Reporter : M. Anang Febri
blokBojonegoro.com – Sebuah unggahan di media sosial yang menyebut bahwa para driver ojek online (ojol) Bojonegoro menyetujui potongan 20% dari aplikator, mendadak menuai reaksi keras. Bukan hanya karena isi pernyataan itu tidak sesuai kenyataan di lapangan, tetapi juga karena dianggap mencatut nama komunitas yang tidak pernah ada dan membentuk opini menyesatkan.
Ketua Komunitas Ojol Bojonegoro Bersatu, Suwito, menjadi salah satu yang paling vokal menyuarakan protes. Menurutnya, unggahan itu bisa menjadi alat legitimasi yang menyesatkan seolah para driver sudah menyetujui skema potongan tersebut.
"Jelas ini adalah upaya menggiring opini. Dari unggahan itu, saya menduga akan digunakan sebagai dasar pengajuan ke Kementerian Perhubungan, seolah-olah kami menyetujui potongan 20% tersebut, padahal kenyataannya tidak begitu," ujar Suwito.
Langkah cepat pun diambil. Suwito menghubungi admin dari akun media sosial yang mempublikasikan pernyataan tersebut. Namun, alih-alih mendapatkan klarifikasi, ia justru makin curiga.
"Tadi malam saya hubungi adminnya. Dia bilang hanya menjalankan pesanan. Tapi saat kami tanya siapa yang memesan, dia tidak mau menjelaskan, sehingga kami menduga ada permainan di sini," ungkapnya.
Tak hanya merasa dicurangi, para driver juga menyesalkan bahwa tidak ada proses komunikasi yang sehat sebelum narasi itu dilempar ke publik. Bagi mereka, dukungan terhadap kebijakan harus datang dari proses dialog, bukan rekaan sepihak.
"Apa pun keputusan pemerintah, kami akan tetap patuhi. Namun, jika pihak aplikator misalkan ingin agar kami menyetujui keputusan mereka, seharusnya kami dilibatkan, diajak berdiskusi," kata Suwito.
Kekecewaan semakin dalam ketika diketahui tidak satu pun anggota komunitas ojol Bojonegoro merasa pernah diwawancarai atau menyampaikan dukungan atas potongan 20%. Bahkan komunitas yang disebut dalam unggahan itu, menurut Suwito, tidak pernah ada.
"Saya tanya ke teman-teman, juga di grup WhatsApp komunitas, tidak ada yang pernah diwawancarai. Bahkan nama komunitas yang dicatut dalam unggahan itu pun tidak pernah ada," tegasnya.
Sementara itu, polemik soal potongan ini masih dalam tahap evaluasi oleh pemerintah pusat. Dalam rapat dengan Komisi V DPR RI beberapa waktu lalu, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Aan Suhanan, menyebut bahwa opsi penurunan potongan dari 20% ke 10% tengah dikaji.
Wacana itu merupakan bagian dari tuntutan nasional para pengemudi ojol dalam aksi besar pada 20 Mei 2025 lalu. Namun sebelum hasil resmi diumumkan, sejumlah pihak tampaknya mulai memanfaatkan ruang kosong kebijakan ini untuk memainkan narasi.
Kini yang menjadi pertanyaan bukan hanya soal persentase potongan, tapi juga siapa yang berada di balik skenario komunikasi yang mencatut suara-suara yang tak pernah diberikan. [feb/mu]
0 Comments
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published