21:00 . Inovasi Mahasiswa UNUGIRI, Desa Kendung Melek Media   |   20:00 . Kalah 3-1 Atas Persela, Coach Persibo: Inilah Sepak Bola   |   19:00 . Persibo Bojonegoro Dihajar 3-1 Persela, Merosot Urutan Ketiga   |   18:00 . Bagikan Spirit Produktif Menulis, Arusgiri dan Griya Cendekia Unugiri Gelar Bedah Buku   |   17:00 . Polres Bojonegoro Dirikan 1 Posyan dan 2 Pospam Selama Nataru 2024   |   16:00 . Ops Lilin Semeru 2024, Polres Bojonegoro Terjunkan 255 Personel Gabungan   |   15:00 . Brave to Speak Up, Ajak Gen-Z Asah Kemampuan Bahasa Inggris dan Kepedulian Lingkungan   |   09:00 . PEPC Zona 12 Ajak Stakeholder Tingkatkan Kebersamaan dan Gaya Hidup Sehat   |   18:00 . Perluas Pasar, Mahasiswa Unugiri Dampingi UMKM Punya Legalitas   |   13:00 . Kejari Bojonegoro Sabet Penghargaan Penyelesaian Perkara dan Responsifitas Data   |   22:00 . Awak Media Bojonegoro dan Blora Gelar Pertandingan Journalist Fun Football   |   18:00 . D'Konco Cafe: Realisasi Mimpi, Tempat Nongkrong Estetik dan Ikonik   |   15:00 . 5 Laga Terakhir Liga 2, Persibo Hanya Menang 1 Kali   |   12:00 . Duel Bebuyutan, Saling Kudeta Puncak Klasemen   |   16:00 . Anugerah Wajib Pajak Terbaik dan Desa Teraktif 2024 Kabupaten Bojonegoro Bertabur Penghargaan   |  
Sun, 22 December 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Negara Tidak Boleh Mengurangi atau Merampas Hak Asasi Warganya

blokbojonegoro.com | Friday, 06 September 2024 15:00

Negara Tidak Boleh Mengurangi atau Merampas Hak Asasi Warganya

Oleh: Muhammad Roqib, S.H.,M.H.*

Hak untuk memilih, hak untuk dipilih, hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum seperti pemilihan presiden, pemilihan legislatif, hingga pemilihan kepala daerah, adalah hak mendasar yang termasuk dalam hak asasi manusia (human rights). Hak asasi itu tidak boleh dikurangi, dirampas, atau dicabut kecuali oleh putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.

Di dalam negara hukum dan demokrasi, hak asasi manusia harus dilindungi dan dijaga. Negara tidak boleh berbuat semena-mena apalagi sampai mengurangi atau merampas hak asasi warga negaranya. Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 Pasal 1 ayat (3) juga sudah jelas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Begitu pula, pengaturan dan perlindungan hak asasi manusia dalam UUD NRI 1945 saat ini diatur dengan lengkap di dalam Pasal 28 A hingga 28 J.

Namun, apabila kita menelaah sejarah sebenarnya para pendiri bangsa dan negara Indonesia seperti Soekarno dan Soepomo pada awalnya tidak menyetujui dimasukannya konsep perlindungan hak asasi manusia dalam undang-undang dasar. Bahkan, hampir sebagian besar anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) saat itu juga tidak menyetujui ada rumusan tentang hak asasi manusia dalam konstitusi. Di sisi lain, Muhammad Hatta dan Muhammad Yamin, yang getol berusaha memasukkan konsep hak asasi manusia dalam undang-undang dasar.

Gagasan atau konsep hak asasi manusia dalam UUD 1945 sebelum perubahan hanya memuat tujuh pasal yang dikaitkan dengan pengertian hak asasi manusia, yakni :

1) Pasal 27 Ayat (1)

2) Pasal 27 Ayat (2)

3) Pasal 28 yang berbunyi,”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”;

4) Pasal 29 Ayat (2) yang berbunyi,” Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”;

5) Pasal 30 Ayat (1)

6) Pasal 31 Ayat (1); dan

7) Pasal 34

Sedikitnya ketentuan mengenai perlindungan hak asasi manusia pada UUD 1945 itu didasarkan pada kenyataan bahwa di antara para pendiri bangsa yang membahas rancangan undang-undang dasar dalam sidang-sidang BPUPK pada tahun 1945, ide-ide hak asasi manusia (human rights) itu sendiri belum diterima secara luas.

Para penyusun rancangan undang-undang dasar sependapat bahwa hukum dasar yang hendak disusun haruslah berdasarkan atas asas kekeluargaan, yaitu suatu asas yang sama sekali menentang paham liberalisme dan individualisme.

Pandangan Soekarno dan Soepama hampir sama mengenai konsep hak asasi manusia ini. Soekarno mengatakan, “Jikalau kita hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong menolong, paham gotong royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap paham individualisme dan liberalisme dari padanya”.

Bagi Soekarno dan Soepomo, paham kenegaraan yang dianggapnya paling cocok adalah paham integralistik, seperti yang tercermin dalam sistem pemerintahan di desa-desa yang dicirikan dengan kesatuan hidup dan kesatuan kawulo gusti.

Dalam model ini, kehidupan antarmanusia dan individu dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berkaitan. Oleh karena itu, tidak boleh ada dikotomi antara negara dan individu warga negara, dan tidak boleh ada konflik di antara keduanya sehingga tidak diperlukan jaminan apa pun hak-hak dan kebebasan fundamental warga negara terhadap negara.

Muhammad Hatta dan Muhammad Yamin, meski menyetujui prinsip kekeluargaan dan sama-sama menentang individualisme dan liberalisme, namun dalam rangka mencegah jangan sampai timbul negara kekuasaan (machstaat), memandang perlu untuk memasukkan pasal-pasal tertentu tentang hak – hak asasi manusi ke dalam Undang-Undang Dasar.

Muhammad Hatta, mengatakan,”ada baiknya dalam salah satu pasal, misalnya pasal yang mengenai warga negara, disebutkan juga di sebelah hak yang sudah diberikan kepada misalnya tiap-tiap warga negara jangan takut mengeluarkan suaranya. Hal ini supaya negara kita tidak menjadi negara kekuasaan sebab kita mendasarkan negara kita atas kedaulatan rakyat.”

Muhammad Yamin, mengatakan, “Aturan dasar tidaklah berhubungan dengan liberalisme, melainkan semata-mata suatu keharusan perlindungan kemerdekaan yang harus diakui dalam Undang-Undang Dasar.”

Pada saat UUD 1945 disusun, beberapa anggota BPUPK, berpendapat bahwa hak-hak asasi manusia adalah sesuatu yang bersumber kepada individualisme dan liberalisme sehingga bertentangan dengan asas kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.

Padahal, dapat dibuktikan bahwa sejarah perkembangannya, hak-hak asasi tidaklah dilahirkan oleh paham liberalisme dan individualisme, melainkan oleh absolutisme. Hak-hak asasi timbul sebagai reaksi terhadap absolutisme tindakan sewenang-wenang penguasa.

Menurut Muhammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, persoalan hak-hak asasi manusia adalah persoalan antara individu yang memegang kekuasaan dan individu yang tidak mempunyai kekuasaan. Persoalan hak-hak asasi adalah persoalan yang timbul sebagai akibat terjadinya ketegangan antara yang berkuasa dengan yang dikuasai, antara yang memerintah dan yang diperintah.

Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 memuat ketentuan yang lebih lengkap tentang hak asasi manusia. Yang berperan dalam perumusan naskah UUD-RIS 1949 dan UUDS 1950 juga adalah Soepomo yang semula, ketika UUD 1945 dirumuskan, menentang pencantuman pasal-pasal tentang hak asasi manusia.

Setelah 1948, pandangan dan apresiasi Soepomo dan juga Soekarno turut mengalami perkembangan sehubungan dengan ketentuan konstitusional hak asasi manusia itu sendiri.

Setelah Reformasi, ketentuan mengenai hak asasi manusia diatur lebih lengkap setelah Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000. Ketentuan mengenai hak asasi manusia termuat dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J,ditambah beberapa ketentuan lainnya yang tersebar di beberapa pasal.

Pasal-pasal tentang hak asasi manusia itu sendiri, terutama yang termuat dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, pada pokoknya berasal dari rumusan TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang kemudian isinya menjadi materi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Hak asasi manusia yang diatur dalam ketentuan UUD 1945 setelah perubahan yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun atau nonderogable rights, yaitu :

1) Hak untuk hidup;

2) Hak untuk tidak disiksa;

3) Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani;

4) Hak beragama;

5) Hak untuk tidak diperbudak;

6) Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; dan

7) Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

Gagasan tentang hak asasi manusia sebenarnya banyak dipengaruhi oleh pemikiran para Sarjana seperti John Locke dan Jean Jacques Rousseau. John Locke dikenal sebagai peletak dasar bagi teori Trias Politica Montesquieu.

Menurut John Locke, setiap manusia sejak lahir diberikan hak asasi yang tidak akan hilang, yakni hak hidup (life), hak atas kebebasan (liberty), dan hak memiliki harta benda (property). Tugas negara adalah memberikan perlindungan kepada masing-masing individu.

Dasar pemikiran John Locke ini yang kemudian dijadikan dasar pengakuan hak-hak asasi manusia. Pemikiran John Locke ini terlihat dalam Declaration of Independence Amerika Serikat pada 4 Juli 1776 yang disetujui oleh Congress yang mewakili 13 negara baru yang bersatu.

*Penulis adalah Analis Politik dan Pemerintahan Daerah, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Gresik

 

 

Tag : Ham, politik, Pilkada, pemilu



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat