Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Tenggang Rasa Berkendara

blokbojonegoro.com | Monday, 15 April 2024 18:00

Tenggang Rasa Berkendara

Oleh: Usman Roin *

JALAN-nasional Bojonegoro yang sudah ngleyer, akan lebih apik bila kemudian dibarengi dengan kesadaran tenggang rasa yang dalam KBBI berarti, sikap dapat (ikut) menghargai, atau menghormati perasaan orang lain sesama pengendara kala berkendara di jalan raya.

Karena nyatanya, kala kita mengaspalkan kendaraan di jalan raya, atau mengecorkan kendaraan di jalan desa atau penghubung kecamatan, hal itu bertolak belakang.

Coba kita lihat bersama, tenggang rasa untuk membatasi kecepatan, lalu menyeberang di jalan raya masih sulit terwujud bila tidak ada penyeberang.

Bagaimana mau menyeberang bila kendaraan motor-mobil, selain melaju dalam kecepatan tinggi, juga berjalan beruntun. Alias, tidak terputus dimomen lebaran ini. Alhasil, kala mau menyeberang menjadi takut, menunggu lama, oleh sebab minimnya tenggang rasa memberi kesempatan pengendara untuk menyebarang.

Fenomena di atas, masih ditambah oleh ulah pengendara yang ugal-ugalan menancap gas kala berkendara. Masih pula dilengkapi tidak menggunakan helm, kaca spion, kemudian lampu sein (riting) yang mati atau terus menyala, yang itu sangat mengganggu pengendara dari arah belakang.

Contoh

Sebagai contoh, perilaku pengendara motor yang ugal-ugalan dengan knalpot brong selain "mengagetkan" pengendara terdekat, juga bisa menyebabkan oleng. Bahkan, bisa juga menjatuhkan pengendara lainnya.

Begitu pula kaca spion yang “tidak ada”, atau sengaja diganti lebih ramping yang fungsinya nihil, hingga kemudian berkendara main salip seenaknya. Tentu, bila ulah pengendara seperti itu, juga bisa menyebabkan pengendara lain celaka.

Jamak pula terjadi, lampu sein (riting) kendaraan yang secara nyata menyala "kanan", namun beloknya malah ke "kiri". Dus, kendaraan dari arah belakang yang akan menyalip dari kiri, berakhir menghantam kendaraan di depannya. Hal itu lantaran, kode belok riting yang salah menyala.

Gambaran-gambaran perilaku pengendara di atas, bagi penulis seperti egois. Apalagi menjelang arus mudik-balik seperti saat ini. Egoisme yang muncul, seperti tidak terbentuknya rasa peduli terhadap kelengkapan berkendara serta kelaikan kendaraan bagi si pengendara yang "seakan-akan" tidak masalah.

Padahal dalam amatan kecil penulis, pengendara jenis ini, turut serta menyumbang celaka berkendara kepada sesama pengendara di jalan raya.

Tentu, lewat media sosial kita bisa melihat jejak digital, atau melihat video yang berseliweran dari group WhatsApp terkait laka lantas. Berapa banyak orang tertabrak oleh karena pengendara yang main gas pol kendaraan bak sirkuti balap.

Alhasil, kala kendaraan yang di depan tiba-tiba melakukan pengereman mendadak, kendaraan dari belakang yang memacu kecepatan tinggi, menyebabkan tidak nyandak melakukan pengereman. Bila demikian, yang terjadi adalah tabrakan yang tidak terhindarkan.

Terhadap hal-hal di atas, sebagai masukan penulis kepada pihak kepolisian dalam hal ini polantas untuk sering melakukan operasi. Jarangnya operasi yang digelar -oleh karena program e-tilang- seakan-akan membuat pengendara tidak patuh berkendara.

Apalagi jamak penulis melihat, pengendara tanpa helm melintas di depan kantor polisi -sebut saja Pos Lantas Jambean- dengan entang, tidak takut, serta tanpa ada rasa bersalah melintas begitu saja.

Padahal dahulu, pos polisi tersebut terkenal “angker”. Bukan karena terdapat hantunya, tetapi taring polantas yang gencar dalam menertibkan hukum bagi pengendara yang taat hukum. Sehingga, atas fakta “dicekal” serta “disemprit” polisi, bisa menjadi efek jera terhadap pengendara lain yang melintas.

Terhadap jalan raya yang sudah nglenyer dan menjadikan pengendara -motor, mobil- gas pol memacu kendaraannya, rambu-rambu batas maksimal selayaknya juga turut dipasang. Hal itu untuk memberi petunjuk batas kecepatan maksimal pengendara kala berkendara di jalan raya. Bila kemudian rambu-rambu tersebut tidak ada (alias tidak terpasang) berapa pun kecepatannya seakan-akan “sah” dilakukan pengendara.

Akhirnya, secuil tulisan ini semoga menjadi penyadaran bersama bahwa bertenggang rasa sesama pengendara di jalan raya itu penting. Kemudian pula, melengkapi dan mengecek kelaikan kendaraan juga dibutuhkan agar kita tidak egois.

So, salam aspal, semoga selamat sampai tujuan. Amin ya rabbal ‘alamin.

* Penulis adalah Dosen Prodi PAI Unugiri.

Tag : Tenggang rasa, berkendara, mudik, balik, lebaran, Bojonegoro



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini