Potret Buram (Data) Kemiskinan Bojonegoro
blokbojonegoro.com | Monday, 08 October 2018 08:00
Oleh : Zaenal Fanani
Sambutan Gubernur Jawa Timur Pakde Karwo dalam serah terima Jabatan Bupati Bojonegoro, Sabtu 29 September 2018, menyatakan bahwa, bupati baru harus fokus mengurangi angka kemiskinan di wilayahnya. Pendapat ini tidaklah berlebihan, karena isu kemiskinan merupakan isu pertama dalam MDG’s ( Millennium Development Goals), SDG’s ( Sustainable Development Goals) dan menjadi prioritas pertama dalam setiap pembangunan.
Kemiskinan di Bojonegoro menjadi hal yang menarik dan unik untuk dikaji, bagaimana dengan APBD 3,799 T (2016,BKKAD), pertumbuhan ekonomi 21,95% (2016, BPS) tertinggi di Jawa Timur, Dana Bagi Hasil Migas sebesar 663 Milyar (2016,BPKAD), bojonegoro masih menjadi urutan ke delapan pada tahun 2016 dan urutan ke sebelas tahun 2017 dalam daftar kabupaten termiskin di Jawa Timur, dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hanya 66,7 (2016,KATADATA) di bawah IPM nasional sebesar 70,2.
Indeks Pembangunan Manusia Bojonegoro ini jauh lebih rendah dibanding Kabupaten Bengkalis skor 71,98 dengan Dana Bagi Hasil Migas (DBH) yang hampir sama. Angka kemiskinan Bojonegoro pada tahun 2017 sebesar 14,34% diatas rata rata angka kemiskinan nasional sebesar 11,22% dan jauh lebih tinggi dengan Kabupaten Bengkalis sebesar 7,34%. Indeks Kedalaman kemiskinan di Bojonegoro pada tahun 2015 sebesar 2,01 meningkat menjadi 2,41% pada tahun 2016, sedangkan keparahan kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 0,42 pada tahun 2015 menjadi 0,54 pada tahun 2016 (2017,BI).
Bila kita perhatikan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bojonegoro mulai tahun 2013 sampai Tahun 2016 dengan nilai 5,3% sampai puncaknya sebesar 21,95% terlihat sangat mengesankan, tetapi bila kita lihat laju pertumbuhan ekonominya dengan meninggalkan sektor migas maka terjadi penurunan sangat drastis mulai tahun 2013 sebesar 7,01% menjadi 5,59% pada tahun 2016.
Angka tersebut memang lebih tinggi dari laju pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Timur sebesar 5,55% atau laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02%, yang memprihatinkan adalah pertama, kecenderungan turunnya grafik pertumbuhan ekonomi non migas dari tahun ketahun hal ini menggambarkan kondisi riil perokonomian masyarakat bojonegoro yang semakin menurun dan sangat berbahaya bila tidak segera dikendalikan.
Ke dua migas merupakan komponen tak terbarukan, yang akan habis pada beberapa tahun mendatang, pendapataannya adalah pendapatan semu, maka pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan sektor migas adalah pertumbuhan ekonomi semu. Ke tiga, masih terjadi ketimpangan penguasaan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin, dimana 1% masyarakat bojonegoro menguasai 30% perekonomian daerah, hal ini tercermin dari besarnya Gini Rasio sebesar 0,3 (BPS,2016). Masih tingginya tingkat persaingan usaha antara yang miskin dengan yang kaya pada sektor perdagangan sebesar 81,5%, sektor pertanian 44,5%, sektor kontruksi sebesar 36,8% dan sektor migas sebesar 77,9%.
Selanjutnya tantangan dalam penanganan kemiskinan kedepan adalah adanya perbedaan angka, data dan standar penentuan angka kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) Bojonegoro merilis angka kemiskinan Kabupaten Bojonegoro tahun 2016 sebesar 14,6% atau sejumlah 180.990 jiwa, sedangkan Kementerian Sosial pada tahun yang sama merilis angka kemiskinan Bojonegoro sebesar 175.011 KK atau 563.225 jiwa, angka ini sama dengan 45% penduduk Bojonegoro.
Perbedaan angka tersebut menarik karena menggunakan nilai indikator yang hampir sama, dimana BPS menentukan garis kemiskinan pada pendapatan Rp. 354.386,- per bulan, sedangkan Kementrian Sosial menentukan garis kemiskinan pada pendapatan sebesar Rp. 300.000,- per bulan.
Dari tulisan di atas diharapkan pertama, segera dilakukan penanganan kemiskinan secara masif, terstruktur dan istiqomah sehingga terjadi penurunan angka kemiskinan secara signifikan. Ke dua segera dilakukan pemanfaatan Dana Bagi Hasil migas secara tepat sehingga penurunan pertumbuhan ekonomi sektor non migas dapat segera mengalami perlandaian syukur terjadi peningkatan sebelum migas Bojonegoro habis. Ke tiga diperlukan rekonsiliasi data kemiskinan antar instansi sehingga di dapat data kemiskinan yang tepat orang, tepat tempat, tepat keadaan, dan tepat waktu untuk tepat treatment dalam penanganannya.
Terimakasih
*Zaenal Fanani, SPi,MP, Ketua Koordinator Bidang Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan PC ISNU
Tag : kemiskinan, bojonegoro
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini