Karya Bersama itu Bernama Pancasila
blokbojonegoro.com | Thursday, 25 June 2020 17:00
Oleh: Ahmad Syauqi Fuady*
Kemerdekaan Indonesia hanyalah tujuan antara, bukan tujuan akhir. Kemerdekaan menjadi pintu gerbang dalam mengelola nasib sendiri sebagai negara berdaulat sehingga dapat terwujud kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan. Terbentang di hadapan, tugas berat sebagai sebuah bangsa dan negara merdeka yang dicita-citakan. Kesadaran itulah yang ada di seluruh benak anak bangsa. Nuansa kebatinan yang demikian itu memacu para putra-putri terbaik bangsa untuk memeras otak, menggali teori, menemukan kearifan untuk menjawab sebuah pernyatan yang diajukan Radjiman Wediodiningrat: “Apa dasar dari negara Indonesia merdeka.”
Yudi Latif dalam Negara Paripurna (2015) menyebutkan bahwa putra-putri bangsa yang terlibat dalam konseptualisasi Pancasila cukup mewakili keanekaragaman golongan dan spektrum ideologi. Latar belakang yang beragam dengan bacaan yang luas dari banyak kepustakaan bermutu dunia menjadi sumber dialektika yang menarik selama proses konseptualisasi Pancasila sejak fase pembuahan, perumusan, dan pengesahan Pancasila (Yudi Latif, 2015).
Munculnya kesadaran akibat adanya sekolah-sekolah melahirkan kesadaran akan adanya ketidakadilan, kesengsaraan, kemiskinan, dan ketidakadilan yang disebabkan oleh kolonialisme. Kesadaran ini menjadi daya dorong putra-putri bangsa yang terdidik dan tercerahkan untuk mengorganisir perlawanan kepada penjajahan.
Kolonialisme menjadi musuh bersama sebagai penyebab kesengsaraan anak bangsa yang harus dihapuskan. Puncak dari kesadaran ini adalah Sumpah Pemuda tahun 1928. Inilah fase pembibitan atau pembuahan nilai-nilai Pancasila.
Dialektika dan perdebatan yang tajam terjadi dalam sidang-sidang perumusan Pancasila dalam BPUPKI dan PPKI. Argumen, teori, dan gagasan dari beraneka ideologi dan pandangan hidup mengemuka dengan polarisasai yang tajam. Pidato Soekarno 1 Juni 1945 menandai awal lahirnya Pancasila. Proses persidangan selanjutnya diisi perdebatan panjang dan akhirnya tercapai kompromi antarberbagai pandangan itu dalam bentuk Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Sukiman menyebut kompromi yang dihasilkan oleh para anggota Sidang dengan gentleman’s agreement (Endang Saifuddin Anshari, 1997). Rumusan Pancasila diresmikan sebagai dasar negara Indonesia merdeka sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Rumusan dan urutan Pancasila inilah yang kita kenal sekarang.
Pancasila adalah konsensus (kesepakatan) bersama yang merupakan titik-temu (common denominator) dari berbagai pandangan dan gagasan sehingga menyatukan keindonesiaan. Pancasila, menurut Mahfud MD, bukan hasil karya Moh. Yamin ataupun Soekarno saja, melainkan hasil karya bersama sehingga tampil dalam bentuk, isi, dan filosofinya yang utuh seperti sekarang. Pancasila adalah sintesis-kreatif dari berbagai tesis yang dikemukakan oleh pikirran-pikiran terbaik putra-putri bangsa.
Yudi Latif dalam Revolusi Pancasila (2015) menegaskan bahwa secara normatif nilai-nilai ideologi Pancasila telah begitu kuat dan kokoh. Pancasila sebagai paradigma dan teori pengetahuan masih dalam taraf percobaan, Pancasila dalam dimensi praktik tindakan masih jauh panggang dari api. Hal ini menunjukkan bahwa, Pancasila memerlukan pengkajian serius dan sistematis sehingga nilai-nilai ideologi Pancasila dapat menjadi teori pengetahuan yang solid sehingga dapat menjadi rujukan bagi aneka kebijakan dan pembuatan keputusan dalam menjalankan negara dan pemerintahan. Jika teori pengetahuan yang dirumuskan dari Pancasila menjadi dasar kebijakan bernegara maka Pancasila akan hidup dalam praktik kehidupan bernegara dan berbangsa.
Bung Hatta dalam Pengertian Pancasila (1977) menegaskan bahwa Pancasila hendaknya tidak boleh dijadikan amal di bibir saja, karena itu berarti pengkhianatan. Pancasila harus tertanam dalah hati yang suci dan diamalkan dengan perbuatan. “Negara Republik Indonesia”, kata Bung Hatta, “belum lagi berdasarkan Pancasila, apabila Pemerintah dan masyarakatnya belum sanggup mentaati Undang-Undang dasar 1945, terutama belum dapat melaksanakan Pasal 27, ayat 2, Pasal 31, Pasal 33, dan pasal 34.”
Tugas para pendiri negara dalam merumuskan karya bersama bernama Pancasila yang berisi nilai-nilai dasar filosofis bagi kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat telah selesai dengan paripurna. Maka tugas kita semua, pemerintah dan masyarakat, di masa sekarang ini untuk menjadikan Pancasila sebagai karya bersama dalam praktik kehidupan nyata. Agar Pancasila benar-benar membumi. [lis]
*Pengajar di STIT Muhammadiyah Bojonegoro, email :syauqi.asf68@gmail.com
Tag : Pancasila, bersama, konsensus
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini