Oleh: Rohmatul Faizah*
blokBojonegoro.com - Bulan Muharram adalah satu dari empat bulan suci dalam Islam yang dimuliakan oleh Allah SWT. Ia bukan sekadar penanda awal tahun Hijriyah, melainkan juga momentum spiritual yang mengandung banyak pelajaran dan hikmah. Muharram bulan Allah yang mulia, bulan yang agung lagi penuh berkah.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmannya:
قال الله تعالى: اÙنَّ Ø¹ÙØ¯Ù‘َةَ الشّÙÙ‡Ùوْر٠عÙنْدَ اللّٰه٠اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ÙÙيْ ÙƒÙØªÙ°Ø¨Ù اللّٰه٠يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰت٠وَالْاَرْضَ Ù…Ùنْهَآ اَرْبَعَةٌ ØÙرÙÙ…ÙŒ ۗذٰلÙÙƒÙŽ الدّÙيْن٠الْقَيّÙÙ…Ù Û•Û™ Ùَلَا تَظْلÙÙ…Ùوْا ÙÙيْهÙنَّ اَنْÙÙØ³ÙŽÙƒÙمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” [at-Taubah/9:36]
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّنَة٠اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا Ù…Ùنْهَا أَرْبَعَةٌ ØÙرÙمٌ، ثَلاثٌ Ù…ÙØªÙŽÙˆÙŽØ§Ù„Ùيَاتٌ: ذÙÙˆ الْقَعْدَة٠وَذÙÙˆ الْØÙØ¬Ù‘ÙŽØ©Ù ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ù…ÙØÙŽØ±Ù‘ÙŽÙ…ÙØŒ ÙˆÙŽØ±ÙŽØ¬ÙŽØ¨Ù Ù…ÙØ¶ÙŽØ±ÙŽ Ø§Ù„Ù‘ÙŽØ°ÙÙ‰ بَيْنَ جÙمَادَى وَشَعْبَانَ
“Dalam setahun ada dua belas bulan. Empat diantaranya adalah bulan haram. Tiga berurutan: Zulkaidah, Zulhijjah dan Muharram sedangkan (yang keempatnya) Rajab berada di antara Jumada dan Sya’ban.” (Hadits riwayat al-Bukhari no.2958)
Dalam Muharram, kita diajak untuk mengingat kembali perjalanan hijrah Rasulullah, bukan hanya sebagai peristiwa sejarah, tapi sebagai simbol perubahan, perjuangan, dan pembaruan diri. Hijrah adalah ajakan untuk beranjak dari kegelapan menuju cahaya, dari keburukan menuju perbaikan, dan dari pasif menjadi pribadi yang aktif memberi manfaat.
Bulan ini juga dikenal sebagai bulan kasih sayang terhadap sesama. Di dalamnya, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh, seperti puasa sunah, zikir, tilawah, dan sedekah. Tidak hanya itu, bulan Muharram juga menjadi bulan istimewa untuk menyantuni anak yatim, mempererat silaturahmi, dan memperbanyak rasa syukur atas nikmat kehidupan.
Selain itu, bulan Muharram adalah momentum spiritual yang menyimpan nilai historis dan reflektif yang dalam bagi umat Islam. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan masyarakat modern, peringatan Muharram seharusnya tidak hanya dimaknai secara simbolik, tetapi juga ditransformasikan menjadi aksi nyata yang membawa dampak sosial.
Hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan langkah besar menuju pembebasan, kemerdekaan spiritual, dan peneguhan nilai-nilai keadilan, toleransi, dan solidaritas sosial. Spirit hijrah itulah yang seharusnya dihidupkan kembali dalam konteks kekinian, terutama di tengah masyarakat yang terus menghadapi tantangan sosial: ketimpangan ekonomi, degradasi moral, hingga minimnya kepedulian sosial.
Di berbagai wilayah, Muharram mulai diisi dengan kegiatan sosial yang membumi—dari santunan anak yatim, bakti sosial, hingga edukasi keagamaan yang menekankan nilai-nilai inklusif dan toleran. Ini menjadi sinyal positif bahwa masyarakat mulai menangkap semangat hijrah sebagai ajakan untuk bergerak menuju perubahan sosial, bukan sekadar ritual keagamaan yang berhenti pada seremoni.
Namun, tantangan terbesar kita hari ini adalah bagaimana menyambungkan pesan spiritual Muharram dengan gerakan sosial yang berkelanjutan. Edukasi menjadi kunci penting. Lembaga pendidikan, rumah ibadah, hingga platform digital harus berperan aktif menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan dalam Islam, terutama di bulan-bulan mulia seperti Muharram.
Generasi muda harus diajak untuk menjadikan hijrah sebagai spirit perbaikan diri dan lingkungan. Dalam konteks kekinian, hijrah bisa berarti berpindah dari apatisme menuju partisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat, dari intoleransi menuju penghargaan terhadap perbedaan, dari konsumtif menuju produktif, dan dari pasif terhadap isu sosial menuju keterlibatan nyata dalam perubahan.
Bulan Muharram adalah momen emas untuk mengisi hari-hari dengan ibadah dan amal sosial. Di era digital, batasan fisik tak lagi menjadi penghalang untuk berbuat baik. Teknologi bisa menjadi sarana dakwah, ibadah, dan solidaritas sosial. Dengan niat yang ikhlas dan pemanfaatan media yang bijak, kita bisa menjadikan Muharram sebagai titik awal transformasi diri yang lebih baik.
Maka, Muharram seharusnya menjadi ajakan kolektif untuk bergerak bersama. Dari spirit hijrah menuju aksi sosial. Dari peringatan historis menuju perubahan transformatif. Dan dari keheningan ritual menuju suara kepedulian yang hidup di tengah masyarakat. Semoga setiap langkah kita di bulan Muharram ini diberkahi dan membawa perubahan yang hakiki—menuju pribadi, keluarga, dan masyarakat yang lebih bertakwa dan berdaya. [mad]
*Dosen PAI, Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur (Asal Desa Simorejo, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro)
0 Comments
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published