Tiga Pilar Penopang Bojonegoro Semakin Matoh
blokbojonegoro.com | Thursday, 20 April 2017 13:00
Oleh: Cahyo Hasanudin
Berdasar pada data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bojonegoro, secara astronomis Kabupaten Bojonegoro terletak pada posisi 112°25´-112°09´ BT dan 6°59´-7°37´ LS, serta jumlah penduduk sebesar 1.450.889 jiwa. Luas dan banyaknya penduduk ini tidak dapat dipungkiri bahwa Bojonegoro bisa semakin Matoh. Hal ini juga sesuai dengan jargon masa pemerintahan Bupati Suyoto, M.Si yaitu ‘Bojonegoro Matoh’. Bupati Suyoto juga membuat lagu dengan judul ‘Bojonegoro Matoh’. Salah satu lirik yang bisa digarisbawahi adalah Bojonegoro semangat berbenah, Bojonegoro tak henti berkarya, Bojonegoro semua pasti suka, Bojonegoro matoh. Pada lirik ini sangat memotivasi masyarakat untuk selalu membuat inovasi-inovasi yang bisa menjadikan Bojonegoro lebih matoh di-era selanjutnya. Untuk itu pada tulisan kali ini saya menawarkan tiga pilar yang nantinya dapat dijadikan sebagai penopang Kabupaten Bojonegoro agar semakin matoh. Pilar tersebut yaitu:
Pilar pertama yang menjadikan Kabupatan Bojonegoro semakin matoh adalah pelestarian kesenian Wayang Thengul. Kita tahu, kesenian Wayang Thengul semakin pudar di kota kelahirannya sendiri, bagaimana tidak? Banyak pemuda, mahasiswa, dan semua komponen masyarakat sudah enggan dan mulai tertarik dengan hiburan-hiburan yang tidak mengandung unsur seni, terlebih lagi banyak masyarakat yang tertarik dengan hiburan yang bersifat ke-barat-baratan, masyarakat semakin meninggalkan budaya lokal (local wisdom) dan tidak melestarikan sebagai wujud luhur peninggalan tetua Kabupaten Bojonegoro. Masyarakat Bojonegoro semakin melupakan bentuk kearifan lokal tersebut. Hal ini dapat dilihat tidak banyak masyarakat yang mengenal Wayang Thengul, terlebih lagi para generasi muda yang duduk di bangku sekolah. Mengenal dan tahu tentang Wayang Thengul saja itu sudah hal yang sangat luar biasa, apalagi bisa membuat dan memainkan Wayang Thengul adalah hal langka yang patut diakui keberadaannya.
Untuk itu, wujud pelestarian Wayang Thengul yang paling efektif yaitu dimulai dari jenjang pendidikan. Kita tahu, bahwa di kurikulum setiap jenjang pendidikan ada mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) dan muatan lokal. Pemerintah, melalui dinas terkait seyogyanya memberikan aturan tentang memberikan pengajaran terhadap peserta didik terkait budaya lokal (local wisdom) asli Kabupaten Bojonegoro, salah satunya adalah pengenalan, pengajaran, cara membuat, dan memainkan Wayang Thengul. Hal ini dapat dimulai dari jenjang sekolah dasar, seorang pendidik dapat mengenalkan tentang Wayang Thengul. Pada jenjang sekolah menengah pertama, seorang pendidik dapat menjelaskan dan mempraktikkan tentang proses pembuatan dan pernak-pernik yang ada pada Wayang Thengul. Berlanjut pada sekolah menengah atas, peserta didik diwajibkan mampu memainkan Wayang Thengul. Dengan demikian dapat dikalkulasikakan bahwa proses belajar selama 9 tahun dapat menghasilkan pesera didik yang mampu melestarikan kesenian asli Kabupaten Bojonegoro.
Hal inilah yang harus dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam melestarikan kesenian lokal asli Kabupaten Bojonegoro. Akan tetapi, apabila pendidik tidak paham dengan wayang Thengul, maka solusi selanjutnya adalah pemerintah bersama dinas pariwisata atau dinas terkait untuk terjun memberikan penyuluhan kepada seluruh guru mata pelajaran SBK di Kabupaten Bojonegoro untuk belajar Wayang Thengul. Pada akhirnya, setelah mendapat penyuluhan guru mampu mengenalkan, mengajarkan cara membuat dan memainkan Wayang Thengul pada peserta didiknya. Inilah muara dari pilar pertama penopang Bojonegoro semakin matoh.
Pilar kedua yang menjadikan Kabupatan Bojonegoro semakin matoh yaitu menumbuhkan minat masyarakat Bojonegoro untuk mencintai produk unggulan ledre. Kita tahu bahwa ledre makanan khas Kabupaten Bojonegoro, akan tetapi kisahnya pun hampir sama dengan kesenian wayang Thengul. Terabaikan di kota asalnya. Masyarakat Bojonegoro, khususnya anak kecil lebih suka kudapan yang diiklankan di televisi, hal ini dapat dilihat tatkala anak diajak belanja ke swalayan, mereka tentu memilih kudapan yang sering mereka tonton di televisi dibanding dengan kudapan yang tidak pernah mereka lihat di televisi yaitu ledre. Selain itu, dalam momen perayaan hari besar, misalnya Idul Fitri, tidak banyak atau bahkan hampir tidak ada masyarakat yang menyuguhkan kudapan ledre di meja ruang tamunya. Dua contoh inilah wujud nyata bahwa masyarakat Bojonegoro belum mencintai produk khas Kabupaten Bojonegoro.
Untuk itu, pemberdayaan masyarakat dari semua lapisan dalam menumbuhkan minat untuk mencintai produk unggulan ledre perlu dicanangkan dan dapat dimulai dari karang taruna, ibu-ibu PKK, dan koperasi wanita yang tersebar hampir di setiap desa di Kabupaten Bojonegoro. Adanya penyuluhan pembuatan ledre tentu akan menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat kudapan asli Kabupaten Bojonegoro yang pada akhirnya adalah mampu menumbuhkan minat seluruh masyarakat di Kabupaten Bojonegoro untuk mencintai dan melestarikan produk unggulan ledre. Selain itu, hal ini juga dapat dijadikan sebagai peluang usaha kecil yang membantu perekonomian masyarakat Kabupaten Bojonegoro. Muara dari pilar kedua dapat dikatakan bahwa mencintai produk unggulan ledre dapat menjadikan Kabupaten Bojonegoro semakin matoh.
Pilar ketiga yang menjadikan Kabupatan Bojonegoro semakin matoh yaitu merelokasi tempat wisata Waduk Pacal. Siapa yang tidak tahu dengan keberadaan Waduk Pacal? saya yakin semua masyarakat yang tinggal di Kabupaten Bojonegoro mengetahui dan pernah mengunjungi Waduk Pacal. Namun, pertanyaannya sekarang adalah, apakah tempat siwata Waduk Pacal sudah cukup menjadikan Kabupaten Bojonegoro semakin matoh? Jawabnya belum. Memang benar, Waduk Pacal dikenal oleh masyarakat asli Kabupaten Bojonegoro, akan tetapi bagaimana dengan masyarakat di luar Bojonegoro, luar Jawa Timur, dan luar negeri. Apakah mereka tahu? Bila pemerintah mau belajar dari kabupaten tetangga, seperti Lamongan, ada tempat wisata yang terkenal saat ini, yaitu Wisata Bahari Lamongan (WBL). Mahakarya yang sangat luar biasa untuk menyulap Tanjung Kodok yang sepi pengunjung menjadi banyak pengunjung, yang tidak dikenal di masyarakat luar sekarang dikenal oleh masyarakat di luar Kabupaten Lamongan.
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dapat juga menyulap tempat wisata Waduk Pacal menjadi seperti WBL pada saat ini. Topografi Waduk Pacal juga cocok untuk wisata akhir pekan, di sana bisa dibuat wisata air, misalnya kanno, banana boat, sepeda air, dan sebagainya. Di atas waduk tersebut dapat ditambah wahana, misalnya flying fox, kereta gantung, dan wahana yang menguji adrenalin lainnya, ditambah adanya vila, penginapan, dan restoran di samping waduk akan menambah nuansa mewah wisata Waduk Pacal.
Pada akhirnya, manivestasi ketiga pilar tersebut dapat dirangkum dalam sebuah objek wisata Waduk Pacal. Pengunjung dapat disuguhi pagelaran Wayang Thengul yang diputar pada saat dan waktu-waktu tertentu, dan juga ditambah stand produk unggulan ledre, selain itu pengunjung juga disuguhi edukasi proses pembuatan Wayang Thengul dan ledre. Pengunjung bisa berwisata sekaligus belajar tentang kekhasan dari Kabupaten Bojonegoro.
Ketiga pilar inilah yang nantinya akan mengusung Kabupaten Bojonegoro semakin matoh dan mampu bersaing di kancah internasional sesuai dengan lirik Bojonegoro semangat berbenah, Bojonegoro tak henti berkarya, Bojonegoro semua pasti suka, BOJONEGORO MATOH.
Tag : waduk pacal, cahyo hasanuddin, wisata bojonegoro, makanan khas bojonegoro
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini