Kontak Erat Harus Dilacak pada Pandemi Covid-19
blokbojonegoro.com | Friday, 05 February 2021 08:00
Oleh : Rizka Dianita Anggraeni*
blokBojonegoro.com - Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARSCoV-2). Covid-19 dapat menyerang siapa saja, tidak perduli pejabat, rakyat biasa, tua, muda, pria atau wanita. Gejala yang ditimbulkan dapat seperti gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada gejala yang berat, covid-19 dapat menimbulkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan yang terburuk adalah kematian.
Penyebaran Covid-19 dapat membawa resiko kesehatan masyarakat dan bahkan telah banyak merenggut korban jiwa di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Virus ini dapat ditularkan dari orang yang bergejala ke orang lain yang berada jarak dekat melalui droplet (partikel berisi air dengan diameter >5-10 µm). Penularan droplet terjadi ketika seseorang berada pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan seseorang yang memiliki gejala pernapasan (misalnya, batuk atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai mukosa (mulut dan hidung) atau konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi melalui benda atau permukaan benda yang terkontaminasi droplet dari lingkungan sekitar orang yang terinfeksi. Oleh karena itu, penularan virus Covid-19 dapat terjadi melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi dan kontak tidak langsung dengan permukaan atau benda yang digunakan pada orang yang terinfeksi.
Penyebaran virus juga meluas, dari semula satu negara lantas menjalar ke negara lain di dunia. Melakukan penelusuran kontak dan dan mengendalikan pergerakan orang yang sudah berpotensi tertular menjadi sangat penting. Identifikasi terhadap orang – orang yang melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19 inilah yang merupakan konsep contact tracing. Gagasan dibalik konsep ini adalah pencegahan penyebaran infeksi ke kerumunan besar atau komunitas melalui pemutusan rantai transmisi. Penularan virus bisa melalui droplet dari kontak dekat dengan orang yang terinfeksi virus sanagt memungkinkan untuk terjadinya penyebaran. Yang dekat dengan orang terinfeksi inilah yang berpotensi menyebarkan lagi virus saat berada di kerumunan. Banyak diantara mereka bahkan tidak menyadari telah membawa virus di tubuhnya. Pelacakan kontak erat ini boleh jadi sebuah pekerjaan yang rumit, sebab harus merunut kembali kontak pasien positif dengan orang lain.
Pelacakan kontak erat atau tracing seperti yang diatur dalam KMK No. HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan pengendalian Covid-19 dilakukan pada orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable (orang yang masih dalam kategori suspek dan memiliki gejala ISPA berat, gagal napas, atau meninggal dunia namun belum ada hasil pemeriksaan yang memastikan bahwa dirinya positif Covid-19) atau konfirmasi Covid-19 (orang yang sudah dinyatakan positif terinfeksi virus corona berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium berupa PCR(polymerase chain reaction). Riwayat kontak yang dimaksut antara lain:
1. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.
2. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
3. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD ( alat pelindung diri ) yang sesuai standar.
4. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat
Pelacakan kontak erat yang baik menjadi kunci utama dalam memutus rantai transmisi Covid-19. Pelibatan masyarakat juga sangat penting untuk memastikan agar tidak ada stigma negatif yang muncul pada orang-orang yang masuk kategori kontak erat. Komunikasi yang baik dan jelas dengan mengharapkan kesukarelaan pada kontak erat untuk dilakukan wawancara, melakukan karantina mandiri, pemeriksaan swab, pemantauan (atau melaporkan ada/tidaknya gejala setiap hari) dan untuk dilakukan isolasi jika muncul gejala.
Tahapan pelacakan kontak erat terdiri dari 3 komponen utama yaitu identifikasi kontak, pencatatan detil kontak, dan tindak lanjut kontak. Pada tahap identifikasi kontak, sudah dimulai sejak ditemukannya kasus suspek, kasus probable dan atau kasus konfirmasi. Pada tahap ini tim tracing harus menjelaskan secara detil maksud dan tujuan mengapa harus dilakukan tracing, penjelasan itu di berikan dengan sejelas-jelasnya kepada keluarga pasien dan masyarakat sekitar dari lingkungan seluruh kontak erat. Peran komunikasi disini sangat penting, mengingat terkadang keluarga dari kasus probable atau konfirmasi menolak untuk dilakukan tracing karena merasa dirinya tidak ada gejala, atau kadang melakukan penolakan agar tidak dikucilkan warga masyarakat sekitar lingkungannya.
Respon psikososial terhadap yang terjadi di masyarakat pasca incident Covid-19 seperti stigmatisasi negatif, diskrimasi, memanggap bahwa pasien Covid-19 dan keluarganya adalah orang yang hina pembawa virus , dll, akhirnya banyak menyebabkan pasien Covid-19 atau keluarganya melakukan penolakan mentah-mentah terhadap semua prosedur medis, bahkan beberapa diantaranya ada yang bersembunyi dan melarikan diri saat dilakukan tracing atau kabur di tengah-tengah masa karantina mandirinya. Hal ini tentu sangat membahayakan orang-orang disekitar kontak erat atau orang dengan probable atau dengan konfirmasi Covid-19.
Seluruh kegiatan tatalaksana kontak ini harus dilakukan dengan penuh empati kepada orang dengan kontak erat, menjelaskan dengan baik, dan menunjukkan bahwa kegiatan ini adalah untuk kebaikan kontak erat sendiri serta untuk mencegah penularan kepada orang-orang terdekat (keluarga, saudara, teman dan sebagainya). Namun jika masih ada pihak pihak tidak mau dilakukan karantina atau menghalang halangi proses nya maka pihak tersebut dapat dianggap melanggar Pasal 93 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang berbunyi: Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dengan demikian menurut penulis, apabila ada pihak yang tidak mau melakukan karantina atau menghalangi prosesnya, maka dapat dikenakan pasal pidana berdasar peraturan perundang undangan seperti diatas. Penyakit Covid-19 bukanlah aib, mari kita saling bahu membahu mengatasi pandemi ini,apabila bergejala, silakan datang ke sarana kesehatan untuk mendapat pengobatan, ikuti semua prosedur yang disarakan oleh tenaga kesehatan, jangan lupa iman (menjalankan ibadah sesuai agama), aman (memakai masker, menjaga jarak, hindarikerumunan, mencuci tangan) dan imun (olahraga teratur, istirahat cukup, tidak panik, makanan bergizi).
*Penulis adalah Dokter dan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya
Tag : kasus covid 19, kasus covid indonesia, ingat pesan ibu, pakai masker, jaga jarak, hindari kerumunan, cuci tangan pakai sabun, satgas covid 19, lawan covid
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini