Siapa Berhak Jadi Bupati Bojonegoro?
blokbojonegoro.com | Thursday, 14 September 2017 09:00
Oleh: Nanang Fahrudin
Pertanyaan di judul tulisan ini bukan bermaksud membuat definisi ulang siapa sih yang berhak menjadi bupati. Karena pertanyaan itu sudah dijawab oleh UU Nomor 10 tahun 2016 yang merupakan perubahan kedua atas UU nomor 1 tahun 2015. Syarat sahnya menjadi calon bupati semua ada di undang-undang.
Namun pertanyaan tersebut sekadar hendak memberi bobot lebih pada hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang. Syarat jujur dan ikhlas misalnya, tak mungkin ada dalam undang-undang. Karena hal itu terlalu normatif dan sulit diukur oleh regulasi. Namun bagaimanapun syarat itu wajib ada dalam diri seorang calon bupati. Jika tidak, maka mudah sekali membayangkan apa yang akan terjadi kelak.
Memang, demokrasi memberi ruang gerak bagi siapa saja untuk maju menjadi bupati. Tak ada larangan khusus bagi warga negara untuk maju mencalonkan diri. Seorang guru dan pengusaha memiliki bobot sama dalam hal administrasi pendaftaran. Siapapun dijamin undang-undang untuk memperoleh hak memilih dan dipilih yang tentu sesuai dengan prosedur yang ada.
Tapi benarkah syarat menjadi bupati hanya ada pada memenuhi syarat administrasi, jumlah suara, dan kekuatan modal. Tentu saja tidak. Suara dan modal (uang) memang menjadi syarat yang menjengkelkan. Bagaimana tidak, ongkos politik kian hari kian menggila. Untuk memperebutkan jabatan kepala desa saja bisa habis ratusan juta apalagi jabatan bupati?
Sebuah riset yang dilakukan oleh Lia Wulandari tentang Pilkada di Garut tahun 2013 menunjukkan angka rata-rata biaya politik Pilkada mencapai Rp 2 miliar. Angka ini makin meninggi jika kursi yang dipilih adalah anggota DPR di Senayan. Karena biayanya bisa mencapai Rp 6 miiliar.
Memang, Kabupaten Garut memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk lebih banyak dibanding Bojonegoro. Namun, ongkos politik dipastikan tidak akan jauh berbeda. Karena persaingan yang makin ketat. Saat ini saja, sudah lebih dari enam bakal calon yang namanya berseliweran di baliho pinggir jalan, di media sosial atau di selebaran-selebaran.
Artinya, modal uang besar dalam tiap pilkada, tak terkecuali Bojonegoro, tak bisa dihindari. Calon bupati membutuhkan modal yang besar. Jika tidak, maka akan malah menyulitkan diri karena modal diperoleh dari sumber yang sulit dicari keikhlasannya atau tanpa berharap timbal balik. Seorang donatur sangat jarang berkorban menyumbangkan hartanya untuk pilkada, kecuali ada “bagi hasil” nanti di kemudian hari.
Oleh karena itu, berebut menjadi bupati bukan sekadar soal siap maju atau tidak. Melainkan perlu mempertimbangkan banyak hal, diantaranya uang. Jangan sampai seorang calon dikendalikan oleh pemilik modal hanya karena si calon tak mempunyai modal sendiri sehingga harus bergantung pada pemilik modal. Hal itu sama dengan menggadaikan masa depan Bojonegoro di tangan pemodal. Ya kalau pemodalnya ikhlas, kalau tidak?
Di luar uang dan suara, ada hal mendasar yang seringkali dilupakan. Mungkin semua orang mengakui bahwa hal itu penting, tapi benarkah sosok semacam itu ada? Yakni amanah, ikhlas dan jujur. Kita seringkali berprasangka buruk dulu, bahwa hanya malaikat saja yang punya kriteria demikian. Sehingga, kriteria itu tak begitu dipersoalkan. Padahal itu menentukan lima tahun ke depan saat ia memimpin Bojonegoro. Dan bagaimanapun tingakatannya, tiga hal itu “wajib ‘ain” ada di diri calon bupati.
Jika amanah, ikhlas, dan jujur dianggap terlalu idealis, maka syarat lain yang perlu dimiliki calon bupati Bojonegoro adalah komitmen tidak korupsi, hebat dalam visi pengelolaan keuangan, dan tentu saja berkomitmen pada kebudayaan. Karena tantangan Bojonegoro kedepan terbesar adalah bagaimana mengelola dana APBD yang makin besar. Syahwat korupsi mudah muncul jika pemimpin tak punya komitmen anti korupsi.
Jadi, mencalonkan diri menjadi bupati Bojonegoro sah-sah saja. Tapi sebaiknya si calon dan tim pemenangan mengukur diri terlebih dulu tentang maslahat dan madhorot. Semua tidak harus dipaksa berada di genggaman tangan. Karena jika gagal mengelola Bojonegoro ke depan, maka nasib 1,5 juta warga Bojonegoro sedang dipertaruhkan. Tidak hanya lima tahun saja, karena bisa jadi berdampak untuk masa depan selamanya.
Kita berharap bupati Bojonegoro ke depan adalah pilihan terbaik untuk masa depan rakyat Bojonegoro.
Tag : bupati, calon, bojonegoro
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini