Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Cerita Mbah Jah, Saksi Hidup Kekejaman Tragedi G30S-PKI di Bojonegoro

blokbojonegoro.com | Monday, 30 September 2024 17:00

Cerita Mbah Jah, Saksi Hidup Kekejaman Tragedi G30S-PKI di Bojonegoro

Mbah Jah saat ditemui di warung kopinya di Kelurahan Ledok Kulon, Bojonegoro (Foto: Rizki Nur Diansyah)

Reporter: Rizki Nur Diansyah

blokBojonegoro.com - Mbah Samijah (79) warga Kelurahan Ledok Kulon, Kecamatan/Kota Bojonegoro menjadi saksi hidup betapa kejamnya tragedi Gerakan 30 September - Partai Komunis Indonesia (G30S-PKI) yang terjadi pada 59 tahun yang lalu.

Perempuan yang akrab disapa Mbah Jah ini menceritakan secuil kisah yang ia ketahui ketika tragedi G30S-PKI yang terjadi pada tahun 1965 silam. Salah satunya, melihat betapa banyaknya mayat yang terbuang di Sungai Bengawan Solo turut Kelurahan setempat.

“Kejadian itu seperti saat ini. Pada musim kemarau saat itu air sungai sedang surut banyak mayat yang tergeletak, seperti tak ada harganya,” ulas Mbah Jah, Senin (30/9/2024).

Sembari mengaduk kopi untuk disuguhkan ke pembeli, Mbah Jah melanjutkan cerita kelam tersebut, saat itu, mayat manusia seperti bangkai ayam yang dibuang pemiliknya. Bahkan, banyak dari mayat-mayat itu dalam kondisi tak utuh.

“Banyak yang tanganya hilang, kepala hilang, yang tergeletak di pinggir sungai maupun terapung di air,” tutur perempuan kelahiran tahun 1945 ini ditemui di warung kopinya.

Pada saat itu, lanjut Mbah Jah, ia masih menduduki bangku Sekolah Rakyat (SR) atau yang setara dengan Sekolah Dasar (SD). Mbah Jah mengaku, diusianya yang masih kanak-kanak itu, sudah menjadi penampakan yang biasa ketika melihat mayat mengapung di Sungai Bengawan Solo.

“Ada juga, yang di pinggir bengawan dibuatkan lubang kecil yang isinya sampai lima mayat,” cerita Mbah Jah sembari mengingat beberapa kisah yang hampir hilang di memori ingatannya.

ia juga menceritakan bahwa eksekutor terduga kelompok PKI adalah seseorang berparas seperti warga Arab Saudi, dimana saat itu mengenakan jubah dan peci. Namun, ia memastikan mereka bukan seorang tentara.

Menurut Mbah Jah, Kelurahan Ledok Kulon, Kecamatan Kota, kala itu diklaim sebagai wilayah yang banyak dihuni anggota PKI. Saat tragedi G30S-PKI, warga Ledok yang juga merupakan kediaman Mbah Jah setiap memasuki waktu Sholat Magrib, sudah dipastikan pintu rumah tertutup rapat.

“Warga yang hilang selalu dieksekusi setiap habis Magrib. Ada juga yang digelandang dengan tali seperti kambing sebelum dieksekusi dan kemudian dibuang di Bengawan Solo,” lanjutnya.

Dari banyaknya kejadian yang diingatnya, Mbah Jah menceritakan bahwa tetangganya yang menjadi korban tragedi G30S tidak hanya merupakan anggota PKI.

“Saya masih ingat betul saat itu tetangga saya ada yang rumahnya digeledah dan ditemukan foto Pak Karno (Soekarno). Tak berselang lama orang itu hilang dan tak ada kabarnya lagi,” tutur perempuan yang juga pegiat Sandur itu.

Saat tragedi G30S-PKI lalu, banyak dari warga Ledok Kulon yang lebih memilih melarikan diri ke daerah lain untuk menyelamatkan diri. Beruntung keluarga Mbah Jah selamat dari tragedi berdarah itu karena ia merupakan keluarga dari perangkat desa Ledok Kulon yang pada saat itu menjabat sebagai bayan atau salah satu kepala seksi di lingkup Pemerintah Desa setempat. [riz/red]

 

Tag : G30S-PKI, ledok, Bojonegoro



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini