Pancasila: Sebuah Ironi di Hari Jadi
blokbojonegoro.com | Monday, 22 June 2020 08:00
Oleh: Hilal Nur Fuadi
Sejumlah kontroversi selalu saja muncul di DPR. Lembaga yang berisikan para wakil rakyat ini seolah tiada henti menarik perhatian masyarakat, bahkan tidak jarang apa yang terjadi di DPR menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat. Terbaru, dan yang sedang hangat dibicarakan adalah Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Pada Rapat Paripurna 12 Mei 2020, RUU ini disepakati untuk dibahas sebagai inisiatif DPR dan RUU itu dibawa ke tingkat paripurna setelah didukung tujuh fraksi dalam rapat panja di Badan Legislasi (Baleg).
Rancangan RUU ini kemudian menimbulkan protes dari sebagian besar Ormas Islam di Indonesia, bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi juga menolak RUU tersebut dengan mengeluarkan maklumat tertanggal 12 Juni 2020. MUI menolak keberadaan RUU ini karena dinilai mendegradasikan Pancasila. Pasalnya, dalam RUU ini pasal 6 ayai (1) menyebutkan bahwa ada tiga ciri pokok Pancasila yang bernama Trisila yang berisi : ketuhanan, nasionalisme, dan gotong royong.
Kemudian pada ayat (2) Trisila dikristalisasi menjadi Ekasila yaitu : gotong royong. Selain itu, RUU ini juga tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang larangan ajaran komunisme atau Marxisme-Leninisme. Apa yang ada didalam RUU tersebut kemudian menimbulkan asumsi dikalangan masyarakat luas bahwa keberadaan RUU HIP ini seolah-olah ingin melumpuhkan keberadaan sila pertama Pancasila yaitu “Ketuhanan yang maha Esa” serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Memang semangat gotong royong telah menjadi budaya masyarakat Indonesia semanjak dahulu, dan bahkan telah menjelma menjadi ciri khas kehidupan bangsa ini. Akan tetapi, tidak serta merta tatanan ideologi bangsa bisa diringkas dalam satu semangat gotong royong, karena negara ini adalah negara demokrasi yang didalamnya tumbuh dan berkembang beberapa agama dan sebagaimana yang dicantumkan dalam UUD 45 bahwa negara melindungi hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kehidupan masyarakat Indonesia sangat kental dengan nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan.
Jika menengok perjalanan sejarah perumusan Pancasila, maka nilai ketuhanan ini juga menjadi satu hal yang sifatnya sangat urgen dan sensitif. Dalam sidang BPUPKI yang berlangsung tanggal 28 Mei – 1 Juni 1945 muncul beberapa usulan tentang rancangan dasar negara. Usulan tersebut antara lain berasal dari Muh.Yamin, Prof.Dr. Soepomo dan Ir. Soekarno. Saat itu, usulan dari Ir.Soekarno yang mengemukakan lima dasar negara (Pancasila) yang berisi : a) Kebangsaan Indonesia; b) Internasionalisme dan peri kemanusiaan; c) Mufakat atau demokrasi; d) Kesejahteraan sosial; dan e) Ketuhanan yang maha Esa diterima dan disepakati untuk menjadi rancangan lima dasar negara (Pancasila) pada tanggal 1 juni 1945, sehingga tanggal tersebut diperingati sebagai hari lahir Pancasila.(Wismulyani,E.2006).
Nilai ketuhanan juga menjadi permasalahan tersendiri ketika panitia sembilan merumuskan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang isinya hampir menyerupai atau menyamai Pancasila yang ada saat ini, hanya yang membedakan adalah pada sila pertama di piagam Jakarta berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya”, dan hal inipun menimbulkan reaksi tersendiri dan mendapatkan protes dari berbagai pihak mengingat Indonesia memiliki masyarakat yang heterogen dengan berbagai macam agama. Dengan berbagai pertimbangan sila pertama pada piagam Jakarta juga harus mengalami perubahan dan ahirnya berubah menjadi Ketuhanan yang maha Esa.
Mengingat pada saat ini masih berada di bulan Juni, dan baru saja bangsa Indonesia memperingati hari lahirnya Pancasila, maka permasalahan RUU HIP ini seolah menjadi sebuah ironi tersendiri, karena terjadi saat peringatan hari jadi atau peringatan hari lahir Pancasila. Meskipun secara resmi pemerintah melalui Menkopolhukam Mahfud MD telah menyatakan bahwa pemerintah akan menunda pembahasan RUU HIP ini, namun pernyataan tersebut belum mampu memuaskan masyarakat karena bagi sebagian masyarakat, kata “menunda” mengandung makna menghentikan sejenak dan ada kemungkinan untuk dilanjutkan kembali.
Sejatinya para pendiri bangsa ini telah menanamkan dan menegakkan dasar ideologi yang kokoh bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dan terbukti nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila selama ini mampu landasan ideologi yang kokoh dan mampu mempersatukan kehidupan bangsa. Sepertinya kita semua sependapat bahwa nilai-nilai ketuhanan dan penolakan ajaran komunisme (sesuai TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966) harus tetap ada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga tidak ada ruang untuk berkembangnya faham-faham komunisme maupun Marxisme-Leninisme di negeri ini, karena sudah menjadi fitrah bagi seorang manusia yang beragama untuk tetap menjaga kepercayaan dan keterikatan antara seorang hamba (manusia) dan sang pencipta (Tuhan) dan semua itu telah diatur dalam nilai-nilai ideoogi bangsa yang bernama Pancasila.
*Penulis adalah Guru Sejarah SMA Negeri 1 Gondang, Bojonegoro
Tag : pancasila, hari, jadi, ruu, dpr
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini