Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Blok Buku

Sang Penakluk

blokbojonegoro.com | Saturday, 18 August 2018 06:00

Sang Penakluk

Peresensi:  Titik Setiawati*

Buku ini menceritakan seorang anak yang bisa menaklukan perampok ganas.  Cerita ini dimulai saat banyak perampokan di kota, pencurian dimana-mana. Tindakan perampok itu juga melebihi batas, karena perampokan iti disertai penodongan juga kekerasan yang telah meresahkan masyarakat. Banyak mayat-mayat yang ditemukan dalam keadaan yang mengenaskan. Hampir setiap jam ada laporan tentang perampokan dan juga kekerasan ke kantor polisi.

Pada suatu malam, sekawan perampok melakukan aksi perampokan di kota. Pagar rumah di dobrak paksa dengan potongan kayu besar yang di tarik bersama, pagar pintu besi yang kokoh pun roboh seketika. Penghuni rumah mengetahui rumahnya sedang di dobrak kawanan perampok, sehingga mereka bersembunyi dalam perlindungan rahasia di bawah tanah. Pada saat perampok mengobrak-abrik isi rumah, polisi patroli melintas di tempat peristiwa. Polisi mengerti kalau sedang terjadi perampokan, dengan cepat polisi langsung menghubungi pasukan antibandit yang setiap malam bersiap siaga.

Polisi antibandit mulai mendekati rumah yag dirampok. Langkah demi langkah polisi antibandit mengamati situasi dengan cermat. Mereka ingin memberantas perampokan. Namun, sekawan perampok jauh lebih cerdik,mereka berhasil melarikan diri dari kejaran polisi. Polisi antibandit terus mengejar sekawan perampok itu sampai kewalahan karena menghadapi kawanan perampok yang jumlahnya puluhan orang.

Sekawan perampok bersembunyi di dalam hutan, berbulan-bulan mereka tidak berani keluar hutan. Selama dihutan mereka hanya makan buah-buahan dan hewan liar yang dapat ditangkap. Namun, karena kelaparan, kawanan perampok berusaha keluar dari tempat persembunyiannya, dan seorang pemimpin perampok mulai mengatur siasat. Pemimpin perampok memerintahkan anak buahnya untuk berpencar.

 Polisi juga mempersiapkan siasat untuk menangkap perampok itu, demi keamanan dan kenyamanan masyarakat. Kini polisi telah membentuk pos-pos keamanan di daerah  rawan. Petugas keamanan juga telah disiap siagakan didaerah pinggiran untuk menghadapi pelarian yang bersarang di hutan.dan siasat polisi itu membuahkan hasil, para kawanan perampok tidak berani keluar dari hutan, sehingga keadaaan kota lebih dapat dikendalikan.

Kini kawanan perampok menjadi penghuni hutan. Selama dihutan mereka merasa menderita, makanan disana sangat terbatas. Yang awalnya mereka selalu bersenang-senang dan juga berfoya-foya dengan hsil rampokannya, tapi saat ini mereka hanya bisa makan seadanya yang ada dihutan.

Karena perampok itu merasa kelaparan, mereka berusaha keluar dari persembunyiannya. Beberapa orang kawanan perampok pergi menuju desa dekat hutan, sasaran pun ditentukan.  Mereka menuju sebuah rumah desa yang mewah, rumah itu milik ayah uluwele, seorang ilmuan dari kota yang ingin menghindar dari keramaian dan pencemaran kota. Dirumah itu uluwele tinggal bersama ibu,ayah dan juga kakeknya.

Pada suatu hari, uluwele bersama kakeknya menggembala dombanya di dekat hutan. Dirumahny,a saat ibu dan ayah uluwele sedang beristirahat, tiba-tiba ada kawanan perampok yang datang dengan menodongkan pedang, ayah uluwele berusaha melawan kawanan perampok itu dan ayah uluwele mati dalam pertarungan karena kawanan perampok menggunakan senjata yang sangat tajam untuk melawannya. Sedangkan ibu uluwele bersembunyi dikamar berharap dia bisa selamat, tapi kawanan perampok berhasil menemukannya dan juga membunuhnya.

Saat uluwele dan kakeknya pulang dari menggembala, mereka kaget karena melihat ayah dan ibunya tergeletak berlumuran darah.  Dengan meneteskan air mata, kakek mengangkat jenazah ayah dan ibu uluwele, dengan di bantu beberapa orang tetangganya.

Suasana duka menyelimuti seluruh isi rumah. Uluwele benci terhadap penjahat, ia sangat benci perampok, karena perampok ibu dan ayahnya telah tiada. Dalam hatinya ia berniat melenyapkan perampok dimuka bumi ini.

Kini uluwele hanya memiliki sang kakek. Pada malam hari, kakek uluwele mengajarkan cucunya itu bela diri pencak silat. Itu cara kakek membekali cucunya dalam menghadapi keganasan manusia. Kakek memberikan senjata peninggalan ayah uluwele sebuah keris kecil kepada uluwele. Kata kakek senjata itu sangat sakti peninggalan pujangga kerajaan majapahit.

Saat ini uluwele sudah mulaidewasa, sudah waktunya dia menggantikan kakeknya kekota. Namun ia belum bisa menunggangi kuda, untuk itu setiap hari dia berlatih menunggang kuda bersama kakeknya. Dalam jangka waktu yang tidak lama uluwele berani naik kuda sendiri. Dengan kudanya uluwele sering berjalan-jalan kehutan tanpa ditemani kakeknya.

Pada suatu hari dengan tiba-tiba kuda itu menggaruk-nggarukkan kakinya pada tanah seperti hendak menggambar, gambar itu hanya di mengerti oleh uluwele.  Uluwele menceritakan kepada kakeknya bahwa akan ada perampokan. Mereka ingin mengadakan persiapan untuk menyambut perampok, barang-barang berharga yang dimilikinya diamankan. Selanjutnya mereka ingin memasang jebakan didepan rumah. 

Malamnya, ada sekelompok kereta berkuda dengan suara keras, para pengendara kuda itu berteriak menakut-nakuti warga, sekelompok kereta itu adalah kawanan perampok. Sewaktu perampok itu berada didepan rumah uluwele dan ingin mendobrak rumahnya, tapi tak diduga mereka menginjak jebakan yang telah dibuat uluwele, perampok terjatuh dalam jebakan dan langsung terikat terikat oleh tali-tali yang di pasang kakek. Kawanan perampok itu berusaha melepaskan tali-tali yang melilit tuuh mereka, tapi itu hanya sia-sia. Uluwele menantang perampok yang sedang terjebak disana. Uluwele tidak mau membunuh perampok yang telah tidak berdaya, tapi dia ingin berhadapan dengan secara jantan.

Uluwele mulai melepaskan tali para perampok itu dan mulai menyerangnya. Pada mulanya uluwele merasa kebingungan menghadapi serangan lima perampok secaara bertubi-tubi, dengan kekuatnnya ia berusaha mengatasi masalah. Uluwele segera bangkit semangatnya. Pemimpin perampok ditendang dan ditusuk dengan keris tepat mengenai lehernya.

Kawanan perampok lainya merasa ketakutan karena melihat pemimpinnya dapat dikalahkan. Dan mereka melarikan diri, dan uluwele berusaha mengejarnya dengan menunggangi kuda cerdiknya..

 Saat uluwele berhasil menemukan kawanan perampok yang lain, perampok-perampok itu ketakutan melihat uluwele dan tidak berani melihat wajahnya, mereka bersujud pada kaki uluwele. Perampok itu megatakan kalau dia ingin bertaubat, tapi uluwele tidak percaya begitu saja, dia menahan kereta kuda milik perampok itu sampai mereka benar-benar ingin bertaubat.

Uluwle menyuruh mereka berjalan jongkok sebagai hukumannya. Saat mereka mulai merasakan kesakitan, mereka tetap saja tidak berani untuk berdiri sedikitpun, karena uluwele berada dibelakangnya. Banyak orang kampung yang menyaksikan peristiwa itu dengan tertawa, semua orang yang ada diasana mengejek perampok itu seperti katak duduk.

Sejak peristiwa itulah orang-orang kampung mengenal uluwele sebagai sang penakluk. Dia yang telah menaklukan perampok bengis yang ditakuti semua orang.

Kelebihan :  ceritanya menarik, karena menceritakan anak yang tangguh selalu berjuang

Kekurangan: tidak ada tentang penulis dan tulisannya masih banyak yang salah

 

Resensi Buku “Sang Penakluk“

Identitas Novel 

Penulis :  Abdul Rani

Penerbit :  PD Nusa Jaya

Tahun Terbit :  2011

Jumlah Halaman :  50

*Mahasiswa STIKes ICSada, anggota LPM Kampus.

 

Tag : blok buku, resensi



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini