Membangun Sinergi Keberhasilan Belajar
blokbojonegoro.com | Sunday, 25 December 2022 08:00
Oleh: Usman Roin *
blokbojonegoro.com - Selesainya penilaian akhir semester (PAS) baru-baru ini, menjadi pekerjaan rumah (PR) baru pemilik dan pengelola lembaga pendidikan. Artinya, lembaga pendidikan harus menyiapkan mekanisme lebih awal penerimaan peserta didik baru (PPDB), agar “calon peserta didik” memilih bersekolah dilembaganya.
Tidak sekadar itu saja, pasca peserta didik diterima, ada konsekuensi lebih lanjut bagaimana lingkungan sekolah yang dipilih dikonstruk menyenangkan dan bisa mengantarkan peserta didik prestatif dalam belajar. Apalagi, dengan sistem zonasi yang diterapkan oleh Kemendikbud terbuka luas potensi peserta didik unggul, berprestasi serta memiliki kelebihan bidang kecerdasan merata dimiliki oleh sekolah.
PR-nya adalah, sejauh mana lembaga pendidikan berhasil menjadikan peserta didik “unggul” sebagai instrumen belajar untuk peserta didik lain? Lalu bagi peserta didik, bagaimana membuktikan bila “milenial” yang mereka sandang hari ini adalah sosok pembelajar sejati?
Dua hal di atas menjadi penting untuk dijawab guna mengondisikan belajar “calon peserta didik” agar berhasil melalui pembelajaran di sekolah yang telah dipilih dengan baik. Sehingga alasan karena salah pilih sekolah tidak berakibat fatal terhadap semangat belajar mereka.
Kenali Potensi
Guna menjawab fenomena di atas, hal utama sekolah harus mencermati potensi yang dimiliki oleh calon peserta didik. Hal itu bisa dilihat dari rekam jejak saat PPDB berlangsung sebagai pintu awal melihat sejauh mana potensi SDM yang dimiliki untuk kemudian dibesut, dikembangkan menjadi embrio “pembelajar” untuk yang lain.
Langkah ini perlu dilakukan, karena penyebaran peserta didik prestatif seiring zonasi dimungkinkan “merata” di semua sekolah. Jika hal ini tidak ditangkap dengan baik Kepala Sekolah beserta stakeholder yang ada, penyebaran peserta didik prestatif tersebut hanya sia-sia belaka. Yang ada hanya akan menenggelamkan kelebihan yang mereka miliki serta muncul asumsi pilihan sekolah yang salah. Akibatnya, disorientasi belajar akan terjadi dan menjadi rintangan awal bila tidak diselesaikan oleh pihak sekolah.
Berdasar analisis tersebut, sekolah sudah seharusnya memetakan di awal tahun pelajaran tentang berbagai kelebihan-kekurangan input peserta didik yang dimilikinya. Setelah itu dilakukan penyamaan presepsi bahwa sekolah perlu mengantarkan keberhasilan belajar peserta didik melalui aktivitas yang dimiliki.
Di samping itu, sekolah juga perlu merumuskan secara kreatif agar keberhasilan belajar peserta didik menjadi komponen yang harus di goal-kan. Sehingga paradigma positif masyarakat secara luas akan mulai terbangun, bahwa sekolah favorit itu merata adanya. Tidak terkooptasi oleh sekolah tertentu, melainkan sudah menjadi paradigma keseluruhan sekolah secara masif. Dasarnya peluang dan tantangan untuk membangun pendidikan bisa dilakukan oleh semua lembaga pendidikan. Pertanyaannya, mau atau tidak lembaga pendidikan melakukan hal ini?
Dari sisi orang tua, menyiapkan anak belajar dengan baik di manapun tentu harus diniatkan terlebih dahulu. Hal itu bisa dilakukan dengan mengontrol sejauh mana keinginan belajar di sekolah yang dipilih untuk kemudian menjadi alasan tidak semangat untuk belajar.
Jika tahapan ini sudah, maka profil sekolah juga perlu diketahui oleh orang tua. Bagaimana budaya yang dibangun, track record prestasi, kualifikasi guru hingga kualitas alumni. Sehingga pada posisi ini, orang tua tidak lantas membiarkan anaknya “sekadar” sekolah, melainkan sudah ikut memenuhi dan bertanggung jawab terhadap sarana belajar apa saja yang diperlukan anak demi kelancaran pendidikan hingga motivasinya senantiasa semangat berprestasi.
Bila orang tua sudah berparadigma seperti itu, tentu ia akan senantiasa berpartisipasi, mengontrol anak selama di rumah. Bahkan bila diperlukan, orang tua akan menambah keinginan anaknya untuk diikutkan bimbingan belajar. Tujuannya, agar nuansa belajar anak menjadi komprehensif dari sisi kognitif, afektif dan psikomotorik.
Jika itu belum memungkinkan, solusi belajar bersama dengan teman-temannya adalah langkah bijak agar konsistensi belajar tetap dilakukan oleh anak. Jika berhasil, reward dari orang tua tidak ada salahnya diberikan sebagai stimulus belajar agar anak lebih giat menjalani jenjang pendidikan yang akan dilalui.
Adapun bagi calon peserta didik, kewajiban belajar dengan sebaik-baiknya perlu disematkan. Sebab, masih banyak sekali anak Indonesia di luar sana yang tidak bisa bersekolah. Entah itu karena faktor jarak, hingga faktor ekonomi. Justru bagi calon peserta didik yang hari ini diberi kesempatan belajar, bersyukur dengan niat akan sungguh-sungguh belajar selama di sekolah yang akan dipilih.
Jangan sampai belajar hanya dijadikan asal-asalan. Dampaknya, pasti asal bersekolah dan sekadar lulus saja. Padahal, peserta didik harus ulet, giat belajar hingga kemudian bisa membanggakan kedua orang tua sebagai balas budi jerih payah biaya pendidikan yang dikeluarkan berjenjang, mulai dari tingkat Paud hingga Perguruan Tinggi (PT).
Akhirnya, ruang belajar peserta didik akan terwujud manakala sekolah dengan segala fasilitas yang dimiliki dipersiapkan sejak dini. Begitu juga orang tua sebagai bagian dari tiga pilar pendidikan ikut mengawasi belajar anaknya selama di rumah. Adapun peserta didik sendiri, sungguh-sungguh belajar. Itu karena ada tanggung jawab yang dibebankan kepada peserta didik sekarang yakni, calon generasi pemimpin masa depan. Mari kita sadari bersama!
* Penulis adalah Dosen Prodi PAI Unugiri Bojonegoro, Pengurus PAC ISNU Balen.
Tag : Pendidikan, UAS, pas
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini