Agar Masjid tidak Sepi Peminat
blokbojonegoro.com | Thursday, 15 February 2018 17:00
Oleh: Usman Roin *
Menjadi pengurus masjid zaman now, saling mempertanyakan kemana para remaja hingga absen sama sekali dari masjid patut menjadi kajian bersama. Pertanyaan itu cukuplah beralasan, sebab kebanyakan takmir masjid kebingungan kala masjid ada kegiatan. Karena yang tampak adalah generasi tua. Padahal secara kodrati, bertambahnya umur manusia pasti juga menyurutkan kekuatan secara fisik yang tak seideal tenaga, semangat dan pikiran saat muda.
Lalu mengapa keberadaan remaja masjid bagai hilang ditelan bumi? Bagi penulis, seakan-akan ada keterputusan keteladanan. Artinya, bila orang tua zaman old (dahulu) untuk mendidik anak cinta masjid, mereka akan sertamerta mengajaknya turut serta ke masjid pula. Tujuannya, agar keaktifan yang diteladankan oleh orang tua, melalui bimbingan yang tulus, secara kultural juga menurun kepada anak. Hal ini berbeda dengan perspektif orang tua zaman now (sekarang).
Justru yang tampak, ketika orang tua pergi ke masjid, mereka lupa mengajak anak-anaknya. Alhasil, dari sisi emosional tidak mungkin terjadi penekanan bagi mereka, bahwa pergi ke masjid bukan menjadi hal yang penting. Sehingga, tidak ayal bila masjid sepi oleh pemuda dan hanya diisi oleh orang-orang tua saja.
Menjamurnya fenomena di atas, secara kasat mata bisa ditemui hampir di semua masjid. Tidak hanya masjid yang ada di perkotaan, melainkan masjid kampung pun juga sudah ada indikasi sepi peminat. Jika para remaja saja sudah ogah kemasjid, ini pertanda awal organisasi remaja masjid juga akan mandul, akibat berbagai hal yang melatarbelakanginya. Mulai dari tidak adanya kader, sudah ada remaja namun bingung bagaimana mengoptimalkan, hingga tidak ada sama sekali remaja masjid yang bersedia aktif.
Dengan demikian, keteladanan orang tua saat ke masjid setidaknya menjadi solusi, agar tampilnya orang tua ke masjid menyelipkan pesan agar semangat keaktifan tersebut juga diteruskan kepada anak-anaknya sebagai generasi pemakmur milenial. Tidak lain, supaya masjid menjadi ramai oleh remaja yang tidak hanya sebatas ubudiyah an sich, melainkan juga aktif berorganisasi di remaja masjid.
Faktor lainnya, keberadaan masjid ternyata belum direkonstruksi menjadi pencetak kader Islami. Sehingga yang ada, selesainya masjid digunakan ubudiyah, keberadaanya kemudian ditutup rapat-rapat dan tampaklah kesunyian yang nyata. Pertanyaannya, lalu bagaimana organisasi remaja masjid bisa berkembang bila fenomena yang terlihat seperti itu? Padahal, aktifnya remaja masjid justru akan menambah ruh kemakmuran masjid dari paradigma spiritual, berreorientasi menjadi bagian strategis pencetak kader potensial penerus estafet kepemimpinan kemasjidan.
Oleh karena itu, sudah saatnya segenap takmir masjid bukan hanya memikirkan bangunan fisik sebagai skala prioritas pembangunan, melainkan sumber daya manusia (SDM) –remaja– juga perlu di bangun mentalitasnya untuk aktif di masjid. Karena dari sisi kemanfaatan, keaktifan remaja justru akan membawa keuntungan kemakmuran tersendiri untuk masjid. Sebab secara manajerial, remaja akan menjadi penerjemah bagaimana operasionalisasi berbagai program strategis kemasjidan yang sebelumnya telah direncanakan. Mulai dari aspek ibadah, perekonomian, sosial, hingga pengembangan skill keperibadian agar bisa terealisasi dengan sebaik-baiknya.
Pada sisi yang lain, kiranya melibatkan para remaja ketika ada kegiatan masjid adalah cara lain untuk mendekatkan mereka kepada masjid. Misalnya, membantu untuk mempersiapkan teknis kegiatan pengajian, mulai dari pembawa acara, pembaca lantunan ayat suci Alquran, penerima tamu, hingga distribusi konsumsi. Sehingga upaya kecil ini kemudian bisa ditingkatkan dengan pembelakalan lanjutan untuk mereka, yakni merancang kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan psikologis mereka, agar materi yang disampaikan bisa terserap dengan baik, lebih mengena, dan secara operasional wujudnya terlihat melalui peran serta ambil bagian memakmurkan masjid.
Guna meningkatkan keaktifan remaja masjid, maka studi banding dengan remaja masjid yang sudah mapan adalah solusi terbaik. Karena selain secara materi tahu persis bagaimana teknik mengelola organisasi kemasjidan secara profesional, juga dalam rangka memberikan gambaran nyata bahwa keaktifan remaja masjid itu akan menghasilkan beragam kegiatan yang bermanfaat untuk umat. Terlebih bila kemudian keberadaan remaja masjid, bisa menjadi salah satu benteng potensi radikalisme, penjaga toleransi beragama, dan bagian terdepan penguat sendi pilar-pilar kebangsaan secara nasional.
Akhirnya, melihat begitu urgennya peran strategis remaja masjid mendatang, tentu kehadirannya sangat dinanti untuk ikut membumikan kemaslahatan masjid secara masif. Semoga.
* Penulis: Pegiat Komunitas Penulis NU (kopiNU) Bojonegoro, Mantan Ketua Umum Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (Risma-JT) & Mahasiswa Magister PAI UIN Walisongo Semarang.
Tag : usman roin, masjid
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini