumput saja tidak bisa tumbuh, apalagi tanaman padi. Pupuk organik pabrikan saat proses pembuatanya sudah dipanaskan 400°C, dimungkinkan benih gulma/rumput sudah mati.
- Tanaman kelemon dan kropok. Ini membutuhkan pengertian yang mendalam. Sawah yang pupuk organiknya sudah banyak respon tanaman terhadap pupuk kimia semakin baik. Permasalahanya adalah petani masih memberi unsur Nitrogen (pupuk urea, ZA) tanpa dikurangi sehingga over unsur Nitrogen. Mestinya bila sawah sudah diberi pupuk organik cukup, penggunaan pupuk urea, ZA dikurangi. Dengan demikian aplikasi pupuk organik membuat biaya produksi semakin menurun.
- Kotoran ayam potong/petelur atau jerami membuat tanaman padi diserang potong leher. Jerami banyak mengandung Silikat (Si), bila sudah difermentasi dengan sempurna membuat batang tanaman padi lebih kuat dari serangan hama dan penyakit seperti Potong Leher yang disebabkan jamur Pyricularia Orizae, Wereng Batang Coklat (WBC) dan Penggerek Batang Kuning ( PBK) atau Sundep, Beluk. Jerami banyak tersedia melimpah di sawah, tetapi masih banyak petani yang belum mau memanfa'atkan. Mereka lebih senang membakarnya yang malah tanpa disadari membuat tanah menurun kesuburannya.
Hasil penelitian Wihardjaka (1998) yang tayang di tabloid Sinar Tani rubrik Agroinovasi hal. 12-13 edisi 4-10 Juli 2012, pemberian kompos jerami padi 5 ton/ha meningkatkan hasil gabah padi sawah tadah hujan sebesar 38,1-50,5% dibandingkan tanpa pemberian bahan organik.
Pemberian kompos jerami padi bersamaan dengan pupuk Kalium (K) dapat menurunkan tingkat serangan penyakit bercak coklat dan bercak coklat sempit masing-masing 36,2% dan 56,3%.
Dari hasil demontrasi plot (demplot) pupuk organik yang dikombinasi dengan pupuk kimia dengan dosis anjuran di Bojonegoro mengalami peningkatan produktivitas padi 18-36%, ini setara dengan 1-2,5 ton/ha.
Gimana....masih ragu menggunakan pupuk organik ???....
*Penulis adalah PPL Disperta Bojonegoro
Tag : Pupuk, organik, pertanian
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini