Aji Bojonegoro Gelar Webbinar Melawan Infodemik Covid-19
blokbojonegoro.com | Friday, 09 April 2021 11:00
Reporter: Muhammad Qomarudin
blokBojonegoro.com - Pandemi Covid-19 terjadi bebarengan dengan informasi simpang-siur yang beredar dalam jumlah masif di media sosial.
Menanggapi hal itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro bersama Google News Initiative menggelar diskusi publik bertajuk "Melawan Infodemik Covid-19" secara webinar, Kamis (8/4/2021).
Diskusi yang mengangkat topik 'Peran Media dan Publik Menangkal Infodemi Covid-19' ini, melibatkan narasumber yang berkopeten dalam bidangnya, seperti Juru Bicara Tim Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 Kabupaten Bojonegoro, Masirin, Direktur Bojonegoro Istitute, AW Saiful Huda, Pimred salah satu media yang ada di Bojonegoro yang sekaligus Alumni Pelatihan Cek Fakta Google, Khorij Zainal Asrori dan juga Ketua Aji Bojonegoro, Dedi Mahdi.
Ketua Aji Bojonegoro, Dedi Mahdi mengatakan, AJI Indoensia, khususnya Bojonegoro sebenarnya sudah lama ingin mendiskusikan permasalahan tersebut. Sebab, selama ini banyak disinformasi atau informasi yang tidak utuh menyebar di media sosial.
"Banyak informasi yang sekiranya itu dianggap benar, publik kemudian meluapkan itu di media sosial tanpa melihat seutuhnya. Bahkan, ada juga teman Jurnalis Bojonegoro yang mendapat cacian dan disumpahkan cepat mati hanya karena menulis berita soal Pandemi Covid-19," ujarnya.
Meskipun demikian, tak lantas publik harus disalahkan. Dalam hal ini banyak pihak yang seharusnya bertanggung jawab, tidak hanya jurnalis yang menjadi sasaran lantaran menulis berita, melainkan juga tanggung jawab pemerintah.
Sikap apatis yang dilontarkan oleh publik, lanjut Dedi, disebabkan imbas dari banyak faktor, salah satunya isu tentang anggaran pandemi yang menyebabkan publik seakan akan tidak percaya dengan adanya pandemi, lantaran dinilai ada permainan soal anggaran. Disisi lain, Isu tentang pandemi, kemungkinan tidak semuanya difahami oleh publik.
"Ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga teman teman jurnalis, bagaimana cara menyampaikan informasi pandemi secara utuh. Melalui kegiatan ini diharapkan efek informasi yang disampaikan oleh jurnalis tidak dianggap publik untuk menakut nakuti ataupun untuk kepentingan tertentu," jelasnya.
Sementara itu Khorij Zainal Asrori menjelaskan, pada awal tahun 2021 ini banyak masyarakat cukup aktif membahas Covid-19 di media sosial, khususnya kabar tentang vaksinasi. Dalam hal ini ada juga masyarakat yang optimisme dengan adanya vaksin tersebut dan tidak sedikit pula ada oknum yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk membelokkan sebuah kebenaran.
Seperti halnya kabar hoax tentang 100 santri Pondok Pesantren Madinatul Ulum Jember, yang terkapar setelah disuntik vaksin Covid-19 dan menyebar pada tanggal 10 Januari 2021. Padahal kebenarnya bukan terkapar karena vaksin, lantaran disebabkan oleh difteri dan kejadian tersebut terjadi pada 28 Februari 2018.
"Ini menjadi isu-isu krusial di tengah derasnya isu vaksin covid dan ini menjadi evaluasi bersama, karena isu semacam ini bisa meresahkan masyarakat," terangnya.
Semakin mudahnya masyarakat mengakses maupun mendapatkan informasi, mengakibatkan informasi yang didapat dipertanyakan kebenaranya. Seperti halnya pesan berantai yang tersebar melalui grup-grup Whatsapp, yang menjadikan banyak pengguna juga ikut menyebarkanya.
Khorij menambahkan, sejak tahun 2020, Whatsapp menambah lebel 'Forwarded Many Times' sebagai penanda bahwa pesan telah disebarkan berkali-kali tanpa tahu pengirim awal. Sehingga, bagi siapapun yang menerima pesan dari teman atau melalui grup Whatsapp kebanyakan mempercayainya.
"Jangan mudah percaya dengan sebaran pesan berantai yang tidak jelas siapa pembuatnya, perlu dilakukan kroscek agar bisa mendapatkan informasi yang lebih valid," ungkapnya.
Juru Bicara Tim Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 Kabupaten Bojonegoro, Masirin menerangkan, untuk Kabupaten Bojonegoro saat ini masuk zona orange. Berasarkan data perhari Rabu (7/4/2021) kemarin, ada 61 orang dinyatakan suspect dan 13 orang aktif dirawat.
Untuk vaksinasi sendiri, Kabupaten Bojonegoro menempati urutan ke 29 dari 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur. Masih sedikitnya masyarakat Bojonegoro yang mendapatkan vaksin disebabkan lantaran masih sedikitnya kuota vaksin yang diterima oleh Kabupaten Bojonegoro dari Pemerintah.
"Kita masih terkendala oleh jumlah vaksin yang diterima, tetapi vaksinasi ini adalah progam jangka panjang dan memang ditargetkan jumlah masyarakat yang mendapatkan vaksin sebesar 75% dari total masyarakat di Kabupaten Bojonegoro," jelas Masirin.
Pria yang juga sebagai Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemkab Bojonegoro ini juga menyampaikan, bahwa tidak ada kasus yang menonjol pasca adanya vaksinasi. Tentunya, hal ini juga tidak lepas dari peran Media dan netizen untuk menangkal berita-berita hoax.
"Adanya media dan para netizen juga sangat membantu kita untuk menangkal isu-isu bohong dan kedepanya kita juga bakal memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak terpengaruh dengan adanya isu hoax," terang Masirin.
Sementara itu, Direktur Bojonegoro Istitute, AW Saiful Huda menjelaskan, bawah temuan tentang hoax dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut, ada sebanyak 2.703 buah hoaks terkait Covid-19 di Medsos. Untuk Facebook, mencapai 2.134 buah hoax, Twitter mencapai 496 buah hoax, YouTube mencapai 49 buah hoax dan Instagram mencapai 24 buah hoaks.
Menurut AW, mengutip dari Simeon Yates, Direktur Institute of Cultural Capital di University of Liverpool, menyebutkan ada fenomena bubbles atau gelembung dalam penggunaan media sosial atau medsos, pengguna medsos cenderung berinteraksi dengan orang yang memiliki ketertarikan yang sama dengan diri sendiri dan gelembung medsos ini mencerminkan gelembung 'offline' sehari-hari.
"Medsos memeiliki kecapatan dan kemudahan untuk dibagiakan
(sharebility) ketimbang upaya crosscheck verifikasi untuk memcari kebenaran informasi/berita," tuturnya.
Berdasarkan Survei dari Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menyebutkan, kepercayaan warga atas keamanan vaksin corona atau Covid-19 tidak begitu meyakinkan, menjelang program vaksinasi akan berjalan. Hanya 56% masyarakat yang percaya terhadap keamanan vaksin corona yang disediakan pemerintah, masyarakat yang tidak percaya 23% dan yang tak punya sikap 21% (Desember 2020).
Sementara itu, berdasarkan survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebut sebanyak 42,4 persen masyarakat tak percaya dengan program vaksin yang dijalankan pemerintah. Meski demikian, terdapat 46,1 persen masyarakat yang percaya, bahwa vaksin bisa meminimalisasi tertular Covid-19 (Februari 2021).
"Untuk menaggulangi adanya hoax bisa dimulai dari diri sendiri & keluarga serta teman-teman dekat untuk membiasakan diri memeriksa (crosscheck) kebenaran
suatu informasi/berita, melibatkan diri dalam forum-forum yang kredibel untuk
mendapatkan informasi dan wawasan yang terpercaya. Serta membiasakan untuk menanyakan sumber informasi/berita, terutama direct message yang disebar di group-group Whatsapp, dll. dan memanfaatkan fitur-fitur yang sudah disiapkan oleh beberapa platform. Misal menu crosscheck foto/video yang disediakan Google, dll," pungkasnya. [din/mu]
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini