06:00 . Gelar Muskab, Setyawan Mubayinan Kembali Terpilih Jadi Ketua Pengkab TI Bojonegoro   |   21:00 . Muhammadiyah Bojonegoro Serukan Pilih Cabup yang Bersedia Dengar Suara Rakyat   |   19:00 . Dipindah ke Lapas Bojonegoro, Napi Teroris Dikawal Ketat Densus 88 AT Polri   |   16:00 . Gebyar Milenial dan Gen Z, Acara untuk Generasi Muda Bojonegoro   |   14:00 . Tim PkM Dosen UNUGIRI Berikan Pendampingan P5 dan PPRA di Lembaga Pendidikan   |   13:00 . Wujudkan Lansia Bermartabat, PD 'Aisyiyah Bojonegoro Gelar Lokakarya Kelanjutusiaan   |   12:00 . Tim KKN 44 UNUGIRI Observasi di Desa Grabagan   |   06:00 . Menilik Pasukan Kopi Rakyat Jelita Pada Kompetisi Nyethe Rokok Kenduri Cinta 2 Wahono-Nurul   |   21:00 . Barisan Muda Bangga Bojonegoro Siap Menangkan Wahono-Nurul   |   20:00 . Setyo Wahono ajak Ketum PP.Ansor, Addin Jauharudin Bermain Fun Badminton   |   19:00 . Empat Kades Terdakwa Korupsi Pembangunan Jalan di Bojonegoro Dituntut 5 Tahun Penjara   |   19:00 . Pj Adriyanto : Pasar Hewan Bisa Menjadi Tujuan Wisata Dan Edukasi   |   18:00 . Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Dua Pembangunan Jalan di Bojonegoro Disidik Kejaksaan   |   17:00 . Judi Online Sebabkan 978 Pasangan di Bojonegoro Cerai   |   16:00 . Jumping Teknologi, Wenseslaus Manggut: Tantangan dan Peluang Industri Media Digital   |  
Fri, 22 November 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Catatan 63 Tahun GMNI

GMNI, Paradigma Baru Gerakan Kebangsaan

blokbojonegoro.com | Thursday, 23 March 2017 12:00

GMNI, Paradigma Baru Gerakan Kebangsaan

Oleh: Ichwan Ar*
   
blokBojonegoro.com - Pada 23 Maret 2017, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) merayakan ulang tahun ke 63 sejak didirikan pada 1954. Momentum ini menjadi sangat tepat untuk melihat kembali politik kebangsaan di tengah menguatnya gelombang gerakan politik yang lekat dengan sektarianisme, primordialisme dan fundamentalisme. Namun, disisi lain juga semakin menguatnya arus globalisasi yang terkesan menjadi antitesa dan saling berhadapan secara vis-à-vis.

Kelompok pertama memunculkan gerakan politik dalam bentuk politik identitas sempit seperti Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA). Isu tersebut dimainkan dalam beragam agenda politik seperti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang seringkali melibatkan pengerahan massa.  Sedangkan fenomena kedua ditandai dengan semakin pudarnya batas antar Negara dalam pergaulan umat manusia disemua bidang kehidupan, misalnya liberalisasi perdagangan, globalisasi komunikasi, politik, kebudayaan dan sebagainya. Kedua fenomena tersebut sama-sama memiliki potensi menggoyahkan tatanan kebangsaan sebagaimana diwariskan oleh para pendiri bangsa. 

Pragmatisme Politik


Fenomena lain yang memprihatinkan adalah semakin menguatnya pragmatisme politik yang pada akhirnya menempatkan demokrasi sebatas sistem prosedural pengambilan keputusan belaka. Situasi tersebut dapat dilihat dalam proses perebutan kekuasaan politik di tingkat nasional, regional maupun lokal, yang kadang lebih banyak mencerminkan kompromi oportunistik. Koalisi partai politik tidak didasarkan pada kedekatan ideologi namun pada kepentingan meraih kekuasaan politik semata.

Reformasi memang telah melahirkan beberapa rezim baru yang silih berganti berkuasa. Namun dari sisi substansi masih jauh dari cita-cita demokrasi. Joseph A Schumpeter dalam Capitalism, Socialism and Democracy, menyebutnya sebagai demokrasi prosedural. Yaitu pengaturan kelembagaan untuk mencapai keputusan politik dengan melibatkan dukungan rakyat, terlepas dari apapun penggeraknya.

Bahaya besar dari pragmatisme adalah rakyat menjadi skeptis terhadap politik, demokrasi dan instrumennya, termasuk menguatnya ketidakpercayaan terhadap partai politik. Situasi tersebut dapat menjadi peluang untuk gerakan arus balik demokratisasi yang menginginkan negara ini kembali ke otoritarianisme masa lalu.

Dalam konteks tersebut, menjadi sangat penting untuk memahami Pancasila sebagai ideologi Negara (philosofische grondslag) dan sebagai dasar negara (staatsfundamentalnorm). Pergerakan Kebangsaan (PK) dalam Pancasila, Mencari Konstruksi Pemahaman mengemukakan, manifestasi Pancasila sebagai ideologi Negara seharusnya terwujud dalam pembuatan dan pelaksanaan regulasi Negara (konstitusi, undang-undang dan seterusnya) serta terungkap dalam prioritas, praktek dan kebiasaan bertindak para penyelenggara kekuasaan Negara. Konsekuensinya, Negara Pancasila akan terwujud jika peraturan perundangan yang dibentuk para penyelenggara Negara sudah sesuai dengan Pancasila termasuk dalam pelaksanaannya. 

Namun, yang kemudian terjadi adalah Pancasila ditempatkan sebagai panduan moral individual yang kemudian melahirkan “bunyi-bunyian” tentang Pancasila. Di masa Orba bunyi-bunyian itu disampaikan melalui berbagai media indoktrinasi seperti; Penataran Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), upacara-upacara, seminar dan panggung lainnya. Seolah-olah masyarakat Pancasila dapat diwujudkan ketika seluruh warga Negara mengamalkannya sebagai preskripsi moral individual.

Keretakan Bidang Praksis


Kondisi itu merefleksikan bahwa yang sesungguhnya terjadi adalah keretakan bidang praksis ideologi, yaitu tidak adanya kesatuan antara pikiran, tindakan dan perbuatan. Dalam kasus ini, keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi hanya berhenti pada ucapan, namun tidak berorientasi pada tindakan. Penempatan Pancasila sebagai satu-satunya azas seluruh organisasi kemasyarakatan dan partai politik juga bukan jaminan jika tidak disertai adanya kesadaran untuk melihatnya dalam perspektif sebagai ideologi Negara dan cita-cita moral bangsa.

Ruang kosong untuk menutup celah keretakan bidang praksis itulah yang idealnya dapat diperankan oleh GMNI dan gerakan kebangsaan lainnya. Pilihannya adalah menempatkan diri menjadi bagian dari kekuatan sosial baru untuk melakukan perubahan. Tentu tidak mudah untuk melakukannya, apalagi ditengah kuasa rezim demokrasi liberal dan institusi demokrasi yang belum sepenuhnya lepas dari pengaruh para pemburu rente. Pergerakan Kebangsaan menengarai bahwa senyawa oligarki dan pemburu rente telah menjadi kekuatan yang mendominasi kehidupan ekonomi dan politik kenegaraan, yang ditopang dengan kekuatan sumberdaya ekonomi dan pengetahuan. Kekuatan itulah yang telah membelokkan reformasi menjadi bagian dari jaringan oligarki dan pemburu rente. 

Demokrasi memang tidak menjanjikan hasil yang baik, namun demokrasi menawarkan cara konstruktif untuk perubahan. Karena itu, perubahan tersebut juga harus dilakukan dalam kaidah demokrasi. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pendidikan politik rakyat secara berkelanjutan dan terus menerus. Tumbuhnya kesadaran kolektif rakyat akan menjadi pendorong bagi tumbuhnya kekuatan sosial baru. Komitmen itulah yang seharusnya dilakukan oleh gerakan kebangsaan seperti GMNI. [mad]

*Aktivis Pergerakan Kebangsaan dan Alumni GMNI

Tag : gmni, gmni bojongoro



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat