21:00 . Muhammadiyah Bojonegoro Serukan Pilih Cabup yang Bersedia Dengar Suara Rakyat   |   19:00 . Dipindah ke Lapas Bojonegoro, Napi Teroris Dikawal Ketat Densus 88 AT Polri   |   16:00 . Gebyar Milenial dan Gen Z, Acara untuk Generasi Muda Bojonegoro   |   14:00 . Tim PkM Dosen UNUGIRI Berikan Pendampingan P5 dan PPRA di Lembaga Pendidikan   |   13:00 . Wujudkan Lansia Bermartabat, PD 'Aisyiyah Bojonegoro Gelar Lokakarya Kelanjutusiaan   |   12:00 . Tim KKN 44 UNUGIRI Observasi di Desa Grabagan   |   06:00 . Menilik Pasukan Kopi Rakyat Jelita Pada Kompetisi Nyethe Rokok Kenduri Cinta 2 Wahono-Nurul   |   21:00 . Barisan Muda Bangga Bojonegoro Siap Menangkan Wahono-Nurul   |   20:00 . Setyo Wahono ajak Ketum PP.Ansor, Addin Jauharudin Bermain Fun Badminton   |   19:00 . Empat Kades Terdakwa Korupsi Pembangunan Jalan di Bojonegoro Dituntut 5 Tahun Penjara   |   18:00 . Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Dua Pembangunan Jalan di Bojonegoro Disidik Kejaksaan   |   17:00 . Judi Online Sebabkan 978 Pasangan di Bojonegoro Cerai   |   16:00 . Jumping Teknologi, Wenseslaus Manggut: Tantangan dan Peluang Industri Media Digital   |   15:00 . Suwarjono: Media Lokal saat ini Tidak Baik-baik Saja, Inilah Tantangan di Tengah Digitalisasi   |   14:00 . Wakil Wamen Komdigi Nezar Patria Lantik Pengurus AMSI Jatim 2024-2028   |  
Fri, 22 November 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Alasan Sarjana Agama Perlu Menulis

blokbojonegoro.com | Sunday, 18 September 2022 08:00

Alasan Sarjana Agama Perlu Menulis

 

Oleh: Usman Roin *

Bila ada guru bahasa Indonesia- terampil menulis itu biasa. Berbeda kemudian, bila ada sarjana Agama -sarjana Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai misal- memiliki keterampilan menulis itu sungguh luar biasa. Ekspresi kekaguman penulis terhadap sarjana Agama yang punya kecakapan menulis bukan tanpa alasan. 

Secara kaidah linguistik, guru PAI hanya diperkenalkan tata tulis sekadarnya saja. Beda dengan sarjana -Bahasa Indonesia- sebagai misal. Ia mendalaminya tidak sekadar teoritis. Bahkan selalu meng-update dan memperhatikan pemakaian tata tulis secara baik dan benar melalui buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia plus Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) baik versi cetak dan online.

Lalu, mengapa sarjana Agama kudu melek menulis? Bagi penulis ada tiga alasan mendasar. 

Pertama, khazanah keislaman itu dinamis. Pemahaman keislaman itu tidak kaku. Keperuntukannya tidak hanya terbatas dalam ruang dan waktu tertentu. Tetapi, ia dinamis seiring dengan modernisasi zaman. Guna mewujudkan itu, butuh akademisi yang secara kognitif mumpuni terhadap literasi menulis khazanah keislaman. 

Terhadap keterampilan menulisnya, ia gunakan untuk menghasilkan pemahaman yang baik dan benar terhadap literatur keislaman masa lalu. Kemudian secara praksis, digunakan sebagai penguatan pemahaman Islam wasathiyyah Indonesia, hasil dari telaah, atau penelitian intensif di pesantren, Ma’had ‘Aly atau PT berbasis agama sebagaimana UNUGIRI.

Dengan demikian, hadirnya orang yang dari sisi kognitif memiliki keluasan pemahaman Islam saja belumlah cukup. Walaupun, itu merupakan modal awal. Perlu pula ditopang oleh orang yang secara kognitif keislamannya bagus yang juga memiliki keterampilan menulis. Jika demikian, di sinilah letak strategis sarjana Agama ikut membangun kelanggengan nilai-nilai Islam masa lalu, untuk kemudian dikontektualisasikan era kekinian.

Kedua, baca dan tulis menempati tahap awal dalam sejarah peradaban manusia. Ada yang menyebut, bila baca tulis adalah moyang segala jenis literasi. Bahkan dalam gerakan literasi nasional (GLN), baca tulis menempati urutan nomor wahid. Baru setelah itu, dasar literasi dilanjutkan kepada numerasi, sains, digital, finansial, dan literasi budaya dan kewargaan. 

Literasi baca menjadi penting dan kunci untuk mempelajari segala pengetahuan. Termasuk, jenis-jenis informasi dan petunjuk keseharian yang berdampak besar bagi kehidupan. Sebagai contoh, ketika kita menerima resep obat dari dokter, entah di Puskesmas, Rumah Sakit, atau klinik praktek dokter spesialis. Tentu, dibutuhkan kemampuan untuk memahami petunjuk pemakaian secara benar. Jika salah, tentu akibatnya bisa fatal. 

Kasus yang sama, bisa kita korelasikan pada teks agama. Teks agama yang melangit mengambil bahasa Guru Besar Ilmu Filsafat Islam UIN Walisongo Semarang, Prof. Dr. Ilyas Supena, M.Ag., perlu dibumikan atau perlu dilakukan humanisasi ilmu-ilmu keislaman. Hal itu bertujuan agar teks agama memiliki sisi kemudahan dipahami siapa saja. Baik secara konsep, hingga pada ranah praksis, memberi banyak kemanfaatan keseharian kehidupan beragama. Polanya bisa melalui mekanisme reaktualisasi, kontektualisai, rekontekstualisasi, hingga reformulasi.

Agar pola di atas terwujud, tentu kecakapan menulis sarjana Agama tidak bisa ditawar lagi. Meminjam Bahasa Bambang Trim (2011:2), era kekinian menulis sudah menjadi bagian dari keterampilan hidup (life skill). Terlebih zaman now, tidak ada satupun bidang kegiatan di dunia ini yang dapat terlepas dari kegiatan tulis menulis.

Ketiga, menulis berwujud karya adalah warisan masa lalu. Hadirnya karya tulis, menjadikan dunia tercerahkan oleh tulisan-tulisan dari berbagai penulis di penjuru dunia. Hal ini selaras dengan ungkapan kata mutiara Arab yang mengatakan, Innama al-Ilmu bi al-Ta’allum. Yang maknanya, sesungguhnya ilmu itu (di dapat) dengan belajar. 

Pertanyaan besarnya adalah, bila tidak ada naskah tulisan torehan ilmuan masa lalu, kemudian apa yang akan dipelajari?

Sebagai contoh, Ibnu Sina yang menurut Dr. Asep Sulaiman (2018:52), sudah menjadi dokter terkenal pada usia 17 tahun, selain memiliki masterpiece kitab al-Qanun fi al-Thib, juga memiliki karya tulis asy-Syifa, an-Najah, ‘Uyun al-Hikmah, Danisynama yi Ala’i, al-Isyarat wa al-Tanbihat.

Selain Ibnu Sina, Ar-Razi sebagai dokter terkemuka abad pertengahan, juga ilmuwan muslim yang produktif menulis. Karena selain menulis al-Thibb al-Ruhani, beliau juga menulis karya Kitab al-Asrar, al-Hawi, al-Jidar wa al-Hasbah, al-Mansouri Liber al-Mansorem, al-Sirah al-Falsafiyah, Amarah Iqbal al-Daulah, al-Ladzadzah, al-Ilm al-Ilahi dan Maqalah fi ma Ba’dah.

Belum lagi empat mazhab ulama fikih yang kita jadikan sandaran hukum sampai saat ini, mulai dari Imam Hanafi dengan karya al-Faraid, asy-Syurut, al-Fiqh al-Akbar. Kemudian Imam Malik al-Muwatta’, Imam Syafi’i ar-Risalah, al-Umm, al-Musnad, dan Ikhtilaf al-Hadis, serta Imam Hambal dengan Nasih wa Mansuh, dan al-Musnad.

Ilmuan tersebut mewariskan tulisan untuk dijadikan pedoman baik dalam beribadah maupun mu’amalah dalam dimensi sosial. Tidak sekadar itu, terdapat pesan menggelitik untuk generasi Islam sekarang, bila menulis adalah profesi yang perlu menjadi prioritas dipelajari guna melahirkan karya pengetahuan Islam kekinian. Tujuannya, untuk menemukan karakteristik kekhasan Islam ala Indonesia melalui proses revitalisasi local wisdom. Salam menulis!

* Penulis adalah Dosen Prodi PAI UNUGIRI, Pengurus PAC ISNU Kecamatan Balen dan Alumnus Attanwir Talun.

Tag : Agama, guru, literasi



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat