Menakar Efektivitas Pembelajaran dari Rumah
blokbojonegoro.com | Sunday, 30 August 2020 09:00
Oleh: Vika Yunita*
Persebaran virus Corona atau COVID-19 yang begitu cepat telah meresahkan seluruh masyarakat dunia tak terkecuali Indonesia. Bagaimana tidak, virus ini tergolong virus yang mematikan meskipun hasil penelitin menunjukkan bahwa tingkat kematian yang disebabkan oleh virus ini tergolong rendah, namun yang membuat masyarakat khawatir adalah sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat menangkal atau melumpuhkan virus ini.
Di Indonesia, persebaran Covid-19 dari hari ke hari semakin meluas, bahkan data terbaru menunjukkan bahwa sampai dengan tanggal 29 Agustus 2020 jumlah pasien yang diduga terpapar Covid-19 adalah sejumlah 169.195 orang pasien positif, 122.802 diantaranya dinyatakan sembuh, dan korban meninggal sejumlah 7.261 orang (https://covid19.go.id).
Situasi ini membuat Pemerintah mengambil langkah tegas untuk berupaya menanggulangi persebaran virus ini, termasuk beberapa pemerintah daerah telah menetapkan siaga I Corona untuk daerahnya msing-masing. Bahkan beberapa waktu yang lalu Presiden Republik Indonesia menyampaikan pidatonya di Istana Bogor bahwa dalam menghadapi persebaran virus Corona pemerintah lebih mengutamakan kesehatan rakyat, dan pemerintah mengimbau untuk sebisa mungkin melakukan aktivitas dirumah guna mencegah persebaran Corona agar tidak semakin meluas.
Dalam pidatonya, presiden mengimbau masyarakat untuk melakukan aktivitas di rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah masing-masing. Akibat himbauan ini maka aktivitas masyarakat yang sifatnya outdoor atau lazim dilakukan di luar rumah menjadi terganggu dan untuk sementara dapat disimpulkan bahwa persebaran Covid-19 sangat mempengaruhi lintas sektoral kehidupan masyarakat Indonesia. Bidang perekonomian, perdagangan, perbankan, pariwisata, bahkan dunia Pendidikan juga merasakan dampak persebaran Corona.
Terkait dengan dunia Pendidikan, sesuai dengan himbauan Presiden dan Mendikbud bahwa menghadapi situasi ini, siswa-siswi diistirahatkan (baca:belajar dirumah) sementara waktu selama kurang lebih 14 hari sesuai dengan masa inkubasi virus ini. Selama rentang waktu tersebut, pemerintah meminta proses pembelajaran harus tetap berjalan dan sebagai alternatif, maka pembelajaran dilakukan dari rumah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi terutama internet. Akibatnya hampir sepekan ini proses pembelajaran banyak menggunakan moda daring dengan memanfaatkan berbagai macam platform media sosial yang ada. Ada yang memanfaatkan video call, ada yang membentuk kelas maya dengan bantuan berbagai aplikasi, ada yang menyampaikan materi melalui group media sosial dan tentunya diakhiri dengan pemberian tugas sebagai bahan aktivitas belajar siswa dirumah dan disertai dengan tagihan-tagihan hasil tugas yang harus disetor dan diupload ke group atau akun guru masing-masing. Menghadapi fenomena ini, dukungan datang dari berbagai pihak.
Salah satu contoh beberapa perusahaan provider ramai-ramai memfasilitasi dan membantu mempermudah proses pembelajaran online. Ada yang menggratiskan layanan belajar online, ada yang membantu dengan memberikan kartu perdana dengan harga yang sangat murah, dan ada pula yang memberikan paket gratis hingga 30 gigabyte (GB) untuk dimanfaatkan siswa belajar dari rumah. Apakah semua fasilitas dan kemudahan yang diberikan dapat membatu mewujudkan pembelajaran dari rumah yang efektif dan efisien?
Ternyata apa yang terjadi tidak semudah membalik telapak tangan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada keresahan, ada kebosanan, dan bahkan cenderung rasa keberatan yang mayoritas dialami para siswa terkait sistem pembelajaran online ini. Hal ini sebenarnya bisa dimaklumi, bagaimana tidak jika untuk jenjang SMA/SMK per hari terdapat sepuluh jam pelajaran, maka siswa juga harus menyelesaikan sepuluh materi plus tugas perhari, dan hal inilah yang dirasa memberatkan baik oleh siswa maupun para orang tua.
Baru sekitar seminggu sistem pembelajaran ini dijalankan berbagai macam bentuk kekecewaan dan cenderung sebagai bentuk ekspresi keberatan telah terlihat dikalangan siswa. Banyak beredar video kocak di berbagai media sosial yang dibuat para siswa yang intinya memprotes banyaknya tugas yang diberikan oleh guru, belum lagi belakangan ini beredar meme lucu yang intinya mengatakan “kami ingin masuk seperti biasa, kami sudah tidak takut corona, kami justru lebih takut kepala kami gegar otak karena memikirkan tugas”. Sebuah ungkapan yang sepintas terasa lucu, namun di balik itu semua mungkin ini ada ungkapan yang mewakili perasaan dan disampaikan dari hati nurani siswa yang paling dalam.
Tidak hanya sampai disitu saja, permasalahan lain juga muncul terkait dengan penyalahgunaan fasilitas dan yang diberikan pihak provider oleh oknum dan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk dimanfaatkan tidak sebagaimana mestinya yaitu dengan mengalihkan kuota yang seharusnya digunakan untuk mengakses berbagai platform e-learning menjadi kuota reguler; ditambah lagi permasalahan yang ditemukan dilapangan adalah adanya pemanfaatan kesempatan, artinya ada beberapa oknum siswa yang meminta uang kepada orang tuanya dengan alasan untuk mengerjakan tugas di warnet, namun kenyatannya mereka justru nogkrong di café yang terdapat fasilitas wifi namun bukan untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah melainkan mereka justru asyik bermain game online dengan teman-temannya.
Dari beberapa data dan fakta di atas menunjukkan bahwa moda pembelajaran daring maupun e-learning belum sepenuhnya berhsil dan masih menyisakan permasalahan tersendiri. Jika pembelajaran dengan berbasis teknologi informasi (baca:internet) ingin berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan,kuncinya harus ada control terhadap jalannya proses pembelajran. Ada beberapa cara yang harus dilakukan. Pertama, memaksimalkan peran guru dalam membimbing dan mengontrol siswa saat mengerjakan tugas menjadi suatu keharusan yang mutlak agar sistem pembelajaran ini bisa berjalan dengan efektif. Misalnya dengan melakukan video call terhadap siswa saat mereka sedang mengejakan tugas, atau dengan meminta tagihan berupa foto proses saat meeka menyelesaikan tugas tertentu. Kedua, pengawasan orang tua. Faktor ini juga menjadi salah satu yang penting untuk dilakukan. Artinya orang tua sebisa mungkin mendampingi anak-anaknya saat mengerjakan tugas online dirumah, agar apa yang dilihat dan dikerjakan sesuai dengan esensi tugas yang mereka kerjakan. Ketiga, bantuan dari pihak ketiga dalam hal ini aparat baik pihak kepolisian maupun Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sangat diperlukan untuk menertibkan dan merazia siswa yang berada diluar tidak melaksanakan pembelajaran dirumah sebagaimana anjuran pemerintah dalam upaya mengangkal persebaran virus Corona.
Terakhir, pada dasarnya proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran klasikal yang ditandai dengan adanya interaksi yang baik antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dan yang terpenting adalah secanggih apapun perkembangan teknologi, ia tidak dapat membentuk karakter peserta didik. Kita semua merindukan proses pembelajaran seperti sebelum merebaknya virus Corona, dan kita semua juga berdoa agar virus corona segera hilang dari Indonesia. Aamin ya Robbal Alamiin.
*Guru SMA Negeri 1 Gondang, Bojonegoro
Tag : Pendidikan, pandemi
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini