blokbojonegoro.com | Monday, 01 January 2018 06:00
Pengirim: Ikhwan Tamrozi
Sejak dahulu kala, pencak silat dipandang hanya memiliki ajaran potensi pengembangan fisik. Ada kecenderungan bahwa hanya pendidikanlah yang mampu membentuk kepribadian. Begitu juga dengan yang sedang berlatih silat, dengan sadar mereka hanya merasakan letih ketika berlatih atau pingsan karena pukulan.
Uniknya, selain pengembangan fisik dan pembinaan karakter. Perguruan silat ini secara tidak langsung mengajarkan kesabaran, kedisiplinan, serta semangat kebersamaan, kerukunan dan gotong-royong senantiasa mewarnai potret lapangan.
Dalam lingkup pedesaan, organisasi silat menjadi penanda karakter kaum muda. Globalisasi yang katanya zaman now, pemuda yang tidak gabung dalam organisasi rentan "dikucilkan". Seolah-olah kena doktrin, semakin tinggi loyalitas terhadap silat, semakin banyak mata muda yang memandang.
Sawijining olahraga kang digandrungi para muda yaiku pencak silat (salah satu olahraga yang disukai para pemuda yaitu pencak silat). Ana kang seneng amarga kepingin dadi jagoan gelut (ada yang suka karena ingin jadi jagoan berkelahi), ana kang kesemsem marang kaendahan gerakane (ada yang kagum dengan keindahan gerakannya), lan ana uga kang kepengin ngukir prestasi kanthi nyinau olahraga iki (dan ada juga yang pingin mengukir prestasi dengan belajar olahraga ini). (Ngabdulisasi.com)
Realita loyalitas
Keadaan ini diperkuat dengan pribahasa yang mengerikan "sak pedote nyowo" (sampai hilangnya nyawa). Adapun dari pribahasa di atas, seseorang yang sudah anggota resmi di suatu organisasi silat, hukumnya diharamkan jika pindah dari wadah ke wadah yang lain, bahkan dianggap seperti manusia yang pindah agama.
Di Bojonegoro, Jawa Timur, terdapat kurang lebih 13 aliran perguruan yang masuk IPSI diantaranya, Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW), Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), ASAD, Tapak Suci (TS), Pagar Nusa (PN), Kera Sakti (KS), Perisai Diri, Merpati Putih, Bela Diri Rajekwesi, Margoluyo, Gubug Remaja, Pencak Organisasi, dan Rasa. Tampaknya, corak kehidupan pesilat turut menentukan posisi pandangan masyarakat terhadap setiap masing-masing aliran tersebut. Serta sebagai penentu guna disajikan kepada anak turunnya yang meminati.
Bagaimanapun dalam kehidupan dunia, panggilan untuk persaingan selalu menjadi bayang-bayang, jadi yang terbaik, terhebat, memiliki anggota hingga tak diketahui angkanya, serta ingin menjadi garda terdepan dalam dunia politik guna menjujung organisasi yang dimiliki.
Namun, realita interaksi sosial dalam ruang lingkup yang sama tak bisa dielakkan. Keberadaan perguruan silat selain kelompoknya selalu ada yang memperdebatkan. Maka, saat jumpa tak jarang teriakan kasar/ejekan yang begitu menginspirasi, juga suara motor yang menggelegar, selaras dengan syair lagu Rhoma Irama "darah muda darahnya para remaja yang maunya menang sendiri walau salah tak perduli.... biasanya para remaja berfikirnya sekali saja tanpa menghiraukan akibatnya".
Buruknya, kasus tersebut sering terjadi, hanya karena tidak suka dengan keberadaan organisasi silat yang berbeda dengan dirinya. Sangat disayangkan karena akan menimbulkan perkelahian berujung pengroyokan berlanjut tawuran hingga darah bercucuran bahkan berakibat raga dan nyawa menjadi terpisah (maut).
Persebaran dunia persilatan kian menjadi-jadi, hampir sepenuhnya otak kiri terisolasi, kalau tidak ikut organisasi bukanlah kaum muda masa kini, bahkan kalangan pertiwi tak sungkan mendaftarkan diri untuk belajar materi yang disebut srikandi.
Menghapus isu gesekan
Guna mengatasi persoalan itu, Kapolres Bojonegoro, AKBP. Wahyu Sri Bintoro mengusulkan agar dibentuk suatu wadah dengan nama "Bojonegoro Kampung Pesilat (BKP)". Untuk menindaklanjuti program ini, kapolres Bojonegoro mengadakan apel besar untuk para pesilat guna deklarasi kampung pesilat di Bojonegoro dan juga ikrar kampung pesilat, yang dihadiri masing-masing anggota silat dari 13 perguruan.
Turut hadir pula pada acara tersebut Bupati Bojonegoro. Dalam sambutannya, beliau Suyoto menjelaskan bahwa dalam sejarah Bojonegoro adalah tempatnya konflik. "Majapahit dan Demak itu konfliknya di Bojonegoro, dan Aryo Penangsang itu gugurnya di Bojonegoro, Gagak Prima itu kalahnya sama kuda perempuan Bojonegoro, Pajang dan Mataram itu gegernya juga di Bojonegoro, Mataram ke Surakarta kemudian pindah ke Yogyakarta itu gegernya juga di Bojonegoro", ujarnya.
Setidaknya, melalui progam ini para pesilat wilayah Bojonegoro dapat menjalin keharmonisan, menghapus tuntas isu-isu gesekan fisik dengan tujuan akhir sebagai pelaku mitra kamtibmas Kota Ledre.
Akan tetapi, "tujuan hanyalah sebuah tujuan", yang nilai kandungan dari tujuan tidaklah sepenuhnya menghapus gesekan tersebut. Ada guyononan/lelucon "ngeneiki pas acara BKP yo baris bareng, foto bareng, muleh yo rasan-rasan" (saat acara BKP ya baris bersama, foto bersama, pulang ya menggunjing. Lantas, mau dibawa kemana bangsa ini, negeri ini, kalau pemudanya selalu menciptakan gesekan antar sesama. Kemudian bagaimana dengan ungkapan "syubbanul yaumu rijaalul ghod" pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Baik atau tidaknya pemimpin bangsa besok tergantung pemuda hari ini.
*Mahasiswa STAI ATTANWIR Bojonegoro.
Tag : Kampung silat, silat, pencak silat
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini
Loading...