Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Lima Fondasi Kurikulum Progresif Intensif ala Pesantren

blokbojonegoro.com | Wednesday, 03 July 2024 16:00

Lima Fondasi Kurikulum Progresif Intensif ala Pesantren

Oleh: Anas Amrullah*

Lima Fondasi Kurikulum Progresif Intensif ala Pesantren

Pertama, Pendidikan Karakter

Penekanan awal di Pesantren sebelum fokus pada aspek akademik adalah pembiasaan karakter (etika/akhlaq). Kunci dari keberhasilan peserta didik bukanlah dari kecerdasan dan tingginya nilai di aspek akademik, namun pada etika. Sebab ilmu itu sifatnya seperti air yang mengalir di tempat rendah, maka di pesantren kita di ajarkan untuk bersikap tawadhu' (rendah hati).

Di sisi lain, misi santri adalah dakwah atau menyampaikan ilmu yang telah di dapatnya ketika di Pesantren. Dan dakwah ini jelas tidak mungkin dilakukan dengan karakter buruk. Sebelum menyampaikan, kita terlebih dahulu harus mengambil hati masyarakat.

Maka kesimpulannya adab adalah syarat menuntut ilmu, di waktu yang bersamaan buah dari ilmu pun akhlaq dan kerendahan hati.

 

Kedua, Metode Tradisional

Penggunaan kita dengan metode tradisional bukan berarti kita tak mengikuti perkembangan zaman. Penjagaan kita pada metode ini adalah ikhtiyar kita untuk menjaga ke-otentikan mata rantai sanad yang bersambung pada samudera ilmu yakni Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam. Di Pesantren, kami jaga betul validitas ilmu yang disampaikan pada santri untuk meneruskan estafet perjuangan yang dahulu di perjuangkan Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Maka ada kaidah yang berbunyi,

المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح

"Melestarikan budaya lama yang baik dan mengadopsi budaya modern yang lebih baik."

 

Ketiga, Kurikulum Holistik

Pendidikan di Pesantren pun cenderung menyeluruh. Maka tak heran bila alumni pesantren ada yang terjun menjadi politikus, Kyai, Intelektual dan lain sebagainya. Sebab memang Pesantren tidak memaksakan cita-cita santri untuk hanya berkutat pada agama. Sebab perjuangan untuk menyuarakan yang haq harus secara komperehensif, di segala aspek dan tidak dilakukan secara setengah-setengah.

 

Keempat, Pembinaan Kemandirian

Kemudian di Pesantren santri di tekankan untuk hidup mandiri dan sebisa mungkin tak membebani orang tua. Bahkan, di Pesantren di ajarkan untuk tirakat (meninggalkan segala hal yang diminati nafsu). Maka gampangnya, Pesantren adalah miniatur dari kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga. Santri di tuntut untuk sebisa mungkin tidak membebani orang lain, namun justru mengulurkan tangan untuk membantu yang lain. Hal ini pula yang mungkin bisa menjadi salah satu lantaran kita bisa mengambil hati orang sekitar kita.

 

Kelima, Tres Commitmentis

Tres Commitmentis atau sebut saja Tiga Fondasi Komitmen. Setidaknya pada proses pendidikan Santri, ada tiga pihak yang harus memegang komitmen untuk mendukung penuh perjalanan pendidikannya. Pertama, Santri itu sendiri, guru, kemudian orang tuanya.

Santri mengambil peran untuk bersungguh-sungguh dan memahami betul posisinya sebagai penuntut ilmu, untuk fokus dan men-tasarufkan segenap jiwa dan raganya kepada segala hal yang berkaitan dengan ilmu dan menjauhi segala hal yang menggangu proses belajarnya.

Guru harus bersungguh-sungguh dan memahami bahwa dirinya adalah sumber ilmu dari seluruh peserta didik. Maka setidaknya dia harus mengusahakan betul bagaimana cara peserta didik dapat mudah memahami, antusias dalam belajar, dan menjadi teladan untuk mencerminkan kapasitasnya sebagai seorang guru.

Orang tua bersungguh-sungguh pada porsi dukungan penuh dzaahiran-baathinan demi kelangsungan belajar peserta didik. Dalam aspek bathin dengan tirakat dan do'a. Menurut Mbah Hasyim bin Asy'ari, tirakat orang tua untuk anaknya dalam shalat dapat mempengaruhi kebersihan hatinya, tirakat mereka dalam do'a dapat mempengaruhi akhlaq-nya, dan tirakat dalam puasa dapat mempengaruhi ketajaman akalnya.

Kemudian dalam aspek dzaahir, orang tua harus faham betul dimana letak skala prioritas dalam mengakomodasi kelangsungan belajar peserta didik. Tentunya dengan biaya, yang mencakup uang saku, kitab, dan bisyaroh sebagai ungkapan ta'dzim kepada guru bagi si santri. Seringkali kita salah dalam ber-persepsi bahwa dalam agama kita tak perlu keluar uang sebab diajarkan ikhlas. Mindset kita yang terus-menerus mengesampingkan pendidikan inilah yang membuat kita jauh dari kata maju. Karakter kita yang seperti ini pun telah ter-maktub di al-Qur'an,

وإنه لحب الخير لشديد

”Dan sungguh kecintaannya terhadap harta sangat berlebihan.”

Bahkan, 'Khoyr' yang pada mulanya bermakna kebaikan dalam kitab tafsir diartikan sebagai harta.

 

*Penulis adalah Khodim Pesantren Darul Fikri - MTsN 3 Bojonegoro

 

Tag : Fondasi, Kurikulum, Ponpes



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini