Dimasak Pakai Kemaron, Maryam Pertahankan Resep Ladu Warisan Keluarga
blokbojonegoro.com | Friday, 15 May 2020 18:00
Kontributor: Maulina Alfiyana
blokBojonegoro.com - Hanya segelintir masyarakat saat ini yang masih mengenal jajanan Ladu. Kue khas tempo dulu yang kini keberadaannya mulai tergerus zaman.
Pada tempo dulu, jajanan yang terbuat dari bahan beras ketan ini sempat menjadi primadona. Khususnya menjelang datangnya bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, hampir setiap meja terdapat jajan Ladu yang ditaruh dalam toples kaca. Namun, jajanan berbentuk seperti kerupuk itu kini sudah semakin jarang dijumpai.
[Baca juga: Ladu, JaJanan Tradisional yang Masih Eksis Meski Digerus Zaman ]
Di Kabupaten Bojonegoro misalnya, keberadaan pembuat Ladu sudah nyaris tenggelam. Hanya beberapa saja yang masih eksis. Salah satunya Maryam (70), warga Desa Cangaan, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro yang masih mempertahankan produksinya.
Maryam adalah salah satu di antara sedikit yang masih tersisa. Terhitung, dirinya sudah menekuni pembuatan ladu selama lebih dari 50 tahun atau setengah abad. Tak heran jika Maryam menjadi salah satu agen penyedia Ladu terlaris di Bojonegoro.
"Kurang lebih sudah 50 tahun saya memproduksi jajanan Ladu ini," kata Maryam.
Diceritakan, awalnya keterampilan membuat jajanan yang dicap sebagai kue zaman dululu (zadul) itu didapat dari almarhum bibinya. Dari keterampilan bibinya tersebut kemudian dilanjutkan Maryam hingga sekarang.
Menurutnya, resep pembuatan Ladu dipertahankan secara turun-temurun. Baik bahan baku maupun teknik pembuatan tidak banyak yang diubah. Bahan bakunya hanya terbuat dari beras ketan dan gula. Meski terkesan sederhana, namun membutuhkan proses yang menyita waktu cukup lama.
"Sejak muda saya sudah belajar membuat ladu dengan bibi saya. Hingga akhirnya saya bertahan memproduksinya sampai sekarang ini," tambahnya.
Dijelaskan, proses awal membuat ladu adalah merendam beras ketan selama kurang lebih setengah hari. Kemudian bahan tersebut dimasak dengan cara dikukus. Setelah itu, ditumbuk dengan campuran gula pasir dan pewarna hingga menjadi adonan halus.
Ketan yang dipilih tidak sembarangan, harus yang berkualitas terbaik. Pasalnya, jika kualitas jelek, ladu tidak akan bisa mengembang setelah dimasak.
"Harus ketan murni, tidak boleh ada campuran berasnya," tegasnya.
Setelah adonan selesai, kemudian dipipihkan dan dijemur di bawah sinar matahari, untuk kemudian dipotong kecil sesuai kebutuhan.
Salah satu yang masih masih dipertahankan adalah cara memasak yang masih menggunakan tungku api kayu bakar dan kemaron atau wajan yang terbuat dari tanah liat. Ladu dimasak dengan cara digoreng tanpa menggunakan minyak, melainkan dengan pasir.
Kejujuran Maryam menggunakan bahan-bahan asli juga membuat ladu bikinannya menajadi incaran banyak khalayak yang sering kali memborong Ladu buatannya, terlebih menjelang lebaran seperti ini.
"Kalau menjelang Lebaran begini banyak pesanan yang mengantre, bahkan ada yang terpaksa saya tolak karena kuwalahan dalam memproduksi," terangnya.
Untuk hari-hari biasa, dirinya memproduksi Ladu sebanyak enam kilogram. Namun saat Ramadan, atau menjelang Hari Raya Idul Fitri seperti ini, dirinya dapat memproduksi sebanyak sepuluh kilogram, bahkan bisa lebih.
Sementara untuk pemasarannya, Maryam mengaku tidak pernah berkeliling pasar maupun toko-toko untuk menjual Ladu buatannya. Dirinya hanya cukup memproduksi di rumah, dan pesanan sudah ramai datang menghampiri.
Kini Ladu buatannya tidak hanya terpasarkan di dalam kota saja, namun ada yang sudah mencapai luar daerah, bahkan ada juga yang sampai luar pulau. "Alhamdulillah, baik di hari biasa maupun menjelang Lebaran, pesanan selalu ramai dan tidak pernah sepi," syukur Maryam. [lin/ito]
Tag : ladu, kanor, bojonegoro, jajajan, khas
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini