Sepakbola, Kebanggaan dan Kemanusiaan
blokbojonegoro.com | Wednesday, 15 July 2020 08:00
Oleh: Ahmad Syauqi Fuady*
Gol tunggal yang dicetak Dian Irawan pada menit 49 ke gawang Semen Padang cukup untuk mengantarkan Persibo Bojonegoro menjuarai Piala Indonesia 2012.
Stadion Sultan Agung Bantul sore itu (14 Juli 2012) menjadi saksi keberhasilan Laskar Angling Darmo mengangkat trofi juara sekaligus menggagalkan ambisi Semen Padang mengawinkan gelar Indonesian Premier League (IPL) dengan Piala Indonesia.
Prestasi itu mengangkat nama Persibo Bojonegoro ke pentas nasional. Persibo khsusnya dan Bojonegoro umumnya menjadi identitas dan kebanggan warga Bojonegoro saat berinteraksi dengan orang dari daerah lain.
Menjadi pesakitan dengan dikucilkan dari pergaulan dunia internasional setelah Perang Dunia II, Jerman (Barat) tampil dengan penuh semangat dan berhasil membalikkan prediksi banyak pihak pada Piala Dunia 1954 di Swiss.
Pada pertandingan final melawan favorit juara Hongaria, Jerman (Barat) berhasil mengalahkan Ferenc Puskas dkk dengan skor 3-2 meski sempat tertinggal dua gol sejak menit ke-8 pertandingan.
Kemenangan ini disambut suka cita penduduk Jerman (Barat) dengan penuh antusias. Mentalitas dan rasa percaya diri bangsa Jerman (Barat) yang sempat hancur akibat kalah perang tumbuh kembali.
Keluar sebagai kampiun Piala Dunia 1954 mengembalikan rasa percaya diri dan kebanggan rakyat Jerman (Barat). Slogan wir sind wieder wer (kami kembali menjadi siapa) menggema di mana-mana. Identitas dan kebanggaan sebagai bangsa pemenang bangkit lagi.
Adagium Paulo Sollier bahwa “bola itu bundar” terkenal dalam permainan sepakbola. Perhitungan serbapasti matematika tidak bisa digunakan untuk memprediksi skor akhir.
Sepakbola selalu menyediakan ruang kemungkinan yang besar sampai peluit akhir pertandingan ditiup oleh wasit. Peluit akhir pertandingan adalah batas akhir untuk menentukan siapa pemenang. Tidak jarang terjadi klub kecil berhasil mengalahkan klub besar bertabur bintang dan pemain berkualitas.
Persibo Bojonegoro seringkali diberi julukan pembunuh raksasa (giant killer). Persibo Bojonegoro di Piala Indonesia 2012 bukanlah tim yang diunggulkan. Sebelum jumpa Semen Padang di laga final, Persibo Bojonegoro berhasil mengalahkan Persema Malang, Arema Indonesia, dan PPSM Magelang.
Portal daring Indosport (21 Juli 2019) mengenang prestasi Persibo Bojonegoro menjadi juara Piala Indonesia 2012 sebagai prestasi langka.
Sepp Herberger, pelatih yang membawa Jerman (Barat) juara Piala Dunia untuk kali pertama tahun 1954 membeberkan tiga rahasia kemenangan tim sepakbola:
“Sepertiga adalah kemampuan, sepertiga adalah kekompakan, dan sepertiganya adalah keberuntungan."
Kemampuan berkaitan dengan skill dan taktik pertandingan, kekompakan adalah hasil interaksi pemain, manajemen, dan suporter. Sedangkan keberuntungan adalah faktor x (x-factor).
Paulo Camargo, pelatih yang membawa Persibo Bojonegoro menjuarai Piala Indonesia 2012, menyampaikan kepada wartawan bahwa kemenangan anak asuhnya tak lepas dari kerja keras para pemain, kerja sama semua unsur manajemen, dukungan suporter, dan keberuntungan.
Ernst Happel mengingatkan hal penting, bahwa “Sepakbola adalah olahraga rakyat.” Sepakbola dengan seluruh atributnya tidaklah boleh berlepas diri dari persoalan kemanusiaan yang dialami oleh rakyat. Sepakbola adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Persoalan-persoalan kemanusiaan yang dihadapi rakyat hendaknya diletakkan di atas kebanggaan, fanatisme, loyalitas, dan perebutan posisi juara. Semangat kemanusiaan yang mengiringi kebanggaan hendaknya menjadi etos nilai bagi siapa saja yang menikmati, menyukai, dan mengilai sepakbola.
Dengan demikian, kebanggan atas tim sepakbola kesayangan hendaknya tidak mengorbankan semangat kemanusiaan. Loyalitas dan fanatisme seharusnya tidak mengerdilkan nilai nyawa manusia.
Sepakbola adalah permainan. Sepakbola adalah hiburan. Untuk rakyat.
*Penulis adalah Pengajar di STIT Muhammadiyah Bojonegoro.
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini