Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Iman dan Darah

blokbojonegoro.com | Wednesday, 28 June 2023 22:00

Iman dan Darah

Oleh: Prof Dr Ahmad Zainul Hamdi

blokbojonegoro.com - Ritual pengorbanan adalah salah satu dari ritual yang sudah sangat tua dalam sejarah manusia. Ritual ini ditemukan di berbagai tradisi keagamaan berbagai suku. Hubungan antara manusia dengan Zat yang diyakini sebagai Maha Kuasa ditandai dengan ritual persembahan dari barang-barang yang dimiliki manusia, baik hewan, hasil pertanian, bahkan manusia.

Di dalam ritual pengorbanan masa lalu, terutama pengorbanan hewan dan manusia, darah adalah intinya. Darah diyakini sebagai inti kekuatan hidup yang disucikan. Melalui darah yang dialirkan, Tuhan menjadi hidup, dan karenanya, manusia dan alam juga hidup.

Potensi yang diyakini ada di dalam darah korban digunakan untuk berbagai tujuan. Intinya adalah Dewa atau Tuhan harus "disuap" agar dia berbaik-baik pada manusia. Jika tidak memberi berkah, setidaknya sang Dewa tidak memusuhi manusia dan berbuat aneh-aneh yang mengakibatkan bencana. Berbagai kajian sejarah dan antropologi mencatat bahwa berbagai ritual korban di masa lalu berkaitan dengan kesuburan, penyucian, dan penebusan dosa. 

Korban persembahan harus disesuaikan dengan selera Dewa atau tujuan dari pelaku ritual. Dewa tertentu hanya cocok dengan kurban tertentu. Misalnya, dalam ritual korban kaum Vedic, Dewi Malam dan Pagi diberi persembahan susu sapi hitam yang memiliki anak berwarna putih. Dewa Indra mendapat persembahan sapi, sedang Dewa Surya mendapat persembahan kambing jantan putih.

Di masyarakat Yunani Kuno, binatang berwarna hitam dipersembahkan bagi para Dewa Dunia Kegelapan. Kuda-kuda yang berlari cepat disembelih untuk dipersembahkan pada Dewa Matahari, Helios. Babi yand sedang hamil dipersembahkan pada Ibu Bumi, Demeter.

Itulah beragam catatan sejarah tentang ritual korban yang seluruhnya dipersembahkan untuk Dewa atau Tuhan. Tuhan diperlakukan sebagai monster serakah yang kelaparan dan minta dipuasi dengan minum darah persembahan.

Tuhan dilukiskan sebagai raksasa pemarah yang selalu mengancam kehidupan manusia. Amarahnya hanya bisa diredam melalui persembahan korban. Tidak cukup dengan darah binatang, bahkan ada beberapa dewa yang begitu kejamnya hingga minta darah anak laki-laki terbaik atau perawan yang belum terjamah tangan lelaki. 

Idul Adha yang merupakan momentum ibadah kurban merevolusi konsep ritual kurban ini. Ketika Nabi Ibrahim, Bapak Tauhid bagi umat Yahudi, Nasrani, dan Muslim, hendak mengorbankan putra tercintanya, Ismail (atau Ishak), Allah menggantinya dengan seekor domba. 

Anda boleh memiliki tafsir apapun tentang kisah Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan putranya atas nama ketundukan pada Allah. Tapi pada akhirnya, Allah mengganti sang putra dengan seekor domba. Ketika domba tersembelih, binatang itu tidak disajikan untuk dinikmati Allah, tapi untuk dinikmati manusia. Allah tidak mengunyah daging domba dan ketika haus meminum habis darahnya.

Ketika Allah meminta manusia untuk berkurban, yang dia minta dari hamba-Nya adalah keimanan dan ketakwaan pada-Nya. Konsep keimanan dan ketakwaan dalam ibadah kurban tidak diwujudkan dengan memberi daging dan darah pada Allah. Alih-alih meminta daging dan darah, yang diperintahkan Allah pada hamba-Nya adalah berbagi dengan orang-orang tak mampu. Berbagi dengan mereka yang tersingkirkan, yang menikmati setusuk sate adalah sebuah kemewahan, di saat segelintir orang bisa menggelar pesta yang berharga miliaran.

Dalam surah al-Hajj ayat 37, Allah berfirman: "Daging dan darah kurban itu sekali-kali tidak akan sampai pada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu." Ayat ini didahului dengan ayat yang menjelaskan di mana daging hewan kurban itu untuk dibagikan kepada orang yang tak mampu. Sekalipun, bisa juga dimakan oleh orang yang berkecukupan.

Inti ibadah kurban adalah berbagi dengan orang lain. Allah tak kelaparan hingga membutuhkan daging. Allah juga bukan drakula yang mulutnya belepotan darah. 

Agama ini diturunkan tidak untuk memuasi kelaparan Allah. Perintah menyembelih binatang kurban dalam Islam bukanlah ritual persembahan darah. Ini adalah pembuktian keimanan dan ketakwaan. Dan, bukti keimanan dan ketakwaan itu adalah dengan mewujudkan kasih sayang dan berbagi kebahagiaan dengan mereka yang dirundung kemalangan.

Dengan mengambil pelajaran dari Gus Dur bahwa "Tuhan Tak Perlu Dibela", kita bisa memahami bahwa Tuhan tak perlu diberi makan karena Dia tak pernah kelaparan. Tuhan tak perlu disiapkan hidangan minuman darah karena Dia tak pernah kehausan. Yang butuh bantuan makanan dan minuman adalah mereka yang kelaparan. 

Semoga Idul Adha ini mengingatkan kita, bahwa wujud keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah adalah berkurban untuk kebaikan kemanusiaan. Bukan justru sebaliknya, berteriak membela Tuhan dengan mengorbankan manusia dan kemanusiaan. [lis]

*Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI

 

 

Tag : Kolom, idul adha, makna



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini